Home » , » Masih JAUH

Masih JAUH

Written By BAGUS herwindro on Mar 4, 2012 | March 04, 2012


Selasa pagi kemarin, ada telpon masuk dari seorang sahabat, mengabarkan seorang kawan lama telah tiba saatnya memenuhi panggilan Gusti Allah menghadap kembali padanya. Ah… berita kematian selalu saja mengejutkan, baru sekitar empat bulan yang lalu bersua dengannya di sebuah kantin di belakang tenpatnya berdinas. Kawan tersebut meninggal karena sakit yang menjadi jalarannya. Jam sepuluh malam berangkat ke rumah sakit, jam dua dini hari meninggal. Sebuah masa yang singkat.

Berapa banyak berita kematian yang sudah saya dengar, baik keluarga maupun kawan dan di antaranya ada satu kawan yang saya menunggui secara langsung saat sakaratul maut. Dari situlah saya baru mengetahui tanda-tanda seseorang saat menghadapi sakaratul maut, karena ada pengalaman dari kawan yang lain yang juga pernah menunggui saat-saat seperti itu.

Itu semua, diam-diam menyisakan sebuah kengerian bagi saya pribadi. Betapa waktu yang dianugerahkan Gusti Allah rasanya dan memang kenyataannya banyak terbuang sia-sia tanpa terisi hal-hal yang berarti pengabdian padaNya. Ngeri. Dari kengerian yang membayang itulah saya bias menakar diri saya sendiri, bahwa saya masih sangat jauh sekali dari apa yang namanya CINTA pada SANG MAHA CINTA yaitu Gusti Allah. Sebab mereka yang Cinta ALLAH tak pernah galau dalam menghadapi sebuah kematian, bahkan sangat merindukan kematian, sebab kematian merupakan gerbang nyata sebuah pertemuan agung dengan yang DICINTA. Kematian merupakan gerbang kebebasan dari penjara duniawi. Mereka yang meniatkan hidupnya untuk mengabdi pada Gusti Allah tak pernah menganggap bahwa ibadah itu cuma shalat atau dzikir atau puasa saja, sebab keseluruhan hidupnya adalah ibadah, sehingga andai ada kabar tentang batas umurnya niscaya dia tidak akan menghentikan kegiatan yang sedang dilakukannya dan beralih melakukan shalat misalnya. Apa pun yang dilakukan adalah ibadahnya. Mereka yang Cinta ALLAH pastinya akan haqqul yaqin pada jaminan Allah, tak akan cemas apa dan bagaimananya setelah ajal menjemput. Sekali lagi masih sangat jauh bagi saya. Saya masih sangat sering lupa untuk meniatkan bahwa hidup ini ibadah dan pastinya masih belum yaqin sama Gusti Allah, pasti masih mikir bagaimana dengan keluarga saya saat mungkin tiba-tiba ajal menjelang, sedangkan saya single fighter – tulang punggung keluarga dengan anak-anak yang masih kecil.

Tetapi Alhamdulillah, ternyata benar bahwa kita harus banyak-banyak mengingat mati agar hati kita tidak keras, agar paling tidak ada perubahan kesadaran ke arah yang lebih baik.

Gara-gara itu juga kemarin saya langsung menuliskan segala sesuatu yang berkaitan dengan data saya yang di dalamnya ada password / pin-nya, memberitahukan kepada istri tentang apa dan bagaimananya hinga sebisa mungkin tidak ada rahasia, siapa tahu usia saya tidak lama lagi. Saya tuliskan nomor rekening saya meski tak ada isinya, 142-00-0458409-9 dan 3890454088, berikut PIN, user ID internent banking dan passswordnya serta PIN tokennya. Alamat e-Mail dan passwordnya, facebook dan hal-hal penting lainnya yang bisa diteruskannya sendiri nanti. Agar tak ada rahasia, silahkan dibuka kalau mau he… he… he…

Dari salah seorang Guru Mulia pula dalam kisaran waktu itu mendapat sebuah pemahaman baru yang bagi saya prinsip tapi sederhana dalam penyampaiannya sebagai tolak ukur untuk menakar diri saya sendiri.

Tuhan semesta alam itu ya hanya Gusti Allah, semua makhluk adalah hambanya, pun demikian dengan kita manusia. Manusia adalah abdinya Gusti Allah. Sebagi abdi, adabnya adalah melayani tuannya. Maka orientasi utama dalam hidup adalah melayani Gusti Allah, bukan yang lain. Itulah parameternya.

Segala aktivitas keseharian, semestinya dengan koridor niat pelayanan kepada Gusti Allah, mempersembahkan apa pun yang kita lakukan untuk Gusti Allah. Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat, menurut saya yang paling bermanfaat adalah mereka yang dapat paling banyak melayani manusia lain, melayani makhluk lain apa pun itu serta siapa pun itu. Pelayanan kepada manusia lain dalam rangka melaksanakan kehendaknya Gusti Allah, melayani gusti Allah dengan sebesar-besarnya bermanfaat dan membawa rahmat bagi seluruh alam.

Melayani Gusti Allah itu bisa mengejawantah dalam pelayanan sepenuh kita kepada istri/suami, anak dan keluarga karena itu yang diamanahkan kepada kita. Bisa juga mengejawantah dalam pelayanan dengan kesungguhan kepada para pelanggan kita atau bisa jadi dalam pelayanan kita kepada mereka yang datang meminta bantuan kita papaun itu bentuknya. Dan seterusnya dan sebagainya.

Jadi andai seorang manusia kemudian banyak beribadah ini itu tetapi dengan ibadahnya itu dia ingin agar proyeknya lancar, agar sakitnya sembuh, agar dapat kenikmatan surga dan sebagainya, berarti dia, meski kelihatannya beribadah, ibadahnya bukan karena melayani Gusti Allah tapi hakikinya ibadahnya adalah untuk melayani dirinya sendiri. Nah… berarti tidak mengidentikkan diri sebagai hambanya Gusti Allah, tapi hambanya diri sendiri. Itulah nafsu, selalu minta dilayani, selalu melayani dirinya sendiri.

Masya Allah, kalau direnungkan sungguh implikasi dalam kehidupan ini sungguh luas. Kembali lagi kata kuncinya ada di niat, di kesadaran dan di orientasi pelayanan.


Semoga saya dan Panjenengan semua diteguhkan untuk menyongsong kematian dengan serius dan sungguh-sungguh dalam arti dengan penuh kerelaan dan suka cita, bukan dengan terpaksa atau pun nelangsa. SEMOGA.
Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

IG
@bagusherwindro

Facebook
https://web.facebook.com/masden.bagus

Fanspage
https://web.facebook.com/BAGUSherwindro

Telegram
@BAGUSherwindro

TelegramChannel
@denBAGUSotre

 
Support : den BAGUS | BAGUS Otre | BAGUS Waelah
Copyright © 2013. den Bagus - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger