Coba Anda amati, dalam pergaulan sehari-hari di manapun kita berada, sering tanpa sadar ada satu topik pembicaraan (baik yang menyangkut diri masing-masing pembicara maupun orang yang berada di luar pembicara yaitu sebagai obyek pembicaraan) mengenai kesuksesan hidup yang telah dicapai.
Kesuksesan hidup yang saya maksudkan dalam pembicaraan-pembicaraan yang terjadi biasanya berkisar pada : seberapa tinggi karir/jabatan/kedudukan yang dikuasai saat ini, seberapa banyak dan mahal merek dan tipe mobil yang dimiliki, seberapa bagus dan megah rumah yang dimiliki, seberapa mahal dan beken tempat bersekolah anak-anaknya serta seberapa-seberapa yang lain. Itulah yang biasanya diasosiasikan sebagai kesuksesan. “Wah... hebat ya si Fulan sekarang mobilnya dah ganti Alphard”, “Si Fulanah sekarang karir suaminya moncer lho, diangkat jadi kepala cabang”, “Enak ya Dia, bonus tahunannya belasan juta” dan sebagainya.
Apakah hal tersebut salah ? Saya tidak dalam kapasitas menghakimi salah dan benar, tetapi hanya ingin berbagi perasaan dan sikap hati kita dalam menghadapi situasi pembicaraan yang seperti itu dalam pergaulan kita sehari-hari.
Keinginan
Kalau mendengar sesuatu yang sepertinya nyaman, enak dan mudah yang belum pernah kita rasakan dan miliki, biasanya kita pasti ingin juga merasakan yang seperti itu. Menurut saya keinginan itu boleh-boleh saja, asalkan :
a. Keinginan tersebut harus segera dipotong agar tidak menjadi khayalan yang menyebabkan kita panjang angan-angan, sebab situasi yang kita inginkan tersebut juga tentu ada cobaan di dalamnya yang kita tidak tahu. Kata orang-orang tua jaman dulu : Urip kuwi sawang-sinawang, orang lain yang kelihatannya enak belum tentu demikian, ada masalahnya juga.
b. Keinginan tersebut jangan sampai menyebabkan kita berkeluh kesah / ngresulo / tidak ridho atas situasi dan kondisi yang saat ini kita jalani. Karena bagaimanapun apa yang kita terima dan jalani saat ini adalah yang terbaik bagi kita yang Allah berikan. Bukankah setiap detik kehidupan kita adalah pemberianNya yang harusnya kita syukuri ? Bukankah rasa syukur kita merupakan wadah untuk menerima nikmat yang lebih besar dariNya ? Jangan melihat ke atas, tapi lihatlah ke bawah. Masih banyak saudara-saudara kita yang hidup jauh di bawah kelayakan.
c. Keinginan tersebut bisa kita jadikan cita-cita yang harus diiringi juga dengan ikhtiar dalam arti harus kita siapkan strategi dan tahapan pencapiannya dengan tidak lupa hati kita berserah kepadaNya. Boleh jadi keinginan yang menjadi cita-cita tersebut merupakan pertanda bahwa Allah memang akan menganugerahi kita sesuai yang kita cita-citakan.
Ternyata
Ini rahasia lho.... jangan bilang siapa-siapa, orang-orang yang mencapai kesuksesan hidup sebagaimana yang sering diperbincangkan orang, umpama dari kalangan militer dia itu jendral, panglima lagi, umpama dari kalangan pengusaha, dia itu top bangetlah pokoknya, omsetnya per bulan triliunan rupiah, umpama dari kalangan trainer, dia itu trainer kelas atas yang alumni pelatihannya sudah mencapai puluhan ribu orang, umpama dari kalangan artis sinetron, dia itu tarif per episodenya mencapai puluhan juta rupiah atau juga dari kalangan lain yang dianggap sukses dan menjadi standar kemewahan hidup bagi banyak orang, ternyata akhirnya mati juga. Jatah ruang dan waktu baginya habis di dunia ini.
Ternyata... hidup itu menunggu mati.
Ternyata... mati itu berarti kembali, kembali kepada yang memiliki.
Ternyata... yang memiliki itu Allah.
Ternyata... masa depan kita dan masa depan hidup ini adalah Allah
Ternyata... cita-cita kita salah jika bukan Allah.
Ternyata... semuanya sia-sia jika tidak dengan Allah.
Ternyata... semuanya sia-sia jika tidak bersama Allah.
Ternyata... semuanya sia-sia jika tidak untuk Allah.
Ternyata... Allah itu sangat sayang pada kita.
Ternyata... Allah sudah siapkan segalanya bagi kita.
Ternyata... Allah saja yang ada yang lain tidak ada – subhanallah.
Ternyata... Allah juga di balik semua yang ada – alhamdulillah.
Ternyata... habis sudah kita dihadapanNya.