Home » » Takkan teraih surga

Takkan teraih surga

Written By BAGUS herwindro on Feb 15, 2008 | February 15, 2008

Dua hari lalu ada salah satu teman kantor yang membaca buletin bulanan yang diterbitkan salah satu yayasan di Surabaya dimana dia menyalurkan salah satu infaq bulanannya. Pada salah satu rubrik dalam buletin itu dinukilkan sebuah hadits :

Dari Aisyiyah ra, Rasulullah saw bersabda, "Tingkatkanlah amalmu dengan baik, atau lebih dekatlah kepada kebaikan dan bergembiralah, karena amal seseorang tiada dapat memasukkannya ke surga". Tanya para sahabat, "Amal Anda juga begitu, ya Rasulullah ?”, jawab Rasulullah, "Amalku juga begitu. Tetapi Allah melimpahiku dengan rahmat-Nya. Dan ketahuilah, bahwa amal yang paling disukai Allah ialah amal yang dikerjakan secara terus ­menerus walaupun sedikit". (HR. Bukhari, Muslim dan Nasa'i).

Temanku itu mempertanyakan tentang : amal seseorang tiada dapat memasukkannya ke surga, dianggapnya hal tersebut salah ketik. Mungkin dalam benaknya muncul pertanyaan kenapa harus beramal kalau amal tersebut tidak dapat memasukkan kita ke dalam surga ?

Aku memahami hadits tersebut yang tentu saja pemahamanku masih sangat-sangat terbatas, kira-kira demikian :

1. Tingkatkanlah amalmu dengan baik, atau lebih dekatlah kepada kebaikan dan bergembiralah

Derajad tertinggi dalam kehidupan ini adalah menjadi hambanya Allah bukan hambanya dari selain Allah. Sebagai hamba, wajibnya kita melaksanakan seluruh kehendakNya. PerintahNya dalam hadits tersebut di atas adalah meningkatkan amal, mendekat kepada kebaikan dan bergembira. Meningkatkan amal dengan baik, menurut pemahamanku pokoknya hidup yang kita jalani ini harus kita niatkan sebagai amal sholih dan kita tingkatkan terus kualitas keikhlasannya. Allah memerintahkan kita beramal sholih, ya sudah, jalankan saja lillahi ta’ala. Masalah ganjaran-fadillah-manfaat-pahala yang dijanjikan Allah, engga usah direken, tidak usah dihiraukan. Bukankah sudah dijanjikan ? Sedangkan Allah Maha Menepati Janji, ya sudah, tidak usah dihitung-hitung pasti diberi. Pokoknya jalankan saja perintahNya titik. Kesungguhanmu mengejar apa yang sudah dijamin oleh Allah dan kelalaianmu melaksanakan apa yang dituntut darimu, adalah bukti rabunnya mata batinmu”. (al-Hikam, Ibnu ‘Athâillâh As-Sakandarî).

[Contoh di antaranya : shalat sunnah dua rakaat lebih afdhol dari surga, karena yang dituntut oleh Allah adalah shalatnya, sedangkan surga adalah yang dijamin oleh Allah; ikhtiar itu lebih afdhol dari hasil ikhtiar; berdoa lebih afdhol dari ijabah doa itu sendiri]

Lebih dekat kepada kebaikan, menurut pemahamanku, awal kebaikan itu adalah mengingat Allah, merasakan kehadiranNya atau merasakan Allah selalu hadir dalam kehidupan kita yang akan membawa kita selalu menjaga adab atau sopan santun kita dihadapanNya sehingga yang keluar dari diri kita ini yang baik-baik saja, sehingga misalnya kalau mau berbuat tidak baik pasti tidak jadi karena malu sama Allah, kan Allah selalu hadir dalam setiap gerak-gerik hati kita. Jadi, lebih dekat kepada kebaikan mungkin maksudnya adalah bahwa kita harus mengupayakan, mengkondisikan agar kita selalu ingat Allah. Harus kita jaga apa yang menjadi konsumsi indera kita dan harus kita jaga lingkungan pergaulan kita agar semuanya kondusif dalam mendukung pertumbuhan spiritual kita, lebih yaqin, semakin yaqin, wis poko-e yuakin puollll, haqqul yaqin. Kita pasti tahu takaran iman kita masing-masing, karena itu jangan menantang, kalu iman kita cuman biasa-biasa saja seperti daku, ya jangan coba-coba masuk di lingkungan yang dekat dengan kemaksiatan, biasanya pasti kejebur. Jangan berkawan dengan orang yang keadaannya tidak membangkitkan semangatmu dan pembicaraannya tidak membimbingmu ke jalan Allah. Boleh jadi engkau berbuat buruk tetapi tampak olehmu sebagai kebaikan, lantaran engkau berkawan dengan orang yang tingkah lakunya lebih buruk darimu. (al-Hikam, Ibnu ‘Athâillâh As-Sakandarî).

Bergembiralah, kenapa kok harus bergembira ? Ya karena siapa saja yang sudah bisa melaksanakan dua perintah sebelumnya, yaitu meningkatkan amal sholih dengan baik dan lebih mendekat kepada kebaikan, berarti itu merupakan tanda-tanda bahwa Allah ridho kepadanya. Janganlah ketaatanmu membuatmu gembira lantaran engkau mampu melaksanakannya, tetapi bergembiralah lantaran ketaatan itu merupakan karunia Allah kepadamu. (al-Hikam, Ibnu ‘Athâillâh As-Sakandarî). Q.S. Yunus [10]:58 : Katakanlah, dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." Karena itu dalam hadits tersebut diatas, selanjutnya dikatakan oleh Rasulullah saw :

2. Amal seseorang tiada dapat memasukkannya ke surga

Dalam proses apa pun pasti ada yang tersisa menjadi sampah, menjadi polutan. Inilah sunatullah bahwa dalam suatu proses, takdirnya ada yang menjadi inti dan ada yang menjadi sampah.

Contoh sederhana adalah yang terjadi dalam tubuh kita sendiri dimana dalam proses pencernaan juga menyisakan sampah yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh baik yang berbentuk padat maupun cair. Nah, dalam proses kehidupan ini pun seperti itu, kita yang ditakdirkan hidup sebagai manusia belum tentu menjadi hambaNya (inti), hamba inilah yang mendapat keridhoanNya sedangkan sisanya menjadi sampah. Kalau bicara dalam konteks surga dan neraka, maka hamba Allah inilah yang dengan kehendakNya akan ditempatkan di surga dan sampahnya dengan kehendakNya akan ditempatkan di neraka.

Berarti siapa yang menjadi hamba dan siapa yang menjadi sampahnya hamba sudah ditakdirkan ? Ya. Lalu untuk apa beramal ? Amaliyah kita adalah tanda-tanda bahwa Allah ridho kepada kita dan akan menempatkan kita dalam surgaNya. Apakah Anda akan mengklaim bahwa ibadah Anda adalah hasil upaya Anda sendiri ? Kalau tanpa hidayah dari Allah maka pasti Anda tidak akan tergerak untuk beribadah kepada Allah. "Laa haula walaa quwwata illaa illaahil 'aliyyil 'adzhim" (Tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung). Secara akal, ibadah kita menyebabkan turunnya ridhonya Allah. Kalau seperti itu berarti Allah tergantung kepada manusia ?

Bukankah kekuasaan Allah menentukan segala sesuatu ? Secara akal memang seperti itu, tetapi secara hakiki kalau Allah ridho kepada hambaNya maka Allah juga akan menggerakkan hati si hamba untuk taat dan beribadah kepadaNya. Karenanya kalau kita bisa beribadah kepada Allah, hati harus memandangnya sebagai limpahan hidayah, rahmat dan pertolonganNya kepada kita. Jangan mengklaim itu sebagai usaha kita sendiri. Bisakah kita menjamin diri kita bahwa besok masih beriman ? Bisakah kita menjamin di akhir kehidupan nanti dalam keadaan yang khusnul khotimah ? Kembali lagi ke masalah surga dan neraka, bukankah surga dan neraka juga makhluknya Allah ? Lalu seandainya Allah tidak menciptakan surga dan neraka, apakah kita tidak mau beribadah ? Nah ?!
Sebagai bahan renungan dan muhasabah diri, Syekh Zaruq dalam Syarah Al-Hikam karya Ibnu ‘Athâillâh As-Sakandarî :

Jika Anda mulai berorientasi serba duniawi, memburu duniawi, itu tandanya Allah sedang menghina Anda.
Jika Anda sedang berorientasi dalam ubudiah, itu tandanya Allah sedang menolong Anda.
Jika Anda sedang sibuk dengan urusan sesama manusia sampai lupa kepada Allah, itu tandanya Allah sedang berpaling dari diri Anda.
Jika Anda dijauhkan dari rintangan-rintangan menuju kepada Allah, sesungguhnya Allah sedang mendidik budi pekerti kehambaan Anda.
Jika Anda bergairah dalam munajat kepada-Nya, itu tandanya Allah sedang mendekati Anda.
Jika Anda ridla atas ketentuan-Nya, dan Ridla bersama-Nya, itu tandanya Allah Ridla kepada diri Anda.

3. Amal yang paling disukai Allah ialah amal yang dikerjakan secara terus ­menerus walaupun sedikit

Itulah yang dinamakan istiqomah dan sungguh istiqomah itu adalah hal yang sangat sulit dilakukan. Coba saja, dan ternyata aku juga merasakan sulitnya beristiqomah, kalau tidak dengan pertolongan Allah, niscaya kita akan sulit melakukannnya. Para ulama mengatakan bahwa al istiqomah khoiru min alfi karomah – istiqomah itu lebih baik dari seribu kemuliaan. Karena itu yang saya dengar dari Syekh Luqman, bahwa istiqomah merupakan maqom – kedudukan spiritual di hadapan Allah. Siapa yang diberikan kekuatan oleh Allah untuk bisa istiqomah dalam amaliyahnya, berarti orang tersebut mendapatkan karomah dari Allah.

Karomahnya itu ya istiqomah itu sendiri, jadi bukan karomah yang diasosiasikan sebagai hal-hal yang di luar kewajaran. Karena itu meski kita belum bisa beristiqomah, niatkan saja untuk istiqomah, berharap Allah menolong kita, sambil terus berusaha melakukannya. Pengharapanmu harus disertai dengan amalan. Kalau tidak, maka itu hanyalah lamunan. (al-Hikam, Ibnu ‘Athâillâh As-Sakandarî).
Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

IG
@bagusherwindro

Facebook
https://web.facebook.com/masden.bagus

Fanspage
https://web.facebook.com/BAGUSherwindro

Telegram
@BAGUSherwindro

TelegramChannel
@denBAGUSotre

 
Support : den BAGUS | BAGUS Otre | BAGUS Waelah
Copyright © 2013. den Bagus - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger