Saya kira setiap
orang kalau mau melihat ke belakang sejak masa kanak-kanaknya pasti akan
mengakui bahwa tanggung jawabnya terhadap dirinya sendiri tidak dengan
sendirinya ada. Saat masih kecil kita semua pasti diarahkan oleh orang tua kita
masing-masing. Itu pun belum tentu pada masa dewasa tanggung jawab itu bertumbuh
dan berkembang apalagi berbuah dengan baik. MENGAPA DEMIKIAN ? Saya sendiri
tidak mengetahui secara persis, tetapi kira-kira mungkin karena diri kita
masing-masing tidak pernah mengalami perjuangan, kesakitan dan pertaruhan nyawa
atas kelahiran diri kita masing-masing. Itulah maka tanggung jawab masing-masing
orang kurang terhadap dirinya sendiri, dia selalu memerlukan teman, bimbingan,
arahan dan motivasi untuk hidupnya. Ayah kita yang tahu dan mendampingi proses
kelahiran kita mulai awal hingga lahir ke dunia tentunya tanggung jawabnya
terhadap kehidupan kita lebih besar bila dibandingkan tanggung jawab kita
terhadap diri kita sendiri.
Namun karena ibulah
yang semenjak awal merasakan secara langsung tanpa bisa diwakili tentang
beratnya, sulitnya dan sakitnya proses kelahiran kita di dunia, maka tanggung
jawabnya terhadap kehidupan kita menempati urutan teratas, tak bisa
diperbandingkan dan disebandingkan dengan tanggung jawab ayah kita terhadap
kehidupan kita dan apalagi tanggung jawab diri kita terhadap kehidupan kita
sendiri. Seorang ibu mesti terus menerus memikirkan anaknya, merasa bertanggung
jawab terhadap anaknya dan senantiasa selalu berkeinginan meringankan beban
anaknya walau sang anak sudah memasuki usia dewasa bahkan sudah berkeluarga
sekalipun.
Cinta, kasih sayang
dan tanggung jawab seorang ibu terhadap anaknya seberapa pun besarnya itu,
sungguh jangan pernah diperbandingkan dan jangan pernah disebandingkan dengan
cinta, kasih sayang dan tanggung jawab Kanjeng Nabi Muhammad kepada kita semua
ummatnya, tidak hanya dalam skala dunia namun juga dalami skala akhirat. Seluruh
ummat sejak masa kehidupan BELIAU sampai dengan datangnya hari akhir kelak,
sungguh selalau berada dalam cinta, kasih sayang dan tanggung jawab
BELIAU.
Hatinya sungguh
lembut dan halus hingga tak ada satu pun makhluk yang tak tertembus oleh cinta
dan kasih sayangnya. Penderitaan ummat adalah deritanya. Cintanya menyantuni dan
kasih sayangnya menyelamatkan. BELIAU sungguh menginginkan semua ummatnya
selamat imannya di hadapan Gusti Allah. Sampai saat BELIAU hendak meninggal pun
yang diingat dan diprihatinkan adalah ummatnya. Sungguh pemimpin mana yang bisa
dan memiliki kesanggupan seperti itu. Syafaatnya selalu mendampingi ummatnya
sejak masa kehidupan ini sampai nanti di hari penentuan.
Begitu cintanya,
begitu welas asihnya dan begitu mulia akhlaqnya, sampai mengucap yang tidak baik
kepada ummatnya pun dihindari.
Coba perhatikan yang
ini…
Kanjeng Nabi Muhammad
pernah dawuh : “Seluruh
umatku akan masuk surga, kecuali yang enggan.” Maka dikatakan: “Wahai
Rasulullah, siapa yang enggan?” Beliau menjawab: “Barang siapa yang menaatiku
maka dia pasti masuk surga, sedangkan barang siapa yang mendurhakaiku maka
sungguh dia telah enggan (masuk surga).
::
Mungkin logika kita mengatakan bahwa yang enggan itu berarti masuk neraka, namun
lihatlah bahwa tak ada kata NERAKA, berhenti di kata enggan. Ucapan BELIAU
adalah doa, hingga berkata yang bermakna tidak baik pun
dihindari.
Saya
meyakini bahwa masih dan selalu ada syafaat di balik mereka yang enggan. Jadi
semua ummat terjebak dalam RAHMATnya Gusti Allah.
Alhamdulillah,
bersyukurlah mereka yang mempunyai Guru Mulia yang berakhlaq sebagaimana
akhlaqnya Kanjeng Nabi, yang haq mewarisi nur nubuwah, sebab pasti tak ada yang
dikatakan dan tak ada pula yang diperintahkan kecuali untuk kebaikan ummat dalam
rangka melaksanakan petunjuknya Gusti Allah. Pasti pula kalau ada balak,
Beliaulah yang terlebih dahulu menanggungnya agar tak terlalu memberatkan ummat
karena cinta dan welas asihnya. Maka insya Allah yang mau taat pasti mendapat
rahmat, namun yang enggan tak sampai kualat.
Masihkah
menyiakan ?