Malam itu rupanya sedulur-sedulur yang hadir khususiyah di Ketintang sedikit sekali, tidak sampai sepuluh orang.
Hal inilah yang kemudian dipertanyakan Kang Wasi’. Kenapa sebabnya ? Apakah karena repot, sebab yang namanya repot itu pasti, semua punya kerepotan dan akan selalu begitu. Makanya terkadang berbuat baik itu harus dipaksa, sebab berbuat baik itu memang sulit. Lebih sulit lagi adalah mempertahankan perbuatan baik itu.
Misal, shalat subuh berjamaah, itu berat, tetapi bisa dilakukan sekali dua kali. Tetapi coba diistiqomahkan sebulan saja ? Semua harus diatur, Kang Wasi’ mencontohkan dirinya yang harus mengimami shalat Subuh di PETA. Sebelum Subuh sudah harus ada di pondok, kalau tidak begitu bisa geger, makanya kadang juga ditegur dan dimarahai Bu Nyai. Tidak masalah demi kebaikan.
Hal lain yang disampaikan adalah bahwa mestinya laku thoriqoh yang dijalani ini bisa membuat diri kita menjadi lebih bertambah baik lagi, bukan malah sebaliknya. Laku thoriqoh ini seharusnya bisa lebih menata hidup kita, hanya saja jangan mengharapkan buahnya. Ada yang sepuluh tahun baru bisa merasakan buahnya, ada yang dua puluh tahun, bahkan ada yang sampai meninggal belum merasakan buahnya, tetapi pasti anak cucu kitalah nanti yang ikut merasakan buahnya.
Bagaimana pun kesulitan yang ada jangan sampai sedikit pun mengurangi porsi ibadah kita kepada Allah, sebagaimana dicontohkan oleh Syaikh Mustaqim. Bahwa pada jaman Beliau dulu, jamannya susah, jaman perang, bahkan untuk mencari sarana penghidupan pun masih susah. Tetapi semua itu sama sekali tidak mengurangi sedikit pun ibdah Beliau yang demikian itu.
Semoga bermanfaat.
0 Comments
