Home » » Mumet ?

Mumet ?

Written By BAGUS herwindro on Jan 15, 2010 | January 15, 2010

Sering Cak ZhudhrunH disodori pertanyaan yang aneh-aneh dari rekan-rekan seperjalanannya, baik yang sudah dikenalnya maupun yang belum. Ada yang tanya langsung dalam sebuah obrolan ringan, ada yang melalui e-mail ada juga yang melalui sms. Nah yang melalui sms ini yang kadang agak merepotkan karena si cacak yang satu ini agak kerepotan, soalnya pertanyaannya sih singkat tapi jawabannya yang kadang gak bisa singkat untuk menghindari kesalahpahaman. Tapi ada satu alasan lagi yang bikin Cak Zhudhrun engga suka nulis sms, tulisan tangannya Cak Zhudhrun kan jelek, jadi takutnya kalo nulis sms nanti engga kebaca smsnya, kan repot ???


Kalo ada yang nanya sih mau engga mau ya dijawab, kalau tahu, kalau enga ? yo wis dijarno ae, a gak dijawab. Untung aja terkadanag jawabannya spontan tersedia. Seperti kali ini :
"Cak, kalo kita merasa bahwa kita pernah ada di suatu tempat, padahal kita tidak pernah/belum pernah sama sekali ke tempat itu, itu sebenarnya apa sech ? Apa Ruh/jiwa kita yang pernah kesana waktu kita tidur ?"
 
"Weleh... tanya aja kok macem-macem to kowe itu. Sak ngertiku, tapi blom tentu bener lho ya, tolong nanti ditanyakan ke yang lebih memahami ke pak ustadz atau pak kyai, atau bisa dicek di buku-buku yang mereferensikan tentang itu. Menurut keyakinanku sih bahwasannya tidak ada satu detik kehidupan pun yang lepas dari takdir Allah. Ketika ruh ditiupkan ke dalam janin dalam rahim seorang ibu, maka ruh itu juga telah membawa ketentuan takdir secara detil dalam setiap detik kehidupan yang akan dilaluinya dan semua detil itu tersimpan di Lauh Mahfudz. Nah fenomena seperti yang kau tanyakan itu sebenarnya adalah lompatan kesadaran ruh melihat rekaman takdir yang sudah tertulis untuknya, jadi bukan ruh yang jalan-jalan ketika tidur ke suatu tempat."
 
"Terus beda Ruh dan jiwa tu apa ?"
"Ruh adalah suatu entitas murni yang diciptakan Allah dalam rangka melaksanakan kehendak Allah untuk mengenal-NYA yang nantinya dalam alam dunia yang bersifat materi, ruh ini diberikan suatu perangkat materi juga yang di dalam qur'an disebut sebagai basyar yang terdiri dari tiga komponen yaitu : jazad - tubuh fisik, hayat - energi hidup dan hawa' - kecenderungan. Jazad berkait erat dengan kode genetik yang diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya. Hayat merupakan energi hidup yang mensuplai energi pada jazad, yang mungkin sekarang ini dikenal dengan istilah bioenergi. Sedangkan hawa' lebih dikenal dengan hawa nafsu yaitu kecenderungan-kecenderungan yang bersifat liar, tidak mau dibebani dan mempunyai tiga perangkat : hayawaniah, sabuiyah dan syahwiyah. Ketiga unsur tersebut baru bisa aktif bila sudah dilingkupi oleh ruh. Jadi ruh yang semula suatu entitas murni yang hanya mempunyai kecenderungan hanya Allah, bila telah melingkupi basyar itu tadi akan terbelenggu dan terkontaminasi oleh ketiga hal itu. Itulah yang disebut jiwa suatu eksistensi ruhaniah yang mepunyai kecenderungan bertuhan, ada tarikan hawa nafsunya juga, ada tarikan faktor genetisnya juga, dsb. Kalau ada dialog-dialog yang kita rasakan dalam hati ya itulah bagian dari jiwa. Nah tuntunan Islam secara kaffah (iman, islam, ihsan) itulah yang bisa membebaskan ruh dari belenggu basyar, Jiwa menjadi murni menuju ke kesejatian ruh, sehingga kembalinya ke Allah seperti ruh ketika ditiupkan. Ruh yang seperti itulah yang kembali kepada Allah dengan ridho dan diridhoi. Wallahu'alam."

Ada lagi yangbertanya :
"Cak, kapan hari itu saya sowan ke salah satu pondok yang mengijazahkan suatu thoriqoh. Dari perbincangan dengan wakil dari pondok tersebut saya tahu kalau aurod dari thoriqoh yang dijarkan itu harus diwirid bakda subuh, dhuhur dan maghrib. Di lain waktu saya juga mengobrol dengan salah satu murid dari thoriqoh yang sama tetapi dari mursyid yang lain, dia bilang kalo aurodnya diwirid bakda subuh dan maghrib. Ini gimana Cak, apakah tiap Mursyid itu memang berbeda-beda dalam memberikan tata cara mengamalkan aurod thoriqohnya atau bagaimana Cak ?"

"Setahuku begini, bahwa setiap mursyid itu memiliki maqom/kedudukan tersendiri di hadapan Allah SWT. Sama-sama mursyid thoreqoh, bahkan mungkin sama thoreqohnya, tetapi kemuliaan di hadapan Allah juga berlainan. Dan sesuai kapasitasnya, seorang mursyid yang kamil mukammil memang bisa menentukan aturan pelaksanaan dzikir bagi muridnya sesuai zamannya, sesuai kondisiya, yag memang hakikinya, kalo kamil mukammil, apa yang diperintahkan merupakan pengejawantahan kehendak Allah (ada isyarat yag diterima). Jadi gak usah heran dan gak usah bingung. Kalau kowe memang dah berniat berthoreqoh, ya amalkan saja sesuai pentunjuk mursyid di mana berbaiat dan tidak usah membandingkan, tidak usah menilai dengan mursyid yang lain. Dan yang utama, mursyid kamil dan mukammil tidak pernah sekalipun membebani muridnya dengan amaliyah di luar batas kemampuannya untuk melaksanakan. Kalu si murid masih merasa berat, seperti aku ini misalnya, biasanya itu hawa nafsu si murid saja yang tidak mau dididik."

Ya... begitulah.
Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

IG
@bagusherwindro

Facebook
https://web.facebook.com/masden.bagus

Fanspage
https://web.facebook.com/BAGUSherwindro

Telegram
@BAGUSherwindro

TelegramChannel
@denBAGUSotre

 
Support : den BAGUS | BAGUS Otre | BAGUS Waelah
Copyright © 2013. den Bagus - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger