Disain alam semesta ini ternyata serupa atau memiliki pola yang sama di
semua skala, dari yang terkecil sampai dengan yang terbesar, meski kecil dan besar itu sendiri juga tak terbatas ukurannya. Itulah yang disebut dengan Fractal. Di
antaranya adalah adanya pola bilangan yaitu dalam deret ukur Fibonacci, yang nantinya
akan keluar suatu nilai yang disebut dengan Golden Ratio atau Phi.
Nilai itu selalu ditemui dalam struktur benda-benda di alam semesta. Panjenengan bisa memperdalam sendiri tentunya, cari tau saja sama eyang Google saya jamin gak bakalan dikenai "mahar" sampai jutaan, beda kalau Panjenengan tanya pada eyang-eyang yang lain apalagi kalau tanyanya pada ustad.
----------
Dari universe yang
belum diketahui ketakterhinggannya sampai level
yang sementara ini terkecil yaitu quark, keseluruhannya selalu ada orbitasi, yaitu peputaran sesuatu mengelilingi sesuatu yang menjadi intinya.
Ada
matahari bumi bulan. Ada elektron proton neutron. Karena orbitasi itulah sesuatu yang tak ada menjadi "ada" karena ada kekuatan yang mengikatnya dalam sebuah orbitasi.
Andai ada satelit di angkasa sana yang karena suatu sebab kehilangan orientasi terhadap orbit yang telah ditetapkan terhadap bumi, tentunya satelit itu akan terlepas dan terlempar keluar dari orbit bumi. Ia akan melayang tak tentu arah, dengan energi yang semakin melemah dan tentunya akan mempercepat musnahnya wujudnya karena terbakar akibat gesekan di angkasa luar sana. Satelit itu akan menjadi sendiri, asing dan terlunta-lunta di luar angkasa, tak tentu arah mana yang dituju untuk mendarat kembali.
Saya
kira manusia pun mungkin seperti itu. Bisakah mengandalkan diri sendiri, saya kira tidak. Bahkan yang bersifat ragawi saja manusia tak mungkin untuk benar-benar sendiri, apalagi yang bersifat ruhani. Manusia perlu mencari pusat orbitnya sendiri-sendiri, setelah menemukan baru mengorbit dalam irama yang sama dengan anggota orbit yang lain, itulah
mungkin yang dimaksud jama'ah, bersinergi memunculkan energi yang luar biasa baik secara personal bagi masing-masing anggota orbit itu sendiri maupun secara berkelompok untuk keseluruhan orbit itu dan tentunya saya yakin energi yang terbentuk juga akan menyebar dan meluas di luar orbit. Mungkin karena itulah kenapa disimbolkan bahwa shalat berjama'ah itu lebih baik 27
level.
Saya
berpikir bahwa alangkah dahsyat energi yang terbentuk dari orbit kecil yang kemudian orbit kecil itu mengorbit pada pusat orbit yang lebih besar, kemudian orbitasi yang lebih besar ini mengorbit pula pada pusat orbit yang lebih besar lagi dan demikian seterusnya. Maka orbit-orbit
kecil ini harus berjarak dan terletak dalam sebaran yang luas. Ibarat gedung bertingkat, orbit-orbit
kecil ini adalah tiang penyangganya, yang tentunya tidak akan efektif menopang beban di atasnya jika terkumpul di satu titik saja. Berarti jarak itu penting, bagai mengatur irama agar terjadi keselarasan nada hingga tercipta harmoni yang indah.
Perlu
sebuah kesadaran bagi manusia untuk masuk ke dalam sebuah orbit, bukan keterpaksaan. Menjadi anggota orbit pun perlu keseriusan atau komitmen untuk hadir di dalam orbit itu sendiri, secara periodik dengan kesadaran sendiri. Bukan hanya kehadiran dalam orbit, namun saya kira memang harus ada sesuatu yang merupakan pengikat bahwa anggota orbit itu tetap mengorbit walau kadang tidak bisa hadir dan bersama mengorbit mengalir sesuai linbtasan orbit yang telah ditentukan.
-----------
Bukan tentang apa-apa, hanya sedang mengamati pikiran yang ternyata sedang mengamati batasan jarak [sebaran rahmat], rutinan-khususiyah-selapanan [periodik], tawasul [pusat/inti orbitasi], dharma [komitmen mengorbit], penyangga [balak],
syafaat [energi orbit], mata rantai atau silsilah [otentitas / orisinalitas pusat orbitasi] dan rahmat [ketersebaran energi orbit].
Tentu saja sebagaimana biasa, itu semua jareku, kira-kira beginu, entah kalau Panjenengan.