Di suatu bulan, di suatu minggu dan di suatu hari kemarin ada seuntai kalimat yang membuat hatiku trenyuh dan tanpa sadar membuatku merenung jauh, melesat dalam gemuruh rasa yang terpancar dari kedalaman hati sang pengucap.
Ketika itu ada seorang anak kecil berusia sekitar 5 tahunan menyambut kedatangan sang ayah yang telah dinanti-nantikannya. Dia menggelayut manja di lengan sang ayah, menggandeng dan menariknya menuju pusat perhatiannya sambil bibir mungilnya terlontar ucapan,”Yah, ayah engga kangen sama aku tah ?” Sungguh ucapan itu begitu bermakna sampai membuahkan keharuan yang menyeruak dada karena kutahu begitu jauh jarak yang terbentang antara dia dengan ayahnya dalam separuh usia yang telah dilaluinya. Terlebih lagi bentangan jarak itu bukan hanya disebabkan oleh jauhnya tempat sang ayah bekerja tetapi juga adanya bentangan jarak batin antara ayah dan ibunya, sehingga tanpa disadari dialah yang sedikit banyak merasakan dampaknya.
Di suatu bulan, di suatu minggu dan di suatu hari yang lain, selepas subuh, di jalanan depan rumahku terdengar pula suara tangisan seorang anak sebaya anakku seusia lima tahunan. Dengan langkah berat terseret-seret oleh gelora perasaannya, dia menangis memanggil ibunya, “Ibuk...ibukkk !” yang sudah berjalan jauh di depanya. Tanpa hirau, sang ibu tetap berjalan dengan cepatnya seolah sudah enggan menanti langkah sang anak yang juga membawa beban di tangannya. Setiap hari selepas subuh, ibu dan anak itu dengan berjalan kaki yang cukup jauh menghampiri setiap warung yang ada di sekitar komplek itu untuk menitipkan kue-kue hasil buatannya. Kadang si anak ditinggalkannya sendirian di rumah. Sang suami pergi entah kemana, bekerja ke luar pulau katanya. Beban berat hidupnya mungkin tak kuasa ditanggungnya sehingga terlihat pudar kasihnya pada sang anak. Anak yang masih senang-senangnya main, anak yang masih senang-senangnya bermanja ria, anak yang semestinya sudah harus mengenal bangku sekolah. Betapa memiriskan hati.
Sungguh, apalah daya seorang anak kecil dalam perjuangan hidupnya, jika tanpa ada kasih sayang Allah yang menyinari orang-orang di sekelilingnya terutama kedua orang tuanya sehingga mereka pun menyayanginya. Kepada siapa seorang anak kecil akan bermanja ria jika tidak kepada orang tuanya, kepada siapa ia akan berbagi cerita jika tidak kepada orang tuanya, kepada siapa ia akan berkeluh kesah jika tidak kepada orang tuanya, kepada siapa ia akan meminta jika tidak kepada orang tuanya, kepada siapa ia akan berharap jika tidak kepada orang tuanya. Sungguh, orang tuanyalah tumpuan hidupnya di masa kecil. Coba rasakanlah dirimu sebagai seorang balita, apa yang kau rasakan jika seandainya tidak kau rasakan kasih sayang orang tuamu ? Banyak anak yatim di sekitar kita dan banyak juga anak-anak yang diyatimkan oleh orang tua mereka sendiri. Karena itu hai para orang tua, ingatlah akan amanah yang begitu besar yang dianugerahkan Allah dengan kehadiran seorang anak. Jangan mementingkan egomu sendiri, berjuanglah berdua dalam mengemban amanah Allah yang mulia ini. Betapa pun beban berat yang harus ditanggung, jangan sedikitpun mengurangi limpahan kasih sayang pada anak. Anak mutlak membutuhkan kasih sayang yang tulus dari orang tuanya, selebihnya dia akan tahu sendiri kewajibannya.