Masih melekat di
pelupuk mata ini, bayangan seorang anak perempuan kecil yang tanpa daya. Dia berbeda dari teman sebayanya. Sama-sama bermain, namun wajahnya berbeda, terlihat sayu dengan tatapan mata yang tak terarah, bagai mempunyai dunianya sendiri, nalarnya tidak begitu berkembang sebagaimana anak-anak yang lainnya.
Selesai bermain, tiba-tiba saja dia berlari ke dekat kran air. Melepas semua bajunya, menggeser ember dan mengalirkan air dari kran itu dan mulailah dia mengguyur tubuhnya mulai dari kepala, gayung demi gayung. Mandi. Teman bermainnya melihatnya saja dan ada yang usil dengan menyemprotkan selang air ke arahnya.
Ah… lagi-lagi trenyuh rasa ini… kenapa bundanya diam saja ?
Sudah sekian menit terus menrus mengguyurkan air di tubuh mungilnya. Kemana juga ayahnya
?
Anak
sekecil itu, dengan kondisi yang seperti itu, bukankah semestinya malah memerlukan perhatian yang ektra serta kasih sayang yang lebih ? Perhatian yang
menemani kesendiriannya
serta kasih sayang yang membelai keterasingannya.
Mungkin bundanya lelah, mungkin juga ayahnya letih. Semoga demikian dan semoga bukan karena putus asa dengan menganggapnya beban yang tak terselesaikan, hingga kehadirannya terasingkan, teracuhkan dan terlupakan.
Ah… lagi-lagi aku hanya bisa menemaninya dalam doaku kepada Gustiku. Engkau terasing dari duniamu, namun sesungguhnya engkau sangat dikenal oleh Gustimu, sebab DIAlah yang menghadirkanmu. Engkau teracuhkan oleh orang tuamu, namun sesungguhnya engkau sangat diperhatikan oleh Gustimu, sebab DIAlah yang menghendakimu.
Engkau
terlupakan oleh keluarga besarmu, namun sesungguhnya engkau sangat diingat oleh Gustimu, sebab DIAlah yang menemani kesendirianmu.
SEMOGA yang
terbaik untukmu.
.:: Elingo, anakmu paringanne Gustimu.
::.
Wah, aku nangis gara-gara baca iki. Oalaaaahhh yo... yo...
ReplyDelete