Di sebuah akuarium, ada ikan kecil bertanya
pada mbahnya ikan tentang di mana air itu berada. Mbahnya ikan ya bingung, bagaimana menerangkan tentang hal yang
ditanyakan itu. Akhirnya mbahnya ikan menemukan
caranya, sejenak dia mengibas-kibaskan ekornya dan menamparkannya ke ikan kecil
itu hingga terlempar ke luar akuarium. Sesaat ikan
kecil terengah-engah kehabisan napas dan tahulah dia selalu berada di dalam air
yang selama ini dicarinya.
Mungkin kisah itulah yang bisa menggambarkan
secara sederhana para pencari wushul
~ sampainya abdi ke hadirat Gustinya, Allah.
Bukankah segala sesuatu berada dalam Allah, begitu juga manusia
yang mempunyai kesadaran-kesadaran keTuhanan, saat itulah sebenarnya dia telah
wushul kepada Tuhannya yang tentu saja tiap-tiap orang berbeda dalam kadar, apa dan bagaimana wushulnya tersebut. Setiap orang
akan mengalami wushulnya masing-masing sesuai
pengabdiannya pada Gusti Allah melalui kesungguhan dan kepekaan akhlaqnya dalam
menjalankan peran yang diskenariokan untuknya.
”Sesungguhnya Allah ‘Azza
wa Jalla berfirman di hari kiamat, ”Wahai anak Adam,
dulu Aku sakit tetapi engkau tidak menjenguk-Ku.” Manusia bertanya, ”Tuhanku, bagaimana kami dapat menjenguk-Mu sedangkan
Engkau adalah Tuhan alam semesta?”. Tuhan menjawab,
”Tidak tahukah engkau bahwa si fulan sakit, tetapi engkau tidak
menjenguknya? Tidak tahukah engkau jika engkau menjenguknya, engkau pasti dapati
Aku ada di sisinya.”
Tuhan berfirman lagi, ”Wahai anak Adam, dulu Aku minta makan kepada engkau tetapi
engkau tidak memberi Aku makan.” Manusia bertanya,
”Tuhanku, bagaimanakah aku dapat memberi-Mu makan sedangkan Engkau adalah
Tuhan alam semesta?”. Tuhan menjawab,” Tidak tahukah engkau bahwa hamba-Ku si
fulan meminta makan kepadamu dan engkau tidak memberinya makan? Tidak tahukah
engkau bahwa jika engkau memberinya makan, engkau pasti dapati ganjarannya ada
di sisi-Ku.”
Tuhan befirman, ”Wahai anak Adam, dulu Aku minta minum kepadamu dan engkau
tidak memberi-Ku minum.” Manusia bertanya, ”Tuhanku,
bagaimanakah aku dapat memberi-Mu minum sedangkan Engkau adalah Tuhan alam
semesta?” Tuhan berfirman, ”Hamba-Ku fulan meminta minum padamu dan engkau tidak
memberinya minum. Apakah engkau tidak tahu bahwa seandainya
engkau berikan ia minum engkau pasti dapati ganjarannya ada di
sisi-Ku.” ( HR. Muslim dari Abu Hurairah
ra)
Berarti menjenguk orang yang sakit pun
bermakna sampai kepada Gusti Allah, wushul. Begitu juga
memenuhi hajat mereka yang membutuhkan. Bukankah itu pengabdian kepada
Gusti Allah dengan cara menebar rahmat untuk semesta alam, memberi kemanfaat
yang lebih kepada sesama makhluk ?
Pasti ada yang tidak terima, masak iya sih wushul kok cuma
begitu saja ? He… he… he… memangnya mau yang seperti
apa lagi, kembali lagi ke pertanyaan mendasar, andai sudah sampai wushul seperti
sebagaimana yang dimaksudkan, terus kemudian mau apa ?
Selalu saja pertanyaannya sama, kalau sudah mau apa
?
Kanjeng Nabi Muhammad setelah wushul di Gua
Hira juga tetap berjuang, setelah wushul sewaktu mi’raj juga tetap
berjuang. Jadi yang terpenting bukan pada wushulnya
tetapi pasca wushulnya yaitu tetap istiqomah dalam berjuang menebar rahmat bagi
semesta alam.
TAK harus
meniru Sang Kalijaga yang melintasi sekat keragaman, TAK harus seperti Baginda
Khidir yang mengembara jaman, TAK harus menjadi Panglima Cheng Ho yang
menjelajah benua dan TAK harus menjadi siapa pun. SUNGGUH-SUNGGUH saja jadi diri sendiri.
Nek wis wushul arep
opo ?
:: Meresap [mencoba memahami & menginterpretasikan secara
umum] dawuh hikmah #5, KH. Imron Djamil, PP. Kyai Mojo, Jombang.