Di sebuah dunia imajiner, Cak ZhudhrunH tiba-tiba menerima uluk salam dari sebuah SMS yang agaknya sudah lama ter-pending. “Assalamu’alaikum Cak”, begitu SMS itu ber-uluk salam. “Wa alaikum salam, ono opo ?” “Ini Cak mohon ijin menyampaikan pesan yang ada di sistem saya.” “Yo wis ndang ditokké”.
Tiba-tiba saja di hadapan Cak ZhudhrunH tercipta sebuah layar virtual yang menampilkan jalinan huruf-huruf secara acak tak beraturan diiringi background suara layaknya bunyi mesin ketik, yang kemudian beranimasi menyusun sebuah kata dan akhirnya menjadi sebuah kalimat : “Piye ceritane ?”
“Oh.... itu tho ? Begini lho ceritanya...”, begitu gumam hati Cak ZhudhrunH. Maka setelah mengakses sebuah folder haul 2009 di otaknya [yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan yang 2008 lalu], mulai mengalirlah cerita dari Cak ZhudhrunH dengan gaya bertutur aku.
Peringatan haul ke-39 Hadhratus Syaikh Mustaqim bin Husein, haul ke-21 Nyai Hj. Sa’diyah binti H. Rois dan haul ke-4 Hadhratus Syaikh Abdul Jalil Mustaqim untuk tahun 2009 lalu jatuh pada hari Minggu tanggal 4 Januari 2009. Nah, kalau haul yang lalu aku ikut bersama rombongan jamaah Surabaya, tetapi untuk haul kali ini aku memutuskan berangkat sendiri naik kereta api, dengan pertimbangan dalam rangka pengiritan, juga karena tanggal 5 Januari 2009 aku sudah harus masuk kerja karena mempersiapkan soft opening tempat kerjaku yang baru.
Bersama seorang teman – “Nanang”, aku berangkat naik kereta api dari stasiun Gubeng Surabaya sekitar jam tujuhan. Ketika kereta berangkat, sempat kontak juga dengan ustadz Arif yang juga naik kereta dari stasiun Wonokromo, jadi sempat mengamankan tempat duduk biar bisa ditempati ustadz Arif dan jamaahnya. Begitu sampai di Wonokromo, rombongan ustadz Arif naik dan dengan selamat bisa menempati posisi yag sudah kusiapkan. Jadilah di sepanjang perjalanan itu kami mengobrol LUAS (panjang lebar, :D) tentang banyak hal.
Sampai di stasiun Tulungagung kurang lebih jam setengah satuan. Ternyata penumpang kereta itu juga kebanyakan jamaah PETA. Dari stasiun aku berjalan kaki bersama jamaah yang lain menuju pondok. Di sepanjang jalan, panitia pelaksana sudah menempati posnya masing-masing, terlihat bahwa semuanya sudah siap. Alhamdulillah, akhirnya sampai juga di pondok. Setelah shalat, aku bersama teman-teman yang lain menuju ke sekretariat pondok, silaturahmi dengan Kang Wasi’ dan Kang Jumal dan tentu saja yang tak ketinggalan adalah suguhan yang lansung kusantap habis. Suguhan yang penuh barokah dan kebetulan lagi pancen aku wis luwe puol.
Singkat cerita setelah Ashar jamaah semakin memenuhi pondok dan penjagaan semakin ketat, tidak semua jamaah bisa masuk pondok. Bahkan rombongan jamaah Surabaya yang ma masuk pondok menjelang maghrip pun hampir tidak diperkenankan masuk kalau tidak mbuntut Srikandinya Surabaya yaitu Ibu Hj. Wiwik Malik.
Singkat cerita juga, yang jelas waktu itu entah kenapa selepas ashar perutku terasa mulas dan akhirnya aku terserang diare sehingga harus bolak-balik ke toilet, meski pun sudah minum obat tampaknya belum reda juga penyakit dadakanku ini. Ya sudahlah, istighfar saja. Aku pikir memang harus begitu, mungkin memang banyak yang salah pada diriku, sehingga begitu memasuki area pondok, proses pembersihan langsung bekerja. Yo wis alhamdulillah, meskipun mengikuti acara haul dengan sering diselingi turun ke bawah, ke toilet, posisiku di lantai empat saat itu.
Sebagaimana biasanya, mulai pagi acara haul diawalai dengan khataman qur’an. Acara inti dimulai setelah maghrib dengan diawalai oleh pembacaan ayat suci Al Qur’an, dilanjutkan dengan sambutan ketua panitia, maulid diba’, tahlil, manaqib Syaikh Abil Hasan asy Syadzili, manaqib Syaikh Mustaqim bin Husein, manaqib Syaikh Abdul Jalil Mustaqim dan mauizhoh hasanah.
Untuk manaqib Syaikh Abil Hasan asy Syadzili dibawakan oleh Syaikh Luqman, yang pada intinya merujuk keteladanan yang diberikan oleh Syaikh Abil Hasan asy Syadzili. Syaikh Luqman juga mengupas tentang pengertian thoriqoh, bahwa ada pendapat yang mengatakan ngaji itu ya thoriqoh, shalat itu ya thoriqoh, puasa itu ya thoriqoh tetapi sebenarnya yang dimaksud dengan thoriqoh itu sendiri seperti misalnya dalam hal ini thoriqoh syadziliyah adalah merupakan jalan khusus menuju kepada Allah, untuk wushul kepada Allah. Itu intinya menurutku.
Manaqib Syaikh Mustaqim bin Husein kalau tidak salah disampaikanoleh Kyai Jamal dari Jombang.
Berikutnya manaqib Syaikh Abdul Jalil Mustaqim disampaikan oleh seseorang [lupa namanya] yang dulu menjadi juru masak di tempai Yai Jalil mondok. Dikatakan oleh Beliau bahwa dulu itu Yai Jalil sama sekali tidak pernah mencela masakan apa pun yang disuguhkan kepada Yai Jalil. Ada lagi salah satu keistimewaan yang sempat diamati oleh Beliau bahwa Yai Jalil itu meskipun dalam kondisi hujan dan jalanan tanah becek sekali, tidak pernah sekali pun bletokan/tanah becek itu menempel pada kaki Yai Jali. Jadi kaki Yai Jalil selalu bersih.
Mauizhoh Hasanah yang pertama disampaikan oleh KH. Haidar Muhaiminan (putra Syaikh Muhaiminan Gunardo). Menurutku sih ada 2 hal yang kelihatan beda bila dibandingkan dengan tahun lalu, yang pertama yaitu Beliau menyampaikan dengan suara yang lebih lantang dan tutur kata yang terangkai lebih lancar dan mudah diterima; yang kedua adalah cara menyebut Beliau pada Syaikhina yaitu Beliau menyebut dengan Syaikhina wa Mursyiduna wa Murrobi Ruhina.
Mauizhoh Hasanah berikutnya disampaikan oleh Habaib Umar Muthohar dari Semarang. Sebagaimana biasa, dengan bahsa sederhana dan penyampaian yang sarat humor, Beliau menyoroti masalah serangan Israel ke Palestina. Juga menyoroti khusus tentang kedudukan seorang Syaikh yang memang berhak dan bertugas membimbing atau mengajarkan thoriqoh, dan bukannya seperti syeh yang sedang ngetren karena menikah lagi degan gadis di bawah umur itu :P. Nah, yang terakhir ini sampai ketiduran, di samping capai juga karena lemes kebanyakan ke toilet.
Setelah acara selesai, sekitar jam satuan kembali ke Surabaya, tetapi sempat tertunda karena diutus makan dulu sama Bu Nyai. Yo wis makan dulu, alhamdulillah tambah barokah.
Ya.... begitulah !
mas bisa minta fhoto nya gus sholahudin
ReplyDelete