Home » » MUKASYAFAH, yang istimewa atau yang biasa ?

MUKASYAFAH, yang istimewa atau yang biasa ?

Written By BAGUS herwindro on Dec 13, 2012 | December 13, 2012

Sebagaimana yang telah sering disampaikan bahwa derajad tertinggi manusia adalah bukan menjadi istimewa melainkan menjadi biasa saja yaitu dengan merelakan dirinya menjadi hambanya atau abdinya Gusti Allah. Maka sebagai abdi, tugas utamanya adalah mengabdi kepada Gustinya baik secara khusus melalui ritual peribadahan mau pun secara umum melalui pengabdian pada perjuanagn hidupnya menebar kebaikan atau rahmat Gustinya kepada seluruh alam semesta.

Mengabdi, tidak bisa tidak harus dilandasi oleh akhlaq agar pengabdiannya tidak hanya benar tetapi juga pas, tepat atau sesuai. Bener lan pener. Akhlaq bukanlah ilmu, meski untuk menjadi akhlaq haruslah belakar ilmunya. Kalau sekedar ilmu jadinya hanya sebatas pengetahuan di akal saja dan belum serta tidak sampai terekspresikan secara otomatis dalam sikap, ucap dan perbuatan.

Ilmu yang telah menyatu tak perlu jeda waktu saat terungkap dalam prilaku. Itulah laku yang bukan lagi ilmu. Itulah air dari mata air tenangnya hati bukan dari riak ombaknya pikiran. Itulah akhlaq, menurut saya.

Manusia yang berakhlaq biasanya selalu peka perasaannya dengan melakukan kebaikan-kebaikan yang melebihi ukuran baik yang cukup dalam rangka pengabdiannya menebar rahmat bagi semesta alam. Dia akan selalu melakukan pemetaan akan hal-hal yang termungkinkan untuk bisa dipenuhi dan dipersiapkan terlebih dahulu sebelum dibutuhkan dan diminta.. Dia mempunyai kepekaan rasa dan tanggap serta cekatan dalam menyikapi keadaan, tidak hanya pada hal-hal besar atau bahkan rumit, namun justru dimulai dari hal-hal kecil yang kelihatannya remeh.

Menata sandal atau sepatu dengan arah ke luar sehingga memudahkan memakai saat seseorang keluar rumah atau masjid, itu adalah salah satu contoh. Memberikan nafkah keda keluarga sebelum diminta, itu juga salah satu contoh. Merapikan penampilan, menata dan merapikan area kerja supaya pelanggan nyaman berinteraksi, itu contoh lain. Mematikan lampu apabila tidak dipergunakan, mematikan kran air setelah cukup memakainya, membuang sampah pada tempatnya, mengisi shof terdepan dalam sebuah majelis dan seterusnya dan sebagainya. Semua itu adalah kepekaan akhlaq, mengabdi untuk memetakan, mempersiapkan dan memenuhi atau mengadakan segala sesuatunya sebelum dibutuhkan dan diminta, itulah mukasyafah dan itulah perjuangan.

Jadi tidak perlu mengartikan mukasyafah dengan kemampuan bisa melihat alam jin, alam malakut atau mengetahui lapisan-lapisan langit, sebab andai pun bisa seperti itu, pertanyaannya adalah : kalau sudah bisa terus mau apa ???

Peka dan sadar akan hal-hal remeh yang tampak mata, sederhana namun tak mudah, itulah mukasyafah.

:: Meresap [mencoba memahami & menginterpretasikan secara umum] dawuh hikmah #4, KH. Imron Djamil, PP. Kyai Mojo, Jombang.
Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

IG
@bagusherwindro

Facebook
https://web.facebook.com/masden.bagus

Fanspage
https://web.facebook.com/BAGUSherwindro

Telegram
@BAGUSherwindro

TelegramChannel
@denBAGUSotre

 
Support : den BAGUS | BAGUS Otre | BAGUS Waelah
Copyright © 2013. den Bagus - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger