Tak terasa setahun sudah
berlalu. Alhamdulillah masih diberi kesempatan menghirup udara yang gratis ini,
masih dibiarkanNya jantungku berdetak, hingga sampai detik ini masih bisa
menunaikan tanggung kewajiban yang memang harus dipenuhi.
Ya... setahun lalu
baru kurasakan benar-benar nikmatnya sehat.
Saat seluruh tubuh
terasa ngilu, kepala pusing, suhu badan tinggi tanpa turun sedikit pun, lidah
pahit, mual, muntah dan diare. Tingga minggu penuh tidak bisa bekerja, kurang
lebih satu bulan lamanya sejak mulai sakit hingga mulai sembuh. Sempat opname
beberapa hari.
He... he... he...
lepas dari itu, meski telah beraktifitas kembali, namun masih ada yang terasa
kurang. Stamina tubuh cepat sekali turun, indikasi pemeriksaan laboratorium
mengarah pada fungsi liver yang bermasalah. Ini yang membuat tidak nyaman di
pikiran dan tentunya menyeret perasaan menjadi tidak enak juga. Bahaya,
bukannya malah sembuh, tapi malah tambah sakit juga.
Alhamdulillah tetap
tegak berdiri, tetap bisa tersenyum dan beraktifitas seperti biasa, meski
terasa "remeg" di dalam. Yo wislah nglebur dosa, sakit memang harus diobati [urusan manusia | proses] meski tak harus sembuh [urusan Tuhan | hasil].
Dokternya mahal,
obatnya mahal, apalagi rumah sakitnya, tambah mahal. Tak ada jaminan sosial,
tak ada pula asuransi yang mengcover, tapi yo
ndak masalah, akeh kancane sak
indonesiaraya. "Kepekso"
alias terpaksa menggantungkan diri pada yang membuat hidup he... he... he...
Berdoa, jelas.
Pasrah, harus. Lha usahane piye ?
Pertama, mengambil JEDA dari dominasi pikiran
yang takut akan berbagai kemungkinan yang terjadi nantinya sehubungan dengan
sakit dan penyakit yang sedang terjadi.
Mengambil jeda
berarti melepaskan fokus pikiran pada masalah yang sedang dihadapi dengan
mengalihkannya pada "rasa"
sehingga mendekati [meski masih tetap
jauh] tercapainya titik hening / kosong / suwung agar jazad / badan / tubuh bebas menggerakkan "kehendak" untuk mengharmonikan
dirinya sendiri. Sifat pikiran itu liar, dia berkecenderungan untuk selalu
berada di saat nanti dan atau di saat yang tadi. Namun kalau badan dia selalu
dalam kekinian. Maka mengambil jeda bisa dilakukan dengan cara mengalihkan
pikiran dengan memberi kesibukan dengan memperhatikan badan, begicu
gampangannya.
Jeda yang semacam itu
berarti juga mengakses frekuensi dasar pembentuk tubuh ragawi pada level
quantum, menariknya keluar ke level yang lebih kasar yaitu level energi dan
level yang lebih kasar lagi yaitu level organ, hingga suplainya optimal | tidak
kuran tidak lebih. Pas.
Uraian singkatnya
seperti itu.
Kedua, sehat dengan Swaiso [bersambung].
Wis
mengko wae, masih repot.
Semoga hari-hari
Panjenengan dan juga saya selalu dan tetap dalam keberkahan dan dikaruniai
kesehatan yang terbaik bagi diri kita masing-masing menurut kehendakNYA.