Jum'at siang kemarin setelah
transfer untuk dharma SA78 di Mandiri Mulyosari, rencana untuk segera kembali
ke tempat kerja sedikit tertunda karena tertahan di area parkir. Saat mau menstarter motor, tiba-tiba saja didatangi dari arah
belakang, dua perempuan muda yang tanpa memberi kesempatan menghindar langsung
berbicara terus panjang lebar.
Dia mengatakan sedang training. Memberiku brosur pameran produk yang ditawarkannya dan terus berbicara tanpa jeda.
Awalnya dia memberi barang yang dipasarkannya kepadaku yang katanya gratis karena untuk contoh [pikiranku bilang tak mungkin, pasti ada udang di balik rempeyek]. Intinya harga normal 1,2 sedangkan harga pameran 700 [wuikz larange]. Diterangkannya manfaat dari barang yang ditawarkannya, sebuah kalung pendant dengan pancaran far infra red [ah kalau cuman gitu bisa buat sendiri aku, dari koin pun jadi, bahkan insya Allah lebih sip, baca juga : antara ada dan tiada]. Karena contoh, maka diberikannya kepadaku gratis tetapi dimintai ganti ongkos transpor 200 [tuh kan... gratis kok disuruh bayar].
"Maaf ya mBak, duit di dompetku cuman lima puluh ribu [asli skeet ewu tok]. Terima kasih, semoga lulus trainingnya."
Yang di atas tidak penting, yang penting adalah dia panggil aku OM. Lha memangnya aku sudah kelihatan tua ya ? Kok gak panggil MAS ? Padahal paling usianya ya seangkatan lah... angkatannya bapaknya dia maksudnya he... he... he...
----------
Ada dua hal yang langsung berkecamuk di pikiran dan rasaku.
Pertama.
Kedua.
Ya sudah iu saja.
Dia mengatakan sedang training. Memberiku brosur pameran produk yang ditawarkannya dan terus berbicara tanpa jeda.
Awalnya dia memberi barang yang dipasarkannya kepadaku yang katanya gratis karena untuk contoh [pikiranku bilang tak mungkin, pasti ada udang di balik rempeyek]. Intinya harga normal 1,2 sedangkan harga pameran 700 [wuikz larange]. Diterangkannya manfaat dari barang yang ditawarkannya, sebuah kalung pendant dengan pancaran far infra red [ah kalau cuman gitu bisa buat sendiri aku, dari koin pun jadi, bahkan insya Allah lebih sip, baca juga : antara ada dan tiada]. Karena contoh, maka diberikannya kepadaku gratis tetapi dimintai ganti ongkos transpor 200 [tuh kan... gratis kok disuruh bayar].
"Maaf ya mBak, duit di dompetku cuman lima puluh ribu [asli skeet ewu tok]. Terima kasih, semoga lulus trainingnya."
Yang di atas tidak penting, yang penting adalah dia panggil aku OM. Lha memangnya aku sudah kelihatan tua ya ? Kok gak panggil MAS ? Padahal paling usianya ya seangkatan lah... angkatannya bapaknya dia maksudnya he... he... he...
----------
Ada dua hal yang langsung berkecamuk di pikiran dan rasaku.
Pertama.
Kedua.
Ya sudah iu saja.
He...he...he... Begini saudara, pertama saya jadi ingat anak perempuan saya.
Tepa slira, andai dia anak perempuan saya, pasti saya akan tidak tega melihatnya bekerja seperti itu, harus berpanas-panas ria menawarkan pada setiap orang yang ditemui. Kasihan, yang didapat ya hanya dari komisi penjualan itu saja tanpa ada yang lain-lain. Tugas seperti itu tentunya perlu mental yang kuat, tidak takut dan tidak boleh trauma oleh penolakan, tetap menerima serta mencintai diri apa adanya. Salut untuk mereka yang berani mengambil tantangan itu. Semoga dua perempuan muda itu dan juga yang lainnya dikuatkan untuk menjemput menjemput bagian rejekinya.
Kedua, dari semua produksi barang atau jasa memang ujung tombaknya adalah penjualan dan itu akan dilakukan dengan segala macam cara, baik dengan cara biasa, halus maupun kasar.
Kebanyakan dari kita sering membeli sesuatu bukan karena perlu tetapi karena ingin. Coba saja kalau di toko swalayan, meski biasanya sudah memegang daftar barang yang akan dibeli, biasanya ada saja barang yang dibeli meski tidak ada dalam daftar rencana pembelian. Melihat kemudian ingin dengan mencari-cari alasan bahwa memang perlu barang itu dan akhirnya berujung pada pembelian barang tersebut.
Begitu pun dengan penjualan yang langsung ditawarkan oleh para wiraniaganya, biasanya eksekusi pembelian juga langsung di tempat itu dan tak jarang berujung penyesalan. Maka di sinilah pentingnya kontrol diri yang kuat, ketegasan dan kejujuran pada diri sendiri agar tidak tersihir oleh kata-kata atau bentuk rupa yang menggoda.
Kalau pun membeli meski tidak memerlukan, alangkah baiknya jika diniatkan berbagi rejeki dengan dia yang menawarkan barangnya. Lebih baik lagi kalau mau menyengaja beli dagangan dari mereka yang tak pernah dianggap, bapak tua pejaja bengkoang di tepi jalan, bapak tua penjual kerupuk samiler yang berjalan tiada jeda, ibu tua penjual gulali di emperan depan sekolah, anak-anak kecil panjaja koran di perempatan jalan raya dan sebagainya. Mereka itu tidak pernah meminta dengan berpangku tangan, mereka tak pandai berkata-kata dengan kalimat indah, tak pula pandai berhias diri agar tampil menawan, namun mereka selalu setia menjalani hidupnya dengan tetap berjuang untuk mempertahankan hidupnya meski dalam segala keterbatasan.
Semoga semua diberi hati yang terang agar tetap jernih memandang semesta.