Bulan ini, Agustus,
ada satu peristiwa yang selalu diperINGATi oleh seluruh bangsa ini, yaitu peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Tapi
saya tak akan membahas tentang Indonesianya, sebab sudah banyak orang yang membahsa tentangnya dan sampai sekarang pun, membahas soal Indonesia tak akan pernah selesai. Sebuah negeri yang aneh tapi nyata. Maaf… maaf… saya kok jadi iku membahas tentangnya.
Wis… pokoknya masilah dalam hati kita masing-masing, dengan penuh keSADARan dan dengan vibrasi perasan adan pikiran yang positif, kita bisikkan dengan penuh mesra :
Indonesia baik… Indonesia baik… Indonesia baik… Saya yakin, kalau andai 80% saja dari warga Negara Indonesia melakakukannya, insya Allah akan terwujud Indonesia Baik, tak perlu menunggu revolusi. Tapi kalau yang melakukan saya sendiri yo embuh rek…
Makanya rumusnya selalu dan pasti sederhana untuk memBAIKkan segala hal dan segala keadaan, yaitu : KE
DALAM – KE LUAR – MENULAR. Maksudnya, harus selalu ke
dalam terlebih dahulu, yaitu JADI ORANG BAIK untuk diri sendiri terlebih dahulu. Kalau itu
sudah, baru interaksi ke
luar dengan BAIK JADI ORANG agar tak ada yang keluar dari diri kita selain manfaat, selamat dan menyelamatkan. Kalau itu
sudah, mudah-mudahan bisa menjadi wabah dan menular, sehingga ORANG JADI
BAIK.
Terkait dengan Proklamasi itu sendiri, jadi ingat sekian tahun saya ngobrol dengan salah seorang veteran perang.
Beliaunya
meski masa mudanya turut serta dalam perjuangan kemerdekaan, namun toh tidak tercatat dalam Legiun Veteran
Indonesia. Banyak cerita yang saya dapat dari Beliau, terutama tentang perjuangan yang benar-benar berjuang, bukan seakan-akan, sebab perjuangan yang dulakukan itu benar-benar apa adanya dan seadanya tanpa ada fasiltas apa pun. Hanya mengandalkan nyawa yang melekat di badan, jadilah.Beruntung mereka yang mempunyai senjata rampasan dari pihak penjajah, namun kalau adanya bambu runcing, jadilah. Logistik makanan pun tak ada yang menyuplai, masih untung kalau ada rakyat yang menjamu seadanya, namun kalau tak ada, batang pisang pun jadilah untuk dimakan. Belum lagi kalau ada mobilisasi pasukan dari kota
ke kota, semua ditempuh dengan cara gerilya dan berjalan kaki. Benar-benar berjuang untuk sebuah perjuangan.
.:: Jadi, keberhasilan, kesuksesan atau pencapaian apa pun pada saat ini, sungguh, selalu dan pasti tak lepas dari peran serta banyak orang, banyak keadaan dan banyak hal di suatu tempat dan waktu baik secara langsung ataupun tak langsung, yang kita sendiri tak menyadarinya atau bahkan tak mau menyadarinya. Nah, kalau seperti itu, masihkah menepuk dada sendiri
?
Para veteran sejati
memang tak butuh pengakuan, tetapi sangat layak untuk diakui. Mereka juga tak butuh fasilitas apa pun, namun sangat layak difasilitasi. Mereka tak butuh pengutamaan, namun mereka sangat layak diutamakan. Sebab merekalah yang merintis membangun pondasi negeri ini, untuk memberikan rumah bagi selurut rakyat negeri ini.
Kenyataannya ? Masih banyak yang hidupnya terlunta-lunta. Bahkan
rakyat sang sejatinya adalah pemilik rumah, sering tak diakui kepemilikannya, sering tak difasilitasi kebutuhannya dan tak pernah benar-benar diutamakan.
.:: Sebuah NIKMAT menjadi
orang BIASA meski hanya untuk mencukupkan kebutuhan hari ini saja harus pontang-panting. SEBAB dengan
sedikit saja diLEBIHkan dari BIASA, bisa jadi malah JAUH dari SELAMAT karena berkemungkinan untuk CURANG, CULAS, SOMBONG, ANIAYA, SEMENA-MENA, LICIK
dan BENGIS [dst, dsb, dll].
Siapa yang diakui ? Siapa yang difasilitasi ? Siapa yang diutamakan ? Silahkan Panjenengan jawab sendiri.
Memang sebuah IRONI. Ter… la… lu…
Memang sebuah IRONI. Ter… la… lu…
.:: Kalau rakyat jelata miskin, itu untuk dirinya sendiri, tak ada yang perduli padanya dan miskinnya takkan memiskinkan orang lain. NAMUN, kalau yang
miskin itu sang penguasa, sang penegak hukum, sang wakil rakyat, sang pamong praja, sang pemegang senjata dan sang-sang lainnya.... maka PASTI efek kemiskinannya terasa di seluruh negeri. ::: SEMOGA yang maha kaya dan maha memberi kekayaan, mengKAYAkan hati kita dulu atau mungkin bersamaan dengan mengKAYAkan kehidupan lahiriah kita. KAYA dalam keKAYAan, bukan MISKIN dalam keKAYAan
:::