Jadi ingat pesan salah satu
sesepuh saya bahwa kalau punya hajat harus dibandhani / dimodali dengan satus selawe” [kalau di-Indonesia-kan :
seratus dua puluh lima]. Bila secara harfiah pesan itu biasanya harus ditunaikan
dengan mencari pecahan uang seratus rupiah sama dua puluh lima rupiah sebagai
syarat dengan dihanyutkan ke aliran sungai yang deras. Kalau dijabarkan akan
cukup panjang, luas dan dalam. Namun inti dari “satus selawe” itu adalah “wetenge ditus nganti luwe” dalam arti
perutnya harus dikosongkan hingga lapar. Itu merupakan sebuah idiom bahasa yang
arti luasnya adalah menganjurkan untuk banyak tirakat atau riyadhoh atau
menjalankan suatu disiplin spiritual.
Tetapi bukan itu yang saya maksud
dengan judul tulisan ini, yaitu SELAWE.
SELAWE pada
judul tulisan ini bermakna jumlah minimal yaitu dua puluh lima orang untuk
jamaah khususiyah.
Ya… itulah yang disampaikan oleh
Kang Wasi’ seusai khususiyah kemarin pada tanggal 5 Februari 2012. Sebagaimana
yang pernah dikatakan Kang Wasi’ sesuai dawuhnya Mursyid, bahwa orang thoriqoh
[khususnya murid PETA] itu punya tiga hal yang diwajibkan oleh Mursyid, yaitu :
bekerja, bermasyarakat dan berkhususiyah. Nah, beberapa waktu yang
lalu, Kang Wasi’ menceritakan bahwa Beliau dipanggil Mursyid dan didawuhi bahwa
khususiyah itu jumlah jamaahnya minimal dua puluh lima orang. Artinya kalau
kurang dari dua puluh lima orang berarti tidak sah. Semua ada aturannya dan
harus mulai ditata, tidak semaunya sendiri seperti mungkin selama
ini.
Sebab itu pada khususiyah
berikutnya, jika jamaah belum mencapai dua puluh lima orang, khususiyah tidak
akan dimulai.
Pada kesempatan itu, Kang Wasi’
juga mengingatkan tentang keseharusannya bahwa amaliyah thoriqoh itu mengubah
akhlaq kea rah yang makin baik, jika tidak demikian maka perlu
dipertanyakan.
Alhamdulillah pada khususiyah
berikutnya tanggal 19 Februari 2012, batas minimal jamaah khususiyah terpenuhi,
24 orang jamaah lelaki dan 4 orang jamaah perempuan.
Kang Wasi’ ini salah satu orang
yang istimewa bagi saya, sebab Beliau adalah salah satu orang yang paling banyak
mendengar atau pun mendapat dawuh-dawuh langsung dari Syaikh Abdul Jalil
Mustaqim maupun dari Syaikhina wa Mursyiduna wa Murobbi Ruuhina Syaikh Charir
Muhammad Sholahuddin Al Ayyubi. Bahkan kyainya Kang Wasi’ dulu, almarhum KH.
Wahid Zuhdi pernah mengatakan bahwa akan meminta pendapat dari Kang Wasi’,
diapakai atau pun tidak pendapat itu.
Semua ditata. Kewajiban
masing-masing murid tidak akan bias diwakilkan kepada yang lain atau pun kepada
kelompok. Adanya pengurus, adanya kelompok sebenarnya hanya sebatas
memfasilitasi saja, memudahkan.
-----------------
Untuk itu, khususnya menghimbau
pada diri saya sendiri juga kepada sedulur-sedulur yang berkesempatan membaca
tulisan ini, ayo kita tata diri kita sendiri memenuhi kewajiban yang telah
digariskan oleh Mursyid. Ayo kita ikut berkhususiyah. Ayo kita tertibkan dharma
kita pada SA78 sesuai ketentuan yang ada, agar tidak membebani sedulur-sedulur
kita yang lain. Kalau Panjenengan
punya kesibukan, saya kira semua yang lain juga punya kesibukannya
masing-masing. Bismillah.