Lebaran memang merupakan momen yang tepat untuk
menjalin kembali tali silaturahim antar keluarga, tetangga dan teman. Sebab
selain di waktu lebaran, sangatlah sulit mencari kesempatan untuk bisa saling
beranjang sana
dan berkunjung satu sama lain, disebabkan kesibukan masing-masing. Bisa pun,
tidak bertemu muka melainkan dengan media komunikasi lain.
Tiap lebaran pasti ada yang berubah, yang
semula masih bujang bisa jadi saat ini sudah menikah, yang belum berputra
mungkin saat ini telah dikaruniai momongan, yang lebaran kemarin masih anak-anak
saat ini beranjak remaja dan sebagainya. Ada juga saat lebaran kemarin masih berjumpa,
lebaran saat ini sudah tiada. Semua bergerak melintasi orbit kehidupannya
masing-masing dan itulah nasihat tentang waktu. Waktu tak pernah bisa
dimundurkan apalagi dibatalkan. Segala yang pernah terjadi, tak ada guna
disesali.
Waktu pula yang mengiringi usia seseorang
bertambah tua. Orang tua, kakek nenek atau sesepuh yang lain yang sudah berusia
tua itulah yang semakin mendekati gerbang akhir kehidupan, walau kematian tidak
ada hubungannya dengan usia seseorang itu masih muda atau sudah tua, namun pada
umumnya bertambahnya bilangan usia berarti pula mendekatkan kita semua pada
batasan usia.
Sowan kepada para sesepuh, meninggalkan tanya
di hatiku, adakah kepasrahan dalam hati mereka untuk menyongsong maut yang pasti
datang menjelang ataukah justru kegamangan yang mengisi hari-hari mereka
?
Pertanyaan yang sama selalu muncul pada diriku
sendiri. Cinta TUHAN ? Bagiku mungkin masih sebuah omong kosong, sebab mereka
yang telah benar-benar mencintai Tuhan tak pernah gamang menyongsong kematian
melainkan malah merindukannya, sebab batas akhir kehidupan merupakan awal
kemerdekaan mereka dari penjara wadag
dunia.