Anak itu
amanah~tititpan yang di dalamnya berarti juga rejeki~investasi meski selagi
mereka belum berakal berarti juga asset.
Ah… tapi bukan itu
maksud saya.
Teringat dulu waktu
pertama kali ada tanda-tanda diamanahi Gusti Allah seorang anak, yang jelas
tentunya ada perasaan syukur, namun juga deg-degan sebab belum pernah punya
pengalaman tentang itu.
Saya periksakan
kehamilan ke bagian Poli Hamil di sebuah rumah sakit, baru saja mendaftar sudah
ditolak tanpa dimasak [mentah-mentah]. Apa sebab ? Sebab saya lelaki… he… he…
he…
Tetapi bukan itu juga
yang saya maksud.
Begini saat kehamilan
sudah merupakan suatu yang positif, maka memeriksakan kehamilan adalah sangat
perlu, tinggal pilih, mau periksa ke bidan atau ke rumah sakit tentunya di poli
hamil ataukah ke tempat prektek pribadi dokter spesialis
kandungan.
Beda tarif, beda pula
alat yang digunakan. Kalau saat ini sih sudah umum memeriksa kondisi janin
dengan menggunakan alat USG yang 3 Dimensi, langsung kelihatan semuanya. Namun
sebelum semua alat medis elektronik itu digunakan, ada satu alat konvensional
sederhana yang selalu bisa ditemui dipakai oleh seorang bidan yang bentuknya
sepertu sebuah gelas kerucut, terbuat dari kayu atau aluminium, namanya Fundoscope Stetoskop, yang digunakan
untuk mengetahui detak jantung janin secara
konvensional. Detak jantung janin itulah yang pertama kali dideteksi
keberadaannya.
Itu yang saya
maksud.
Jantung lebih dahulu
terbentuk sempurna sebelum terbentuknya otak. Jantung memiliki kecerdasannya
sendiri dan tentunya berlipat kali lebih cerdas dibandingkan otak. Vibrasi
elektromagnetik jantung 5.000 (lima ribu) kali lebih kuat bila dibandingkan
dengan otak.
Detak jantung janin
selalu sinkron dengan detak jantung sang ibu dan mungkin karena itulah
perkembangan janin sangat dipengaruhi oleh apa yang diistilahkan secara umum
sebagai “suasana hati” atau perasaan ibundanya, sebab perubahan perasaan sang
ibu tentunya akan mengubah pola ritme detak jantung sang ibu sekaligus memori
tentang perasaan itu terekam kuat di jantung dan itu sangat berpengaruh pada
janin yang dikandungnya.
Maka tak heran kalau
terlahir putra-putri yang hebat dari para orang tua yang ritme detak jantungnya
selalu terjaga dengan iringan dzikir kepada Gusti Allah bahkan sejak mula
pertama benih itu ditaburkan, sebab saat itulah hakiki awal mula terbentuknya
generasi baru. Begitulah yang dicontohkan para Guru Mulia. Kehidupannya,
sepenuhnya pengabdian kepada Gusti Allah, sepenuhnya hadir di hadapanNya dengan
jantung yang terus berdetak beriring dzikir mengingat
Allah.
Hardware dan
software
Segumpal darah ~
jantung, itu hardware sebab terletak pada wilayah materi, yaitu jazad kita.
Softwarenya terletak di wilayah ruhani yaitu qalbu kita atau yang biasa disebut
sebagai hati.
Sebagai hardware,
tentunya pada jantung sudah terinstal memori dasar sebagaimana setiap mesin
computer yang terdapat BIOS di dalamnya. Kira-kira selain data untuk otonomi
jantung itu sendiri, tentunya terdapat pula data awal tentang keterhubungan
dengan kehidupan secara keseluruhan yang nantinya dengan software qalbu / hati
itu dikhususkan untuk media komunikasi / memproses data yang inputnya bisa dari
mana pun namun outputnya pada akhirnya harus untuk dan menuju Gusti Allah, meski
tak serta merta, sebab untuk menuju hal yang demikian itu manusia biasanya
menyusuri jalan panjang dalam qalbu / hatinya. Untuk output yang selain
tersebut, maka hal itu bisa diartikan bahwa qalbu / hati ini terkena serangan
virus, terdegradasi ke wilayah jazad dan tentunya itulah awal mula timbulnya
setiap permasalahan.
Qalbu / hati yang
dalam perjalanannya dari, untuk dan menuju Gusti Allah akan terekspresikan dalam
prilaku atau akhlaq yang mulia yang di antaranya seperti sabar, syukur dan rela
dengan pancaran atau vibrasi perasaan yang tenang, tenteram dan bahagia. Pada
akhirnya qalbu / hati tersebut akan lebur dalam Gusti Allah, terbakar dalam katresnan sejati / cinta
sejatiNya.
Namun sebaliknya,
saat perjalanan manusia dalam hatinya tidak dari, untuk dan menuju Gusti Allah
dalam kata lain hatinya dipenuhi dengan benda-benda / materi yang diam-diam
dituhankannya, maka biasanya akan terekspresikan dalam prilaku atau akhlaq yang
tercela seperti di antaranya tamak, bakhil, ujub dan riya, yang tentu saja
dengan pancaran atau vibrasi persaaan yang jauh dari tenang, jauh dari tenteran
dan jauh dari bahagia. Galau tingkat
dewa, :D.
Rekam
jejak
Maka, apapun ekspresi
akhlaq yang terpancar dari hati, termasuk vibrasi perasaan yang menyertai akan
terekam secara fisik di memori jantung.
Untuk itulah para
Guru Mulia senantiasa mendidik, mengingatkan dan melatih manusia untuk
mengiringi berdetaknya jantung dengan kesadaran pada Gusti Allah, agar selalu
waspada saat akhlaq tergoda untuk tak mulia, agar selalu waspada saat perasaan
terpancing untuk mulai galau dan agar selalu waspada pula menghapus rekam jejak
yang kurang baik pada memori jantung dengan memasukkan memori kesadaran pada
Gusti Allah.
Rekam jejak yang baik
akan membaikkan kehidupan kita, pun demikian sebaliknya.
Rekam jejak yang baik
sangat bermanfaat dalam upaya kita menyempurnakan ikhtiar. Memunculkan kembali
vibrasi perasaan yang baik seperti ketenangan, ketenteraman dan kebahagian
biasanya merupakan pertanda akan wujudnya kembali ahal-hal yang bisa menyebabkan
kita merasa tenang, tenteram dan bahagia.
Berdoa dengan vibrasi
perasaan penuh kebahagian, biasanya merupakan pertanda terijabahnya
doa.
Saat tubuh sakit pun
biasa terbantu dengan mengakses memori baik yang terekam di jantung. Bisa
dicoba, saat sakit terasa menggigit, sentuhlah bagian jantung dengan ujung-ujung
jari atu telapak tangan dan ingatlah hal-hal yang paling membahagiakan sampai
dapat benar-benar merasakan kebahagiaan itu, lalu lihatlah apa yang
terjadi.
Komunikasi
Semua makhluk
memiliki hati. Apa yang dari hati akan sampai pula di hati. Maka sebenarnya
manusia mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi dengan seluruh makhluk meski
tanpa suara dan tanpa kata, sebab komunikasi dilakukan dengan pertukaran data
melalu frekuensi masing-masing hati yang beresonansi.
Maka tak heran pula
saat seseorang sedang galau tingkat
dewa dan kemudian dia merelakan diri untuk hadir atau menghubungkan diri
dengan para Guru Mulia atau mereka yang terjaga hatinya, mulia akhlaqnya dan
bahagia perasaannya, maka tiba-tiba saja seakan semua beban yang menindihnya
telah lenyap walau kenyataannya belum ada solusi. Ritme jantung fisiknya akan
meresonansi jantung para Guru Mulia itu sekaligus menerima transferan data
kejernihan hati, kemuliaan akhlaq dan kebahagiaan perasaan. Itulah nanti yang
akan menjadi bekalnya melangkah ke depan, tentu saja semua juga tergantung pada
dirinya sendiri, ma uterus melangkah ke depan atau malah diam-diam menikmati
kegalauannya sendiri.
Utamanya
Qalbu / hati menjadi
jalan panjang manusia menuju titik akhir kehidupannya. Hati harus ditata, agar nantinya hatilah yang menata kehidupan kita.
Melaluinya harus
sendiri tanpa membawa benda-benda, agar qalbu / hati tak terdegradasi ke wilayah
materi hingga menyebabkan ia takut dengan berbagai keterbatasan, ketidakenakan
dan ketaknyamanan.
Melaluinya harus
dengan sambil membakar segala benda yang sempat masuk di dalamnya. Membakar
dengan api cinta kepadaNya, agar cintaNya berjejak keberanian, optimisme,
permaafan, pemahaman, welas~asih, kedamaian, ketenangan, kebahagian dan
berpuncak pada pengenalan terhadapNya.
Semoga
Semoga Gusti Allah
selalu mengingat saya dan Panjenengan, agar saya dan Panjenengan pun dimampukan
mengingatnya, sehingga dimampukan pula merespon setiap detik kehidupan yang
ditakdirkanNya dengan akhlaq sabar, syukur dan ridho sehingga pula dimampukan
memancarkan vibrasi ketenangan, ketenteraman dan kebahagiaan.
Aamiin.
JANTUNG [itu] hatiku
… kira-kira begitu.