Syahdan di suatu hari Tuhan berkata pada malaikat, “Hai malaikat, tidakkah kau tahu bahwa hambaKu setiap hari selalu mencariku tetapi bukan untuk mengenalKu melainkan karena Aku dipaksa-paksa dan diatur-atur mereka untuk memenuhi hajat hidupnya. Di dalam hati mereka selalu bunyi : semoga ini semoga itu, sesuai dengan selera mereka. Bahkan ada yang menggedor-gedor pintuKu memaksaKu unutuk mengabulkan doanya, yang lebih parah ada yang menggugat kemahaanKu karena keinginan mereka tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.”
“Terus bagaimana ya Tuhan ?”
“Aku ingin bersembunyi malaikatKu, tapi aku bingung akan kemana bersembunyi di mana ?”
“Bersembunyi saja di gunung yang tertinggi, pasti hambaMu tidak akan bisa menemukanMu.”
“Itu dulu malaikat, sekarang teknologi mereka sudah bisa mencapai puncak gunung yang paling tinggi sekalipun.”
“Kalau begitu Engku bersembunyi saja di dasar laut yang terdalam, pasti hambaMu tidak akan bisa menemukanMu.”
“Itu juga dulu malaikat, sekarang teknologi mereka sudah bisa mencapai dasar laut yang paling dalam sekalipun.”
“Kalau masih ketahuan, bersembunyi sajalah di Bulan jangan di Bumi, pasti di tempat yang ini hambaMu tidak akan bisa menemukanMu.”
“Itu juga dulu malaikat, sekarang teknologi mereka sudah bisa mencapai Bulan.”
“Saya yakin di tempat yang satu ini mereka tidak bisa menemukanmu.”
“Di mana itu malaikatKu ?”
“Ya... di hati hambaMu sendiri Tuhanku.”
“Aha.. kurasa engkau benar MalaikatKu, Aku akan bersembunyi di dalam hati hambaKu, niscaya akan jarang sekali yang bisa menemukanKu. Karena biasanya mereka mencariKu di luar diri mereka.”
Itulah sepenggal kisah berhikmah yang dituturkan oleh salah satu jamaah masjid dekat rumah, masjid Al Iman di Sutorejo Surabaya, ketika bertugas memberikan kultum di hari terakhir Ramadhan kemarin. Silakan dicari sendiri hikmahnya, silahkan dilihat sendiri posisi diri kita masing-masing dari kisah berhikmah tersebut.