Cerita kehidupan begitu banyak ragamnya dan semuanya merupakan cerminan untuk belajar darinya. Begitu juga dengan tokoh saya yang satu ini. Dia, waktu saya bertemu dengannya sudah berusia sekitar 60-an tahun. Awal mula,
saya tidak mengenalnya, tetapi dia mendapat nomor saya dari seorang teman, kemudian dia menghubungi saya dan meminta saya datang ke rumahnya.
Singkat cerita, dia kondisinya sedang sakit, sudah berobat sekian lama belum juga membaik, padahal ternyata bahwa dia selama ini mempunyai apa yang dikatakan orang sebagai “daya linuwih” dan selama ini pula banyak berpraktek sebagai seorang “penyembuh”. Tempat-tempat
wingit yang
sering didatangi dua presiden pertama kita untuk mesu raga juga
sudah pernah dijelajahi. Bahkan terakhir dia diangkat anak oleh salah satu tokoh mistis yang melegenda.
Nah, lalu kenapa saat usia memasuki senja, dia malah sakit dan tak kunjung sembuh meski sudah berobat ke sana ke mari, bahkan masih minta tolong ke orang lain itu pun orang lain juga sangat sulit untuk membantu kesembuhannya
???
Ternyata setelah saya
“diagnosa”, kekeliruannya
adalah pada metoda pengobatan yang sering dilakukannya di masa sebelumnya. Dia kalau melakukan pengobatan itu cepat sekali terjadi kesembuhan, bahkan dalam hitungan menit, seakan-akan cuma ditunjuk begitu saja sambil disabda: “sembuh !”, maka sembuhlah pasiennya apa pun penyakitnya. Menurut analisa saya, di situlah letak kekeliruannya. Kok ?
Kira-kira begini, bahwa sakit itu salah satunya adalah dalam rangka mengangsur hutang kepada Gusti Allah. Hutang apa ?
Ya hutang taat, sebab tak taat implikasinya bisa luas sekali. Jadi sakit
itu sebenarnya salah satu bentuk kasih sayangnya Gusti Allah, agar kita tidak terlalu menumpuk hutang yang banyak saat menghadapNYA kelak. Sakit itu penggugur dosa, selama sakit, selama itu pulalah dosa-dosa akan digugurkan satu persatu. Lha kalau penyembuhannya model “sabda” seperti saya ceritakan di atas, memang kelihatannya “hebat” seketika sembuh, tetapi hal itu berarti memutus aliran kasih sayang Gusti Allah kepada si sakit. Memaksakan kesembuhan, si sakit sembuh dan kembali sehat, tetapi belum tentu kesembuhan dan kesehatannya akan memabawa barokah. Di sisi yang lain si “penyembuh” saat melakukan penghusadaan dengan “sabda” yang belum tentu haq, saat itu baik dia mengetahui atau pun tidak, dia akan menerima limpahan sisa hutang yang semestinya masih harus dijalani si sakit selama sakitnya. Saat masih muda usia ketika fisik masih kuat, belumlah terasa efeknya bagi dia si “penyembuh”, namun saat usia beranjak senja di kala tubuh mulai renta dan fisik gampang terusik, barulah semua itu akan terasa. Hutang-hutang yang menumpuk mulai menagih janjinya. Itulah yang terjadi. Alam semesta dengan ketentuanNYA selalu mencari keseimbangan, cepat atau lambat, terlihat atau tidak, di segala hal, di setiap interaksi, PASTI.
Siapa memberi pasti akan menerima kembali, siapa berhutang pasti akan dituntut melunasi, siapa menanam pasti akan mengunduh, siapa menabur pasti menuai, siapa melayani pasti akan dilayani dan begitu seterusnya. Sehingga kalau tokoh saya kali ini sakitnya berkepanjangan, saya kira memang sebuah kewajaran bagi dia yang memang sudah waktunya menjalani proses keseimbangan kealamsemestaan.
Jadi kira-kira lebih baik bagi kita untuk melakukan upaya preventif dengan menjaga
kesehatan hati, agar
jiwa kita sehat, pikiran kita sehat, prilaku kita sehat, interaki sosial kita sehat, interaksi ekonomi kita sehat agar rejeki kita pun sehat, sehingga makanan yang masuk ke tubuh pun sehat. Kalau nanti sakit, terima saja sebagai sebuah kewajaran, memang waktunya sakit, tetapi yakinilah bahwa sakit setelah kita berupaya preventif seperti itu, merupakan sakit yang penuh dengan kasih sayangnya Gusti Allah. Sakit yang menjadi ujian kesabaran dalam menjalaninya, sakit yang merupakan ujian kerelaan dalam menerimanya dan sakit yang menjadi ujian pengikhtiar kita dalam mengusahakan obat untuk kesembuhannya. Kesembuhan yang
terbaik bagi diri kita, bukan kesembuhan yang dipaksakan.
Ilmu kita
sangat-sangat terbatas dan pengetahuan kita tidak akan mungkin menjangkau semua variabel kehidupan, hingga yang kita anggap terbaik bagi diri kita belum tentu yang paling baik menurut ketentuan Gusti Allah, jadi jangan membatasi karuniaNYA. Maka mohonlah kepada Gusti Allah apa yang kita anggap paling baik bagi kita atau yang lebih baik dari itu menurut Gusti Allah.
Semoga Gusti Allah memeneri kesembuhan bagi kita dari semua penyakit dan rasa sakit yang ada dalam diri kita, baik yang lahir maupun yang batin, baik yang fisik maupun yang phsikis, baik yang wujud maupun yang ghoib. Semoga diberi kesembuhan yang HAQ, yang
tidak mendatangkan penyakit sesudahnya dan semoga Gusti Allah juga mengkaruniakan kesehatan yang
terbaik bagi diri kita dari sisi-NYA. Aamiin.