HADIR di mana ?

Written By BAGUS herwindro on Jun 10, 2019 | June 10, 2019

Kalau berdasar Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti hadir adalah ada. Ada itu sendiri berkaitan dengan eksistensi, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya adalah hal berada; keberadaan.

Nah... ini masalah saya selama ini, yaitu eksistensi atau keber-ada-an saya sekaligus pertanyaan yang saya ajukan tentang diri saya sendiri, yaitu hadir di mana ?


Jawabannya adalah saya sering tidak hadir di mana pun karena saya tidak menyadari keberadaan saya. Berarti eksistensi saya sedang sakit dan karena eksistensi yang sakit itulah, maka berbagai persoalanlah yang malah hadir dalam kehidupan saya.

Kok bisa ? Bisa. Nyatanya seperti itu.

Belum mudêng ya ... ?

Sama.

Begini saudara ceritanya.

Pada suatu hari yang panasnya menyengat, ketika waktu itu belum ada yang namanya HP atau gadget yang lain, saya mampir ke sebuah wartel. Tahu kan wartel ? Warung Telpon. Saya masuk ke sebuah wartel yang tampak menyediakan 4 bilik telpon. Karena saya lihat dari luar bahwa bilik di ujung kanan tampak kosong tidak ada pemakainya, maka saya pun membuka pintu bilik tersebut dan memasukinya. Ternyata di dalam bilik tersebut tidak tersedia kursi untuk duduk. Maka yang terpikirkan adalah saya harus mencari kursi untuk duduk dan dalam sekejap pikiran saya mengarahkan mata melihat ke luar bilik dan mendapatkan sebuah kursi yang tersedia. Saya pun keluar dari bilik tersebut dan mengambil kursi tersebut, memasukkan ke dalam bilik dan saya pun duduk. Bereskah masalahnya ? Belum. Begitu saya duduk dan mau menelpon, lha kok pesawat telponnya tidak ada. Asem tenan... lak yo isin to aku...

Dari peristiwa tersebut, kalau saya renungkan kembali, menunjukkan bahwa saya gak sadar, ndak éling. Prilaku saya sepenuhnya dikendalikan oleh ketidaksadaran atau banyak yang menyebutkan sebagai program pikiran bawah sadar. Tujuan saya mau menelpon, namun karena pikiran bawah sadar sudah terprogram kalau setiap bilik di watel itu selalu ada pesawat telponnya, maka hal itu secara tidak sadar saya abaikan. Yang saya perhatikan malah ketiadaan kursi, padahal saat saya masuk ke bilik tersebut, mestinya pandangan mata saya mengindra seisi bilik tersebut, namun nyatanya tidak.

Saat mendapati bahwa bilik yang saya masuki tersebut tidak tersedia kursi, ketidaksadaran saya juga tidak mau menganalisa kenapa tidak disediakan kursi. Kenyataannya memang karena bilik tersebut tidak terpakai, maka tidak disediakan kursi.

Pun demikian dengan perasaan malu yang muncul pada diri saya saat saya menyadari kekonyolan saya tersebut. Perasaan malu tersebut begitu saja muncul dari ketidaksadaran saya tanpa bisa saya kendalikan. Satu hal yang pasti, saya ingin menghilang saja saat merasa malu.

Sadarnya hanya 5%, sedangkan ketidaksadarannya 95%.

Sudah mulai paham kan ?

Belum ? Ya sudah jangan teruskan berhenti membaca tulisan ini. :P

Saya mempunyai pikiran, namun saat saya berpikir, saya tidak menyadari kalau saya sedang berpikir sehingga pikiran saya liar hanya mengulang-ulang saja program yang sudah tertanam sebagai pikiran. Berarti saat saya berpikir, saya tidak hadir dan itu berarti juga bahwa saya tidak ada atau tidak mempunyai eksistensiDalêm tidak hadir, saya lalai alias tidak éling, sehingga bukan saya yang mengendalikan pikiran saya tetapi pikiran sayalah yang mengendalikan saya.

--- Tentang dalêm bisa dibaca di sini.

Saya mempunyai perasaan, namun saat saya mengalami suatu perasaan tertentu, saya tidak menyadarinya sehingga perasaan saya liar mengulang-ulang bereaksi sesuai pemicunya. Berarti saat saya mengalami perasaan, saya tidak hadir dan itu berarti juga bahwa saya tidak ada atau tidak mempunyai eksistensiDalêm tidak hadir, saya lalai alias tidak éling, sehingga bukan saya yang mengendalikan perasaan saya tetapi perasaan sayalah yang mengendalikan saya.

Bahkan dalam peribadahan pun saya tidak hadir. Peribadahan saya berjalan otomatis tanpa saya sadari, sebagaimana robot yang telah terprogram dalam melakukan suatu pekerjaan. Saat makan pun saya tidak hadir, sehingga asal habis aja tanpa menikmati setiap tekstur makanan yang saya kunyah tau pun detil dari rasa makan itu.

Demikian juga dalam interaksi apa pun, saat saya - dalêm - tidak hadir maka yang terjadi adalah ketidaksadaran yang hadir saya dalam situasi lingkungan sehingga saya selalu bereaksi sesuai aksi yang saya terima. Inilah yang disebut dengan stimulus respon.

Stimulus Respon

Aksi – reaksi, aksi – reaksi, aksi – reaksi dan demikian seterusnya. Ketidaksadaran saya yang selalu hadir dalam keadaan dan karena tidak sadar maka responnya pun lebih banyak negatifnya.

Misalnya saat menghadapi keadaan jalan yang macet bila yang hadir adalah ketidaksadaran, maka bisa jadi respon yang muncul dalam diri saya adalah kemarahan, kejengkelan, penyesalan dan sebagainya, mungkin sumpah serapah saya akan terlontar pada sesama pengguna jalan saat saya bersepsi bahwa mereka mengambil hak saya atau mengganggu kepentingan saya. Lalu apakah dengan respon seperti itu masalahnya selesai ataukah berkemungkinan bakal lebih runyam ?

Itulah stimulus respon : hadirnya ketidaksadaran dalam keadaan, terserapnya ketidaksadaran dalam pengaruh lingkungan atau menanggapi rangsangan / aksi yang diterima dari lingkungan dengan bereaksi di lingkungan yang sama.

Bicara tanpa data, komentar tanpa nalar, penghakiman atas apa saja dan siapa saja, keterlibatan emosional dalam semua yang tampak mata atau terdengar telinga dan seterusnya. Energi habis terkuras, emosi terus tergali dan kualitas hidup dalam aspek yang lengkap yang tak kunjung membaik, itulah hasilnya.

Nah, tinggal saya amati saja diri saya sendiri, seberapa banyak atau seberapa sering atau seberapa dominankah saya mengalami stimulus respon dalam kehidupan saya sehari-hari dan sudah berapa tahunkah itu berlangsung, serta apa hasil yang kasat mata sebagai akibat ketidaksadaran saya itu ?

Biasanya akan timbul berbagai trauma kejiwaan, luka batin dan berbagai emosi negatif beserta energi dari emosi tersebut yang tertimbun dalam memori bawah sadar yang kemudian menjadi sebuah pola kejadian yang akan terulang terus menerus, kebiasaan buruk, gangguan emosi dan atau sakit fisik.

Contohnya apa ? Yang pernah saya alami dulu di antaranya adalah saya pernah kehilangan sepatu hingga 12 (dua belas) kali mulai usia SMP hingga setelah menikah sebelum saya menyadari dan merusak pola itu, pernah juga memiliki barang apa pun selalu cepat rusak, uang selalu habis, sakit kepala atau pusing sehingga langganan minum paramex, alergi udang yang menyebabkan gatal di rongga mulut, biduren di setiap maghrib, penakut, serangan panik (panic attack) dan gangguan kecemasan (anxiety disorder) yang menyebabkan detak jantung tak beraturan (aritmia), tekanan darah tinggi (hipertensi) dan naiknya asam lambung menuju esofagus atau yang dikenal sebagai GERD (gastroesophageal reflux disease). Itu semua karena saya terserap dalam stimulus respon, hadir dalam keadaan. Itu semua karena kesalahan saya sendiri, bukan karena orang lain dan bukan pula karena keadaan di luar diri saya, namun saya sering beralibi dengan menyalahkan semua yang di luar diri sebagai penyebab kondisi saya. Ngawur kan saiyah ?

Ketidaksadaran yang tak kunjung diatubati, sama artinya melampaukan kehidupan dalam arti terus menerus hidup di masa lalu.

Kok bisa ? Bisa. Nyatanya seperti ini :

Hubungan antara Pikiran dan Tubuh

Setiap kali saya berpikir atau memikirkan sesuatu, sel otak yang disebut neuron menjadi aktif dan berkomunikasi dengan neuron lain, tidak hanya satu atau dua, melainkan banyak jumlahnya dan semakin lama semakin kuat serta membentuk kelompok sendiri yang disebut sebagai synaptic potentiation yang kemudian mengendalikan pola pikir dan prilaku saya.

Dalam proses berpikir tersebut, otak menghasilkan neurotransmitter seperti serotonin, dopamin, asetilkolin dan lain-lain, juga senyawa kimiawi lainnya, yaitu protein yang disebut neuropeptida yang menyebar ke seluruh tubuh dan berfungsi sebagai pembawa pesan ke sel-sel tubuh. Caranya adalah dengan mencari reseptor yang sesuai pada berbagai sel sehingga ia dapat menyampaikan pesan kepada DNA dalam sel.

Tubuh saya pun bereaksi dengan merasakan perasaan tertentu dan menghasilkan bentuk pikiran lain yang persis sejalan dengan perasaan tersebut, yang kemudian menghasilkan lebih banyak senyawa kimiawi yang sama, yang membuat saya berpikir sejalan dengan yang saya rasakan.

Jadi, pikiran menghasilkan perasaan dan selanjutnya perasaan menghasilkan pikiran yang sejalan atau sama dengan perasaan-perasaan tersebut. Hal tersebut adalah lingkaran yang pada kebanyakan orang (termasuk saya) bisa berlangsung bertahun-tahun sehingga permanen.

Perasaan atau emosi yang konsisten dirasakan berdasar bentuk pikiran otomatis yang selalu saya pikirkan mengkondisikan tubuh saya untuk tidak hanya mengenal tetapi juga merekam emosi-emosi tersebut sejalan dengan rangkaian tubuh tanpa disadari. Tubuh secara tanpa disadari telah diprogram dan dikondisikan (sebagai sebuah algoritma) menjadi pikirannya sendiri.

[--- Perlu digarisbawahi : emosi dan energi dari emosi tersebut terekam sejalan dengan rangkaian tubuh. Pada tulisan berikutnya akan saya bahas bagaimana cara untuk melepaskannya.]

Saat lingkaran pikiran dan perasaan, kemudian perasaan dan pikiran berjalan cukup lama (menjadi kebiasaan), tubuh pun kemudian merekam emosi-emosi yang semula berasal dari otak. Siklus ini menetap dan terpatri dengan sangat kuat membentuk gambar diri yang saya kenal sebagai saya.

Gambar diri saya itu merupakan suatu kondisi berdasar informasi lama yang sebenarnya tidak lebih dari sekedar rekaman kimiawi dari pengalaman masa lalu yang mengendalikan pikiran saya dan terus dimainkan. Selama hal ini terus berlangsung, maka selama itu pula saya terus hidup di masa lalu.

Inilah yang patut saya waspadai bahwa saat perasaan saya menjadi alat berpikir, maka saya  tidak akan mampu untuk berpikir yang lebih besar dari perasaan saya itu. Itu berarti saya selalu hidup di masa lalu. Ketidaksadaran saya hadir dalam keadaan, stimulus respon.

Mau sampai kapan ? Ya tentunya sampai saya bertaubat, memulihkan eksistensi sejati saya.

Jadi sekali lagi, bahwa segala hal negatif yang saya alami baik pada tubuh saya atau pun jiwa saya (pikiran dan perasaan) adalah akbibat dari kesalahan saya sendiri yang terus terserap dalam stimulus respon, sehingga seharusnya saat saya menyadari ketidaksadaran saya tersebut, hal yang pertama dan utama yang harus saya lakukan adalah taubat, bukan ikhlas pasrah.

Bertaubat dari hadirnya ketidaksadaran dalam keadaan dan kemudian mengevolusikan menuju pada hadirnya kesadaran dalam keberadaan.

Hadir dalam Keberadaan

Di atas tadi saya tuliskan : sadarnya hanya 5%, sedangkan ketidaksadarannya 95%. Itu adalah pola umum yang sering saya alami. Kalau Panjenengan saya yakin tidak.

Tidak berbeda dengan saya maksudnya... he... he... he...

---------------

Jadi kalau dalam kajian ilmu tentang pikiran itu, ada pemetaan tentang pikiran kita, yaitu : sub-conscious mind (pikiran bawah sadar), conscious mind (pikiran sadar) dan super-conscious mind(pikiran super sadar).

Pikiran Bawah Sadar / sub-conscious mind adalah apa yang engkau anggap sebagai dirimu ~ fictional you, di semua hal yang tidak ada kehadiran dirimu.

Pikiran Sadar / conscious mind adalah apa yang engkau lakukan dengan kehadiran dirimu.

Super-Conscious Mind adalah dirimu yang otentik / authentic you, kesadaranmu yang menyaksikan dirimu yang hadir di ruang waktu. Ini yang dalam istilah saya, saya sebut sebagai dalêm. Diawali dengan penyaksian kehadiran dirimu dalam kehidupan bahwa dirimu memiliki kebebasan menentukan pilihan atau memiliki tujuan.

--- Tentang dalêm bisa dibaca di sini.

---------------

Hadir dalam keberadaan berarti saya menyadari keberadaan saya, saya hadir sebagai dalêm dan menyadari sekaligus mengelola dinamika tubuh, pikiran dan perasaan saya sendiri. Saya bertanggung jawab penuh 100% atas kehidupan yang saya jalani. Tidak ada satu pun dari luar diri saya yang bisa mempengaruhi saya kecuali memang saya mengijinkannya.

Dalêm adalah kesadaran ruh, inilah eksistensi azali, kalau ini tercapai berarti pulihlah eksistensi sejati saya.

Hadir dalam keberadaan adalah mengembalikan kehidupan pada fitrahnya, yaitu dengan hidup dalam dominasi kesadaran ruh dengan potensi keilahiannya. Sehingga saat seseorang bisa berkesadaran ruh, maka pasti ia berkesadaran sebagaimana yang dimaksud oleh Tuhan itu sendiri dalam penciptaan makhlukNya. Hidupnya akan lurus sebagaimana yang Tuhan kehendaki. Sehat, selamat, mulia, bahagia, makmur, sejahtera dan seterusnya. Karena Tuhan tidak pernah zhalim kepada makhlukNya. Makhluk itu sendiri yang menzhalimi dirinya sendiri dengan memperturutkan hawa nafsunya. Hidup dalam dominasi kesadaran ruh, berarti pula berkesadaran mencipta keindahan-keindahan dalam kehidupan di segala aspeknnya, tidak hanya untuk diri sendiri, namun juga bagi sesama makhlukNya.

Itulah yang sebenarnya dimaksud dengan pemberdayaan diri.

Diawali dengan pertaubatan kepada Tuhan atas kelalaian selama ini yang hidup dalam kondisi yang selalu terserap oleh lingkungan sehingga selalu merasa menjadi korban dan baru merasa ada saat bersandar pada siapa atau apa pun yang ada di luar diri. Kemudian berlanjut dengan memulihkan eksistensi diri, mengembalikan pada fitrahnya dengan dominasi kesadaran ruh, bahwa memang manusia itu sejatinya adalah makhluk spiritual dengan baju dan pengalaman kemanusiaan.

Saat hadir dalam kesadaran ruh, dalêm, saya terbebas dari keikutsertaan dalam dinamika psikologis saya, karena saya hadir sebagai pengamat atas diri saya sendiri.

Saya berkesempatan sekedar mengamati saja apa yang saya pikirkan sehingga sangat termungkinkan untuk mengeditnya. Saya berkesempatan sekedar mengamati saja perasaan apa yang sedang saya alami sehingga sangat termungkinkan untuk mengintervensinya. Saya berkesempatan pula untuk sekedar mengamati apa yang saya rasakan pada badan sehingga sangat termungkinkan pula untuk mengubahnya.

Saat hadir dalam kesadaran ruh, dalêm, saya terbebas dari keikutsertaan dalam dinamika psikologis saya, karena saya hadir sebagai pengamat atas diri saya sendiri dan karena sekedar mengamati itulah maka saya selalu hanya hadir di saat ini dan di sini. Hadir saat ini per saat ini, saiki, kéné, ngéné, tak ada penyesalan tentang masa lalu dan tak ada pula kekhawatirann terjadap masa depan. Hadirlah kedamaian bersama keterhubungan dengan Tuhan, hingga terbitlah kesadaran bahwa segala fenomena, semua peristiwa dan seluruh semesta adalah manifestasi Tuhan. Bahwa dalêm adalah cermin dari Tuhan (Panjênêngan Dalêm).

Sehingga pada titik ini, yang tadinya "masalah" dan mungkin berarti "kiamat", bagi dalêm tidak lagi seperti itu, melainkan bahwa "masalah" itu adalah "tugas" dariNya dan pastinya beserta fasilitasNya dan selalu ada keindahan dalam "masalah" tersebut. Upaya penyelesaian "masalah" tersebut tidak lagi semata-mata untuk "selesainya masalah" tersebut, namun adalah dalam rangka memfasilitasi kehendakNya dalam "masalah" tersebut.

Ada tanggung jawab memulihkan tubuh saya sendiri (aspek energi).
Ada tanggung jawab memulihkan jiwa saya sendiri (aspek psikologis : kognitif dan prilaku).
Ada tanggung jawab memulihkan kesadaran saya sendiri.

Karena saya adalah kesadaran ruh, dalêm, yang meliputi itu semua, yang bertanggung jawab atas itu semua dan yang diberiNya kekuatan untuk mencipta keindahan bagi itu semua.

Ada caranya.

Demikian kenyataannya.

Kalau Panjenengan, hadir di mana ?


---------------

BAGUS herwindro yang sedang nyawang bagus herwindro.
Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

IG
@bagusherwindro

Facebook
https://web.facebook.com/masden.bagus

Fanspage
https://web.facebook.com/BAGUSherwindro

Telegram
@BAGUSherwindro

TelegramChannel
@denBAGUSotre

 
Support : den BAGUS | BAGUS Otre | BAGUS Waelah
Copyright © 2013. den Bagus - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger