Baru ingat, tadi pagi habis nganter si Tara sekolah aku mampir beli nasi campur di tetangga seRT, kebetulan juga temanku lewat di depan rumah itu. Temanku itu berprofesi sebagai penjual roti keliling. Dia lulusan MAN Lamongan, seusia denganku. Dulu teman-temannya banyak yang dari almamaternya dan juga berprofesi sama, tetapi kemudian banyak yang baralih profesi, ada yang jadi operator foto copy, ada yang berdagang dan ada juga yang sekarang menjadi pimpinan cabang salah satu pesantren di Jawa Timur Juga setelah nyantri di salah satu pesantren di timur kota Surabaya. Nah temanku ini yang biasa aku panggil Mas Mudjib yang masih setia pada profesinya. Tadi keluar pernyataan dari lisannya yang bagiku sederhana tapi sarat makna. Kebetulan tadi juga ada penjual minyak tanah keliling yang juga lagi berhenti, mas Mudjib dan juga aku.
Karena tadi pagi mendung mau hujan sedangkan mereka harus keliling menjajakan dagangannya, terlontarlah ucapannya : “Gelem panase yo kudu gelem udanne.” [mau panasnya ya harus mau hujannya]
Terlihat rombong rotinya sudah banyak yang kosong dalam arti lumayan laku, keluar lagi ucapannya : “Gelem ramene yo kudu gelem sepine, yo disyukuri ae, wong urip iku mesti gandengan.” [Mau ramainya ya harus mau saat sepi, disyukuri saja, karena hidup itu selalu bergandengan]
Sangat terasa kata-katanya, dalam maknanya dan luas penjabarannya, mari seneng susah, mari nangis ngguyu, selalu bergandengan. Makanya dalam segala hal harus disikapi dengan biasa saja tidak perlu berlebihan apalagi ekstrem. Direnungkan sendiri aja lagi, semoga bermanfaat.