Orang thoriqoh itu kalau ingin mendapatkan ridhonya Allah sebenarnya kuncinya adalah pada ridhonya Guru. Demikian yang diwejangkan oleh Kang Wasi’ sebagai pembukaan setelah khususiyah hari Minggu tanggal 18 Sepetember 2011.
Flashback, Kang Wasi’ menceritakan awal mula dibentuknya kelompok khususiyah Ketintang seperti yang saat ini berjalan, yang dulu bermula di Jalam Mojopahit Surabaya. Dulu Syaikh Luqman sudah menyuruh Kang Wasi’ memimpin khususiyah untuk kelompok pengajiannya Bu Wiwik, namun Kang Wasi’ masih menolaknya dengan berbagai alasan. Demikian juga saat Bu Nyai menginstruksikan untuk memimpin khususiyah seperti yang dimaksudkan Syaikh Luqman, Kang Wasi juga masih menolaknya dengan berbagai alasan yang di antaranya adalah alasan mempunyai anak yang masih kecil dan lain sebagainya. Hal ini yang kemudian menyebabkan Kang Wasi’ dimarahi.
Hingga saatnya khususiyah untuk kelompoknya Bu Wiwik terbentuk. Kang Wasi’ saat mau berangkat ke Surabaya, di depan dipanggil oleh YAI, dan diberitahu, “Sik kowe budhalo nang Suroboyo, BISMILLAH, sak munimu !” [‘Sik engkau berangkatlah ke Surabaya, BISMILLAH, sekeluarnya ucapanmu’]. Maka seketika YAI dawuh “BISMILLAH” itulah hati Kang Wasi’ terasa plong, segala yang memberatkan pikirannya sirna langsung. Maka sekarang jangan heran kalau mengimami khususiyah ya terserah Kang Wasi’, kan sesuai dawuhnya YAI. Itu semua juga dalam rangka membina jamaah. Jadi yang penting Kang Wasi’ sudah menyampaikan dan mengingatkan, kalau toh ada yang tidak mau menerimanya maka tentu saja itu adalah tanggung jawab masing-masing.
Jadi apa yang ditugaskan tersebut dilaksanakan Kang Wasi’ dalam rangka memperoleh ridhonya Guru. Sebab itu pula saat khussiyah dipindah dari jalan Mojopahit ke Ketintang, Kang Wasi’ sempat tidak enak hati, sebab tiba-tiba saja diumumkan tempatnya pindah, yang dikhawatirkan adalah bila Guru belum meridhoinya, sebab thoriqoh dan semua amaliyahnya serta seluruh ilmunya yang kita amalkan ini bukanlah milik kita melainkan milik Guru yang diijazahkan kepada kita, sekali lagi diingatkan bahwa kita tidak ikut mempunyai thoriqoh ini. Maka saat itu, saat pertama kalinya khususiyah di Ketintang, Kang Wasi’ tidak juga segera memulainya karena belum ada kepastian adanya ridho dari YAI. Maka Kang Wasi’ pun minta tolong kepada Kang Jumal untuk menyampaikannya kepada YAI tentang perpindahan tempat tersebut. Setelah ada balasan SMS dari Kang Jumal itulah Kang Wasi’ baru berani memulai prosesi khususiyah.
Satu hal lagi yang disampaikan sesuai dawuhnya YAI pada Kang Wasi’ adalah bahwa kalau dinasihati tentang kebaikan dari siapa pun meski posisinya jauh di bawah kita sebisa mungkin dilaksanakan, sebab yang demikian itu insya Allah pasti akan ada barokahnya.Kang Wasi’ sendiri pun berusaha seperti itu, ada nasihat dari orang tua harus begini begitu, ada nasihat dari orang yang berada di bawahnya tentang sesuatu, semua itu tidak pernah ditolah, disimpan dan diniati untuk melaksanakan, kalau toh belum bisa, nasihat-nasihat itu tetap diingat hingga nanti saatnya bisa melaksanakan.
Itu.
Bis Malam. Ada beberapa urusan yang Allah membuatnya agar manusia tidak mengetahuinya dan itu memang lebih baik. Baiknya apa ? Di antara hikmahnya adalah agar kita selalu waspada dan tidak meremehkan. Minggu, 21 Agustus 2011 saat khususiyah terakhir di bulan Ramadhan yang lalu, Kang Wasi’ menyampaikan tentang hal tersebut.
Di antaranya adalah bahwa Allah menyembunyikan maksiat di dalam taat, karena itu jangan bangga kalau merasa bisa taat. Allah juga menyembunyikan taat di dalam maksiat, karena itu jangan merendahkan mereka yang dianggap bermaksiat, siapa tahu setalah maksiat itu dimunculkan taatnya.
Allah juga menyembunyikan kekasihnya di antara kebanyakan orang, karena itu jangan suka meremehkan orang lain walau lahiriahnya terlihat biasa saja bahkan kurang, sebab bisa jadi itu adalah salah satu kekasih Allah.
Allah juga menyembunyikan malam Lailatul Qadar di dalam malam-malam bulan Ramadhan. Kalau menurut haditsnya memang Lailatur Qadar akan diturunkan terutama pada malam-malam ganjil di sepulu hari yang terakhir, namun belum tentu juga. Makanya sangat lucu jika ada orang yang merasa sekan-akan mengetahui saat turunnya Lailatul Qadar. Beberapa orang secara khusus memang diberitahu oleh Allah, namun jelas bukan orang-orang semacam kita ini.
Semestinya kalau selama Ramadhan dari awal sampai dengan akhir kita giat dan tekun beribadah, insya Allah pasti akan dapat Lailatur Qadar. Kenyataannya kita tidak seperti itu, hari pertama, kedua dan ketiga semangat luar biasa, kemudian turun dan lalu naik lagi, begitu seterusnya
Syaikh Abdul Jalil pernah dawuh pada Kang Wasi’ bahwa kebanyakan orang yang memburu Lailatul Qadar itu bisa diibaratkan seperti menghadang Bis Malam di tengah jalan, ya tidak akan berhenti sebab yang bisa naik Bis Malam itu orang yang sudah punya tiket dan naik dari terminal. Begitu bahasa sederhananya.
Maka menurut YAI, saat Ramadhan inilah kesempatan yang paling baik untuk mendoakan muridnya, mendoakan ummat, keluarga, anak keturunan dan seterusnya.
Satu lagi yang disampaikan, mungkin sebuah satire, sebagaiman amengejar Lailatul Qadar itu, banyak diantara ummat ini kalau menunaikan ibadah Haji juga sukanya menghitung, ganjarannya kan jelas ada haditsnya, kalau shalat di sini pahalanya segini, kalau shalat di tempat itu pahalanya segitu sama dengan shalat di tempat lain sekian rakaat dan seterusnya. Itu dikalkulasi. Maka ada jamaah haji yang saat di tanah suci ibadah shalatnya giat sekali, namun setelah kembali ke tanah air malah tidak pernah shalat. Kalau ditanya malah mengatakan kalau masih punya banyak tabungan shalat, ya tentu saja sesuai hitungannya dia kalau merasa sudah shalat bahakan samapai mati pun shalatnya masih kelebihan. Nah ?!
Begitu.