Setiap murid mempunyai
kitabnya sendiri-sendiri dan kitab itu meski kelihatannya ditulis oleh sang
murid, namun ssesungguhnya Mursyidnyalah yang menulis. Seorang murid merupakan
sebuah kitab dari Mursyidnya. Pesan Mursyid bisa melalui siapa saja dan bisa
juga melalui apa saja. Itu yang saya pahami dan itu pula yang saya yakini. Tak
ada yang tiba-tiba dan ada pula yang kebetulan. Begitu pun hari ini, diberi
kesempatan mendengar wejangan dari seorang
santri sepuh dan saya maknai bahwa wejangan
itu menjadi sebuah pesan untuk saya. Di MABES kucatat pesan itu. | 05.04.14 |
----------
Setiap manusia tak
pernah merencanakan dirinya untuk lahir, kapan, di mana, dari orang tua siapa
dan dalam kondisi yang bagaimana. Ia lahir dengan begitu saja. Siapa yang
melahirkannya ? Tentu saja Gusti Allah.
Demikian pula dzikir
di kedalaman hati, bisakah manusia mendzikirkan hatinya sendiri ? Tidak bisa,
sebab tiba-tiba saja bisa berdzikir.
Manusia bisa
berdzikir, siapa yang mendzikirkan ? ALLAH. Siapa yang membimbing Rasulullah
dan tentu saja saat ini dipimpin Mursyid. Beruntunglah yang saat ini memperoleh
bimbingan dzikir dari Mursyid yang sekarang, sama sebagaimana Rasulullah, tidak
kurang dan juga tidak lebih.
BEDANYA
Sekarang ini banyak
ulama tapi tak ada berkahnya. Meski yang diajarkan kitab apa pun bahkan qur'an
sekalipun, sebab telah banyak yang tergoda dengan dunia, dengan berbagai
kemewahan dan dengan berbagai keinginan.
Contoh sederhana
dunia adalah uang. Coba kalau kita "pegang" sejumlah uang, maka dalam
diri kita akan langsung muncul berbagai macam keinginan dan itu racun yang
menutup mata, menjauhkan kita pada Gusti Allah. Kalau tidak "pegang"
uang maka keinginan itu pun tidak muncul.
Maka sejak dulu, para
Mursyid di Pondok tidak pernah pegang uang. Itu bedanya. Kalau ada misalnya
pemberian dari muridnya, sebenarnya tidak memerlukan tetapi seandainya ditolak,
maka yang kasihan muridnya. Maka yang diterima pun tak pernah dipegang,
langsung diserahkan lagi di antaranya kepada Bu Nyai untuk mengelola pondok.
Mursyid itu tak
pernah hatinya jeda sedetik pun untuk berdzikir pada Gusti Allah. Segalanya ada
di hati Mursyid. Di situlah letak keberkahan Mursyid untuk muridnya dan itu
murid yang mencari. Mursyid tak pernah mencari murid.
PASANGAN HIDUP SEJATI
Maka dzikir thoriqoh
itulah yang sesungguhnya pasangan kita [istri/suami] yang sejati, dunia
akhirat. Jadi nafkahilah dan rawatlah dengan selalu istiqomah mengamalkan,
sebab jika tidak, dia akan menuntut dinafkahi dan dunia pasti akan menjadi
gelap. Kalau di siang hari masih sibuk bekerja, maka ajaklah ngobrol di malam
hari, duduk diam dan rasakan keindahannya. Syadziliyyah. Shalawatnya rasakan
dan nikmati keindahannya.
Dalam rumah tangga
dunia pun perlu ketentraman, maka sebagaimana pesan Mursyid terdahulu, suami
harus mencukupi kebutuhan istrinya dan jangan menyakiti hatinya. Andai pun
meminta sesuatu, sanggupilah dan penuhilah. Kalau toh belum mampu janjikan,
tapi untuk dipenuhi jangan janji saja. Tidak usah mikir, insya Allah pasangan
sejati kita, syadziliyyah, juga ikut mengerjakan. Masalah memang selalu ada.
MASALAH
Dunia memang penuh
masalah, dipikir seperti apa pun tak akan pernah selesai masalah itu. Lalu
apakah kita akan menghabiskan usia kita hanya untuk mikir dunia ? Padahal dunia
ini kecil, tak ada harganya jika dibandingkan dengan iman. Iman itu ibarat
zamrud yang mahal harganya. Iman itu yakin sama ALLAH, jauh namun tak berjarak,
dekat namun tak bersentuhan. Dzikir terus di kedalaman hati.
Maka di situlah
bedanya dzikir orang yang berthoriqoh dan tidak. Dzikir thoriqoh itu ada yang
memimpin. Kalau dzikir itu menancap di kedalam hati, sesungguhnya Allah yang
mendzikirkan, yang membimbing Rasulullah, yang memimpin Mursyid. Maka tak perlu
tahu tentang jin bahkan tak perlu tahu tentang malaikat, seorang murid yang
dzikirnya telah menancap di kedalaman
hatinya pasti di situ ada Allah, Rasulullah dan Mursyidnya. Malaikat pun pasti
menyertai mengawal dzikir itu.
Godaannya orang
berthoriqoh itu biasanya tiga, "piye" [bagaimana], "nyapo"
[kenapa] dan "angel" [sulit].
Saat ada masalah,
terus berpikir bagaimana [piye], sadarilah siapa yang tidak pernah bagaimana
[piye] ? Hanya ALLAH, maka dzikir di kedalaman hati. Astaghfirullahal azhiim -
laa haula walaa quwwata illa billah, kembalikan pada ALLAH, insya Allah ada
petunjuk di situ, ada jalan keluar dari kedalam hati.
Saat ada masalah,
terus berpikir kenapa [nyapo] kok seperti itu, sadarilah siapa yang tidak
pernah kenapa [nyapo] ? Hanya ALLAH, maka dzikir di kedalaman hati.
Astaghfirullahal azhiim - laa haula walaa quwwata illa billah, kembalikan pada
ALLAH, insya Allah ada jalan keluar dari kedalam hati.
Saat ada masalah,
terus berpikir sulit [angel] untuk mengatasinya, sadarilah siapa yang tidak
pernah sulit [angel] ? Hanya ALLAH, maka dzikir di kedalaman hati, kembalikan
semua pada ALLAH. Astaghfirullahal azhiim - laa haula walaa quwwata illa
billah, kembalikan pada ALLAH, insya Allah ada jalan keluar dari kedalam hati.
Sering dalam berumah
tangga itu tidak ada ketentraman, sebab semua berebut benar. Contoh sederhana
misalnya suami marah belum disiapkan minuman, sedangkan istri memang masih
kerepotan mengurus rumah tangga. Semua merasa benar, apalagi suami mengandalkan
eksistensinya sebagai seorang suami, maka tentu saja akan tidak ada
ketentraman. Kalau suami mencoba sehari saja mengurus rumah tangga, niscaya dia
akan lebih memilih bekerja di luar rumah dari pada jika harus mengurus repotnya
rumah tangga.
Dalam hal uang pun,
semestinya suami juga tidak perlu diam-diam "pegang" uang karena
biasanya malah perwujudannya kurang ada manfaatnya, sering untuk kepentingannya
sendiri. Berbeda kalau diserahkan kepada istri untuk mengelolanya, biasa malah
banyak manfaatnya karena adanya rasa tanggung jawab istri untuk kepentingan
keluarga.
Begitupun dalam skala
yang lebih luas, ketentraman itu sulit tercapai bila semua berebut benar.
Solusinya adalah sering-sering bermusyawarah, tidak masalah kalau harus saling
beradu argumentasi dalam musyawarah itu, namun saat sudah ada keputusan ya
harus rukun kembali.
MENERIMA
Dalam hidup ini
selalu ada pujian juga fitnahan. Maka jangan bangga oleh pujian, jangan pula
sedih karena fitnahan.
Andai ada yang
memfitnah diri kita, kesadaran kita harus mengatakan bahwa mungkin kitalah yang
memang salah, hanya ALLAH yang tak pernah salah, maka kembalikan semua pada
Gusti Allah, relakan dan doakan dia yang memfitnah agar mendapat petunjuk.
Kalau bisa seperti itu, insya Allah itulah nanti yang akan mengurangi dosa kita
saat hisab di mahsyar kelak. Sebab kalau mengandalkan ibadah kita, maka ibadah
itu tidak laku di mahsyar kelak, karena sesungguhnya kita tidak pernah mampu
untuk beribadah sendiri. Kita tidak pernah menciptakan ibadah.
Kembali lagi dzikir
di kedalaman hati. Kalau sampai Syadziliyyah tidak diistiqomahkan, betapa
ruginya diri kita [eman-eman].
Masalah, pujian atau
pun fitnah tidak untuk diharapkan atau pun ditolak, namun kalau datang diterima
saja dan direlakan. Kuncinya di dzikir itu tadi.
IMAN atau EMAN
Adanya pujian, jangan
melenakan diri kita untuk mencari pengaruh. Yang pokok adalah bagaimana kita
bisa memimpin sembilan lubang di tubuh kita yang menjadi amanah kita.
Itulah yang
membedakan kita iman atau malah "eman", syurga atau neraka. Itu saja.
Sebab jaman sekarang ini gunung pun dimakan, aspal dimakan, listrik pun
dimakan. Godaannya selalu di harta, tahta dan wanita.
Sembilan lubang tubuh
itu yang harus benar-benar di jaga.
Melihat yang buruk,
kembalikan semua pada ALLAH, cari keburukan itu pada diri kita sendiri agar
terjaga untuk tidak merasa lebih baik. Sebaliknya, kalkau melihat yang baik,
tanya pada diri kita sendiri, bagaimana caranya agar kita pun menjadi baik
seperti itu.
Kebanyakan kita ini
kan "sembrono", tidak merasa diawasi ALLAH, tidak merasa diawasi
Rasulullah dan Mursyid. Yang tertulis di dinding Pondok itu di luar tidak ada,
khusus orang thoreqoh itu harus menjadi akhlaq.
Apa yang perlu kita
takutkan, kalau iman, di kedalaman hati selalu ada ALLAH, Rasulullah dan
Mursyid. Namun itu juga ada bahayanya, sebab keyakinan kita pasti terjadi. Yang
baik akan terjadi, pun begitu pula dengan keyakinan kita tentang hal buruk, yang buruk itu akan terjadi juga.
SEMBUNYIKAN
Dzikir di kedalam
hati itu sembunyikan, jangan sampai ada yang tahu. Lakukan dan rasakan sesuai
kapasitas diri kita masing-masing, sedetik, kalau bisa ditambah dua detik dan
seterusnya. Dapat gelar iman dari ALLAH itu sulitnya bukan main, mungkin bisa
ratusan tahun. Maka kalau bisa menancapkan dzikir di kedalaman hati, pasti ada
ALLAH, Rasulullah dan Mursyid.
Saat meninggal pun
nantinya pasti ada Rasulullah dan Mursyid.
Bahkan empat puluh
rumah di depan, belakang, kiri dan kanan akan mendapat berkahnya dari ahli
dzikir..
YAKIN
Kuncinya yakin sama
Mursyid, bukan pada sesama murid. Betapapun hebatnya murid, dia tidak akan
pernah bisa menyampaikan kita pada Rasulullah dan tidak akan pernah bisa pula
mengantarkan kita di hadapan ALLAH. Hanya Mursyid titik.
.:: Tak rampungke
ngetik tulisan ini ning nduwur sepur Penataran Dhoho, tlatah Sukomoro, ing
wektu 20:19 ::.
pasti...pasti..pasti"l yaqiin"
ReplyDeletedr sekian tulisan mbah gus..inilah tulisan yang yg sedikit bisa di resep oleh utekku...
tankyu for writing this....
ajak2 dong klo ada acara di MABES...SANA. kawan