Home » » Api

Api

Written By BAGUS herwindro on Nov 18, 2008 | November 18, 2008

Hari Kamis kemarin (minggu lalu) ada kejadian heboh yaitu salah seorang teman kantor rumahnya kebakaran, tetapi alhamdulillah apinya berhasil dikendalikan dengan bantuan tetangga sekitar dan dua buah mobil pemadam kebkaran. Apinya “hanya” memakan sebagian dapur dan kamar tidur belakang, juga mencicipi kamar tidur tetangga sebelah.

Ketika ada teman yang simpati dan sms menanyakan penyebab kebakaran, ya kujawab saja bahwa penyebabnya adalah api. Bukankah kalau kebakaran itu penyebabnya memang api ? Lain kalau pertanyaannya dari mana asalnya api kok bisa membesar ? Nah, itu perlu penyelidikan lebih lanjut, biar petugas kepolisian saja yang menjelaskan hasil forensiknya.

Jadi ingat nafsu, ya seperti api itu. Api ketika kecil dan terkendali, banyak manfaatnya bagi kita, tetapi ketika api itu mulai membesar dan tidak dikendalikan maka ia akan membakar satu obyek benda. Bila belum dikendalikan juga akan membesar lagi membakar satu ruangan, terus satu rumah, satu RT, satu RW, satu kelurahan, satu kecamatan, satu kota, terus-terus dan terus. Nafsu begitu juga kan ? Begitu dituruti dan tidak segera dikendalikan, ia akan menuntut lebih, lebih, lebih dan lebih lagi.

Coba saja amati sendiri nafsu dalam diri kita masing-masing, pasti seperti itu tabiatnya apapun ekspresinya.

Kaya itu harus kalau bisa, karena dengan kaya kita lebih bisa berbuat banyak, tetapi yang terpenting dan harus adalah kaya hati, bukan nafsu kaya.

Kalau seseorang sudah diberi kemudahan dalam usahanya sehingga bisa dikategorikan kaya dalam ukuran sosial-ekonomi masyarakat, maka ikhtiarnya untuk mengembangkan usahanya, melebarkan sayap dan ekspansi bukannya tidak boleh, bahkan harus, tetapi di sini ada perbedaan antara yang kaya hati dan yang bernafsu kaya. Orang yang kaya hati, begitu ada peluang bagus akan segera diambilnya, bukan karena dia masih merasa kekurangan dengan kekayaan yang dimiliki tetapi dengan ekspansi bisnisnya itu dia berkeinginan agar dapat lebih banyak lagi berbagi pada sesama, mendistribusikan kembali karunia yang diterima kepada sesama dengan lebih banyak membuka peluang kerja bagi orang lain. Dia akan memberi ketika ingin memberi tanpa menghitung untung rugi karena pemebrian itu bukan dalam wilayah bisnis. Sedangkan untuk bisnis, memang tetap harus berhitung untung ruginya.

Bandingkan dengan orang yang bernafsu kaya, walaupun dalam struktur sosial-ekonomi masyarkat dia sudah digolongkan orang kaya, tetapi dia akan berusaha menambah kekayaannya, dia merasa tidak tenteram, tidak aman dan masih merasa kurang. Semakin kaya biasanya semakin pelit dan bakhil. Mau bersedekah saja, dihitung dulu, kadang malah ditahan dengan alasan tidak mendidiklah, inilah dan itulah. Memberikan hak pada orang yang telah bekerja padanya saja dengan muka masam, dicari dulu kesalahannya. Semakin kaya materi, semakin miskin hati.

Bagi kaum laki-laki biasanya juga mempunyai kecenderungan nafsu yang berlebihan kepada kaum perempuan. Begitu nafsu ini dipenuhi maka akan menuntut lebih, lebih, lebih dan lebih lagi tanpa kesudahan. Ada yang mudah jatuh cinta, thukmis kata orang jawa (bathuk lamis), begitu ketemu yang sesuai seleranya akan dikejar bagaimanapun caranya. Sudah punya istri dan anak, ditinggal begitu saja tanpa ada tanggung jawabnya, ganti yang lain yang nantinya seperti itu lagi kasusnya, anaknya banyak kececeran tanpa ada tanggung jawabnya. Ada lagi yang cuma mengumbar syahwatnya, asal cocok, jadilah, di mana pun dan kapan pun bukan masalah.

Politisi juga begitu, begitu tahu enaknya jadi politisi yang gampang cari uang [urusan kemaslahatan rakyat, bangsa dan negara cukuplah untuk diretorikakan saja, yang penting fulus berjalan mulus tanpa terendus KPK yang gencar memberangus para tikus] maka nafsu politiknya menggelegak, bagaimana caranya bisa bertahan lama pada posisi yang dipegangnya malah kalau bisa ada peningkatan. Yang ada adalah musuh bersama, apapun ideologinya pasti bisa bersatu untuk menghadapi musuh secara bersama-sama. Musuh itu orang atau pihak yang bisa menggoncang kemapanan yang telah dipegangnya, yang telah dikuasai dan dikendalikannya. Musuh bisa baik bisa juga tidak baik. Musuh yang baik adalah yang mendobrak kemapanan itu untuk mengembalikan ke jalan yang semestinya sesuai rel kemaslahatan rakyat, bangsa dan negara. Sedangkan musuh yang tidak baik adalah yang mendobrak kemapanan untuk mengambil alih guna kepentingannya sendiri.

Banyaklah contohnya, amati saja diri kita sendiri pasti akan kita temukan banyak nafsu di dalam diri ini yang ingin dipenuhi.

Semoga kita semua diberi kemudahan mengendalikan dan mendidik nafsu kita untuk taat pada tuhan kita, ALLAH.

Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

IG
@bagusherwindro

Facebook
https://web.facebook.com/masden.bagus

Fanspage
https://web.facebook.com/BAGUSherwindro

Telegram
@BAGUSherwindro

TelegramChannel
@denBAGUSotre

 
Support : den BAGUS | BAGUS Otre | BAGUS Waelah
Copyright © 2013. den Bagus - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger