Berbagai pemahaman baru muncul di dalam hatiku dengan sendirinya dan masih banyak kebarokahan yang kurasakan yang sulit untuk diungkapkan.
Kunjungan pertama itu membuahkan rasa kangen untuk berkunjung ke sana lagi, meskipun belum bisa ketemu Yai Jalil sendiri tapi dengan berdiam diri beberapa saat saja di Pondok rasanya ada cahaya yang melimpah menerangi hati mengikis keangkuhan, membasuh kepedihan, menenteramkan jiwa dan melesatkan ruh. Ya begitulah memang orang-orang yang dipilih Allah sebagai pewaris Nabi dalam dimensi syariat dan hakikatnya, selalu melimpahkan cahaya Allah kepada umat. Setitik saja cahayanya melimpah bagi diriku, sudah lebih dari cukup.
Syaikh Abdul Jalil Mustaqiim, sosok seorang mursyid yang kamil dan mukamil dari thoreqoh Syadziliyah, Qodiriyah dan Naqsabandiyah. Sosok yang sederhana dan bersahaya, seperti umumnya manusia biasa, bukan sosok kyai atau yang disebut wali dalam sinetron-sinetron kita yang sungguh jauh panggang dari api, dimana kalo di sinetron digambarkan selalu bersurban, berjubah, bawa tasbeh dan kerjaannya nagkap hantu hi… hi… gitu kok sebutannya kyai ato ustadz…. sungguh terlalu….. pelecehan !!!
Hari Sabtu, tanggal 8 Januari 2005, seorang teman memberi kabar kalo Yai Jalil menghadap ke Ilahi Rabbi Allah SWT kemarinnya tanggal 7 Januari 2005. Innalillahi wa inna ilahi roji’un, yaa Allah…., begitu terhenyak hatiku, lemas tubuhku mendengar berita tersebut, beberapa hari yang lalu aku masih sowan di hadapan Beliau, saat ini beliau telah menghadapNYA kembali. Semoga saja ini bukan pertanda Allah menutup sebagian kebarokahan pada umat ini dengan memwafatkan seorang WaliNYA. Sabtu itu juga aku berangkat ke Tulungagung untuk takziyah.
Waktu itu aku mengalami kebingungan juga, karena meskipun secara sirri aku sudah diterima menjadi murid Yai Jalil, tetapi aku belum berbaiat. Alhamdulillah setelah konsultasi dengan murid senior Beliau yaitu K.H. M. Luqman Hakim, MA., aku memohon baiat kepada Syaikh Shalahuddin.
Akhirnya saat itu datang juga, tanggal 24 April 2005 aku mengambil baiat Thoreqoh Syadziliyyah dari Guru Mursyid Tercinta Syaikh Shalahuddin Abdul Jalil Mustaqiim.
Deg-degan juga waktu itu, seperti waktu mo nikah, memang sama sih cuman sekarang pernikahan dengan akhirat…. ngapalin dulu akadnya. Setelah menunggu giliran, tiba saatku menjalani prosesi baiat yang sebelumnya telah dijelaskan. Singkat.
Alhamdulillah.... selesai juga, setidaknya saat itu biji iman telah ditanamkan dalam qolbu, tinggal bagaimana aku sendiri yang mencangkul, memupuk, mengolah dan menyuburkan biji iman itu di ladang bumi nafsuku, agar biji iman itu bisa tumbuh besar, kuat dan menjulang tinggi ke langit untuk bersiap menerima curahan hujan rahmat dan fadhal-NYA serta pancaran matahari makrifat-NYA sehingga akhirnya berkembang dan berbuah manisnya iman – mengenal Allah dan mengenal diri. Insya Allah, aamiin......
Seorang murid dihadapan mursyidnya, harus bagaikan mayat di hadapan yang memandikan, mau dibolak-balik seperti apapun ya harus nurut. Mursyid adalah bapak ruhani yang sejatinya akan membimbing, mendidik, menjaga, menjamin dan mengantarkan kita sampai di hadapan Allah.
Alhamdulillah......
turut berduka cita atas berpulang nya Guru Besar mu walo udah lewat 2,5 th an yg lalu...
ReplyDeletesemoga Beliau mendapat tempat terindah di sisi Allah swt.
btw, kaya'nya tahun nya harus diperbaiki tuh, karna ngetik nya 7 Januari 2007
Tengkyu Vee, iya slah ketik
ReplyDeletemas saya udah baiat tapi masih sering nglakuin maksiat..
ReplyDeletegmana ya mas caranya bs ninggalin tu smua..
q bingung!!!!
thanks..!!!
Caranya : HARUS BERANI Mas, ngelawan diri sendiri.
ReplyDelete