Ini menyangkut hubungan kita dengan orang lain, entah itu suami, istri, anak, orang tua, saudara, tetangga, rekan kerja, relasi, teman atau apa pun juga namanya. Terkadang memang tidak bisa lepas dari suatu konflik apa pun penyebab konflik itu. Satu hal yang biasa terjadi dalam suatu konflik adalah masing-masing pihak yang berkonflik selalu memandang konflik tersebut dari sudut pandang dirinya sendiri, jarang atau bahkan tidak pernah konflik itu dipandang dari sudut pandang pihak lain di dalam konflik yang terjadi atau bahkan dilihat dari sudut pandang pihak yang berada di luar konflik. Tentu saja dari sudut pandang diri sendiri, semua pihak di luar diri kita adalah salah, hanya kita yang benar.
Menurut pengalaman pribadi satu hal yang pasti dirasakan dalam suatu konflik adalah munculnya rasa mangkel atau jengkel yang intensitas kejengkelan itu bervariasi sesuai konfliknya. Nah kalau kita tidak bisa mengeliminasi kejengkelan itu, pada akhirnya kita juga yang rugi. Pertama, karena kita memelihara rasa jengkel maka mood kita biasanya jelek sehingga energi kita cepat terkuras alias stamina cepat turun. Kedua, dalam kejengkelan maka hubungan kita dengan pihak yang berkonflik dengan kita tidak akan enak sehingga timbul berbagai persaan lain yang menghambat produktivitas keseharian kita seperti rasa rikuh, gengsi bahkan mungkin mengharapkan sesuatu yang negatif terjadi padanya. Ketiga, apabila kejengkelan itu tidak kunjung lenyap bahkan terpendam maka kemungkinan besar akan akan timbul suatu gejala psikosomatis.
Nah, kalau tidak ingin seperti itu caranya gampang sekali, dalam wilayah akal yaitu dengan mengubah sudut pandang kita dan ini memerlukan sedikit visualisasi :
Pertama lihatlah konflik itu dari sudut pandang kita sendiri.
Kedua lihatlah konflik itu dari sudut pandang pihak lain yang berkonflik dengan kita.
Ketiga lihatlah konflik itu dari sudut pandang pihak lain di luar konflik kita.
Cari sendiri bagaimana aplikasi nyatanya, berikut ini hanya sebuah contoh sederhana yang biasa saya lakukan. Dalam dunia kerja misalnya, biasanya ada saja rekan kerja yang agak aneh (mungkin itu diri kita sendiri ?) yang sukanya cuci tangan dengan arti dalam melaksanakan tanggung jawabnya hanya cari amannya sehingga selalu bersih dan rekan kerja lain yang dipersalahkan oleh pimpinan. Atau bisa juga orang aneh ini sukanya menjilat atasan dan mejegal sesama rekan. Bisa juga orang aneh ini memnfaatkan tanggung jawab yang dipegangnya untuk mengeruk keuntungan pribadi, atau juga dalam bentuk yang lain. Kalau ada yang seperti itu pasti jengkel banget kan ? Terus bagaimana langkahnya menghilangkan kejengkelan itu ?
Pertama, lihat dari sudut pandang kita sendiri, apa yang kita pikirkan tentang kejelekan orang itu lepaskan saja, prasangka apa pun tidak usah ditutupi, pikiran apa pun keluarkan saja.
Kalau sudah puas baru melangkah ke yang kedua, lihat dari sudut pandang orang yang membuat kita jengkel seakan-akan kita menjadi orang tersebut. Coba rasakan dengan alasan apa dia bersikap seperti itu. Mungkin saja kita bisa merasakan kalau dia bersikap seperti itu karena keinginannya yang berlebihan untuk bisa menyenangkan anak istri, atau karena dia dalam kondisi sulit ada keluarganya yang sakit, atau juga alasan-alasan lain yang mungkin bisa kita temukan.
Ketiga, keluarlah dari dirimu dan dari orang lain itu untuk melihat dari sudut pandang di luar yang berkonflik dalam menilai konflik yang terjadi dan coba dirasakan bagaimana sebaiknya diri kita bersikap dan bagaimana dia bersikap menurut sudut pandang di luar dia dan kita. Misalnya setelah kita coba dari sudut pandang pihak ketiga, rasanya kita disarankan untuk cuek saja yang penting laksanakan tugas dan tanggung jawab kita dengan sebaik-baiknya dengan data-data yang kuat sebagai argumen, kalau dia mau ini itu ya biarkan saja tidak usah dihiraukan, bersikap biasa saja. Nah, pasti kalau itu kita lakukan kita akan menemukan suatu kesadaran baru dan begitu kita mau mengubah sikap dan cara pandang kita, maka biasanya dia yang berkonflik dengan kita pun rasanya juga akan berubah tidak senegatif sebelumnya sebagaimana kita rasakan. Silahkan dicoba.
Dalam wilayah hati, semestinya yang sudah terlatih hatinya tidak memerlukan tiga langkah seperti yang tertulis di bagian sebelumnya karena semakin lama hati terlatih maka kemarahan dan kejengkelan itu akan semakin cepat sirna bahkan malah berganti dengan rasa kasihan. Kok bisa ? Ya bisa saja, kalau memang Allah menolong kita untuk bisa seperti itu, tiba-tiba saja rasa marahan itu lenyap, tiba-tiba saja rasa jengkel itu hilang dan tiba-tiba saja kita merasa sayang kepadanya sehingga rasa kasihan pun muncul teriring doa kebaikan untuknya. Nah, untuk wilayah hati ini, minimal ada tiga langkah juga yang bisa saya serap dari apa yang diajarkan Syekh Luqman dan insya Allah juga selalu saya latih untuk mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu :
Pertama, ISTIGHFAR/TAUBAT, karena boleh jadi konflik yang kita hadapi apa pun itu mungkin merupakan peringatan dari Allah karena hubungan kita dengan ALLAH masih jauh, banyak errornya, banyak lupanya, kurang bersyukur de el el. Jadi jangan salahkan dulu siapa pun, tapi salahkan/intrsopeksi/muhasabah diri kita dulu.
Kedua, MAAFKAN DIA/MEREKA, kita harus rela dan memaafkan siapa pun yang ada dalam lingkar konflik kita, karena kita sendiri bukan sosok yang sempurna, kenapa kita selalu menuntut orang lain sempurna sesuai persepsi dan keinginan kita ? Jadi maafkanlah dengan tulus.
Ketiga, MOHONKAN AMPUNAN UNTUK DIA/MEREKA, mohonkan ampunan untuk dia/mereka yang terlibat dalam lingkar konflik kita. Kalau pun ada kesalahan mereka, dengan diampuni Allah, insya Allah cahaya hidayahNYA dapat dia/mereka terima, sehingga segalanya akan berubah menjadi lebih baik.
Kalau minimal kita bisa seperti itu, insya Allah, apa pun konflik yang terjadi akan menjadi bukan masalah bagi diri kita.