Dikutip dari http://www.suarapembaruan.com :
Para ahli fikih yang mengajarkan syariat sudah banyak. Tetapi, yang mengajarkan sufisme masih sangat langka. Inilah salah satu alasan yang mendorong K.H. M. Luqman Hakim mengembangkan majelis pengajian sufi di kawasan Jabodetabek. Kiai Luqman sudah membangun komunitas sufi sejak kira-kira tujuh tahun silam. "Sampai sekarang baru ada sekitar 4.000 orang yang memiliki ikatan emosional dengan saya," ujar Kiai Luqman, yang merampungkan pendidikan S3 di program Doktoral Universitas Malaya, Kuala Lumpur, Jurusan Syasah Syariah, ketika ditemui SP baru-baru ini.
Itulah sekelumit bukti betapa sufisme masih asing bagi masyarakat perkotaan yang dibelit segudang persoalan. Padahal, ia menganggap Jakarta tak ubahnya limbah bagi Indonesia. Tentu, di sebuah kawasan limbah, untuk mencari wilayah-wilayah bening juga langka. "Maka, kami mencoba membangun sumber-sumber air yang lebih jernih di situ, supaya keterasingan seseorang dalam kehidupan perkotaan tidak semakin membikin dia kian gersang secara spiritual," ujar Kiai Luqman, yang mengenyam pendidikan agama di Pesantren Tebuireng Jombang dan Fakultas Syariah Universitas Hasanuddin Makassar, sebelum melanjutkan ke Special Program of Philosophy di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Itulah sekelumit bukti betapa sufisme masih asing bagi masyarakat perkotaan yang dibelit segudang persoalan. Padahal, ia menganggap Jakarta tak ubahnya limbah bagi Indonesia. Tentu, di sebuah kawasan limbah, untuk mencari wilayah-wilayah bening juga langka. "Maka, kami mencoba membangun sumber-sumber air yang lebih jernih di situ, supaya keterasingan seseorang dalam kehidupan perkotaan tidak semakin membikin dia kian gersang secara spiritual," ujar Kiai Luqman, yang mengenyam pendidikan agama di Pesantren Tebuireng Jombang dan Fakultas Syariah Universitas Hasanuddin Makassar, sebelum melanjutkan ke Special Program of Philosophy di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Menurut Kiai Luqman, sufisme adalah salah satu nilai, yang jika dipraktikkan, seseorang bisa semakin spiritualis. Apa pun profesi seseorang itu, entah politisi, negarawan, ataupun pedagang. Bagi sufisme, ia menambahkan, yang penting adalah proses menjalani takdir kehambaan. Ketika seseorang tersandung dan merasa sakit, ia boleh mengaduh. Tetapi, mengaduh itu pun tidak perlu sampai berhari-hari hingga putus asa. Begitu teriak "aduh!", ia harus cepat kembali kepada Tuhan dan memandang peristiwa itu tidak lain karena Tuhan sedang "mencubit"-nya.
"Cubitan dari seorang 'Kekasih'. Mesra juga, kan?" ujar Kiai Luqman, yang mendalami tasawuf dan tarekat di Pesulukan Thoriqoh Agung (Peta) Tulung Agung. Saat ini, selain aktif sebagai pembimbing dan pengajar dunia sufi di Jakarta, ia aktif berceramah tentang dunia sufi di daerah- daerah, seperti Surabaya, Malang, Bandung, dan Kalimantan.
Sebagai pembimbing sufi, Kiai Luqman mengajarkan tarekat Sjadhiliyah. Tarekat tersebut dikembangkan oleh Syekh Abd al Hassan al-Sjadhili (1258). "Ia adalah wali besar dari Maroko yang dimakamkan di Mesir," tutur pria kelahiran Madiun, 20 April 1962 itu.
Selain itu, Kiai Luqman juga mengajarkan tarekat Syekh Abd al-Qadir al Jilani (1077-1166), serta tarekat Naqsyabandiyah yang dikembangkan oleh Syekh Bahauddin an-Naqsyabandi. "Tiga tarekat ini yang kami ajarkan," katanya. Di antara tiga tarekat itu, tarekat Sjadhiliyah lebih banyak diajarkan.
Ia mengatakan, Wali Songo yang menyebarluaskan ajaran Islam di Jawa pun mengajarkan tarekat Sjadhiliyah. Sunan Gunung Jati, dalam sebuah biografinya, mengungkapkan setelah selesai belajar agama, baik fikih maupun tafsir, juga belajar tarekat Sjadhiliyah dari Syekh Ibn 'Ataillah as-Sakandari di Mesir, yang notabene merupakan pengarang kitab Al-Hikam.
Kitab Al-Hikam karya as-Sakandari dipakai oleh gerakan sufi di seluruh dunia sebagai manual. "Sebab, dalam kitab ini, prototipe perjalanan spiritual manusia di tingkat apa pun mulai dari kiai, wali, hingga pedagang, semuanya ada," ujar Kiai Luqman, yang juga mencetak sejumlah buku best- seller, antara lain Psikologi Sufi, Jack and Sufi, Kedai Sufi Kang Luqman, serta Allah Pun Berdzikir.
Dengan sufi, ia berharap umat Islam dapat memberikan kontribusi bagi perdamaian dunia dengan kemampuannya untuk mencerna suatu masalah dari sisi hakikat. "Hendaknya kita tidak membatasi diri pada hal-hal sebatas formalitas belaka," ia menegaskan.