Salah satu ciri dari mursyid kamil dan mukammil yang saya ketahui adalah sama sekali tidak memberatkan murid-muridnya, amalan yang diberikan pun pasti pas sesuai dengan volume ruhani masing-masing murid. Para murid bebas untuk menjadi apa saja, bebas memiliki apa saja dalam masing-masing kondisi yang Allah takdirkan untuk mereka, tetapi dalam kondisi tersebut mereka pun pasti juga bisa menemukan jalan menuju Allah. Hal itulah yang menurut saya merupakan salah satu kekhususan dari Tarekat Syadziliyah.
Syaikh Abdul Djalil Mustaqim sebagaimana yang saya kutip di blog sebelah fayzabdullah.blogspot.com pernah dawuh bahwa mengamalkan tarekat sebagai seorang sufi bukan hanya memegang tasbeh, berdzikir di masjid, atau melakukan zawiyah/uzlah tanpa mempedulikan kehidupan duniawi dan kepentingan masyarakat. Menurut Beliau, salat 5 waktu dengan disiplin, mencari nafkah dengan jujur, menuntut ilmu dengan bersungguh-sungguh, merupakan kehidupan bertarekat. Tetapi itu semua jangan sampai menyebabkan kita melupakan Allah SWT. Tidak ada larangan berbisnis bagi pengikut tarekat. Bisnis tidak menghalangi seseorang untuk masuk surga, sebab ada berjuta jalan menuju Allah.
Syaikh Abu al-Abbas al-Mursi juga pernah dawuh kepada Syaikh Ibnu Athaillah : "Jika kau berteman dengan seorang pedagang, jangan berkata kepadanya : ‘Tinggalkan daganganmu dan kemarilah !' Juga jangan berkata kepada seorang pckerja : 'Tinggalkan pekerjaanmu dan kemarilah !' Dan jangan berkata kepada pelajar : 'Tinggalkan pelajaranmu dan kemarilah !' Posisikan setiap orang sesuai dengan posisi yang Allah berikan untuknya. Bagian seseorang yang Allah berikan lewat diri kita pasti akan sampai kepadanya. Para sahabat menyertai Rasulullah saw dengan setia. Namun, Rasul tidak pernah berkata kepada [sahabat yang] pedagang : `Tinggalkan daganganmu !’ tidak juga kepada pekerja : `Tinggalkan pekcrjaanmu !' Rasulullah membiarkan mereka dengan usahanya masing-masing seraya memerintahkan mereka untuk bertakwa kepada Allah." Selanjutnya Beliau juga dawuh : “Tetaplah dalam posisi yang Allah berikan kepadamu. Bagian untukmu yang Allah berikan lewat diriku pasti akan sampai kepadamu. Itulah ahwal kaum shiddiqin. Mereka keluar dari sesuatu ketika Allah SWT sendiri yang mengeluarkan mereka.”