Lêbar – bubar – sêlo –
bakdä / bädä menyiratkan sebuah
makna keluasan setelah purna tugas. Sebuah tugas jiwani untuk menempa ruhani melalui pengendalian
jasmani yang parameter keberhasilannya adalah taqwa. Taqwa itu kesadaran sejati, kesadaran tentang diri sebagai abdi di
hadapan GUSTInya, ALLAH. Yang utama itu GUSTI, yang
pertama itu GUSTI, maka yang selalu diutamakan dan dipertamakan adalah
GUSTI. Di luar GUSTI adalah titah atau makhluk yang selalu berada
serta dibatasi oleh ruang dan waktu. Maka manusia taqwa akan selalu mempertimbangkan keridhoan Gusti Allah di setiap
gerak hatinya dan di setiap lintasan pikirannya yang terejawantahkan dalam
segala ucapan, sikap dan tindakan. Manusia taqwa akan selalu mengabdi pada GUSTInya, bukan
mengabdi pada dirinya sendiri. Manusia taqwa akan
selalu eling lan waspodo. Itulah lêbur.
Setelah lêbar akan lêbur. Lebur itu bisa bermakna hancur bisa juga bermakna nyawiji atau menyatu. Manusia taqwa selalu berkesadaran meleburkan “aku”nya dalam “AKU”
Gustinya. Hatinya hanya untuk Gusti Allah, sehingga apa pun yang ada di hatinya selain GUSTI akan dileburnya.
Ibarat ruangan yang penuh sesak dengan berbagai barang, ruangan itu akan menjadi lapang saat barang-barang yang ada di dalamnya
dikeluarkan, Itulah kondisi jêmbar ing
ati atau luasnya hati. Di ruang yang lapang pun, cahaya akan tampak terangnya karena pantulannya tidak teralingi oleh
berbagai barang di dalamnya. Itulah kondisi padhang ing ati atau terangnya hati. Ke mana pun wajahnya menghadap, yang terlihat hanya wajah
GUSTInya. Itulah iman dan iman hanya akan
menetap di hati yang luas dan terang, sebab iman itu sering terdesak oleh
berbagai barang yang masuk ke ruang hati hingga iman sering menguat sering pula
melemah, bahkan terkadang juga keluar, belum bisa menetap. Maka terangnya hati merupakan sebuah prasyarat bagi tetapnya iman di hati. Inilah kondisi menuju lubér.
Setelah lêbur akan lubér. Luber bermakna melimpah. Manusia yang telah lêbar dari tirakatnya (taqwa) dan
yang telah lêbur dengan Gustinya (iman) akan
merasakan lubér ing kanugrahan atau
melimpahnya anugerah dari Gusti Allah. Mereka yang telah DImampuKAN untuk selalu
mencari keridhoan Gusti Allah dan yang meyakini bahwa yang
menghidupkannya, mematikannya,
menolongnya, menguatkannya, mengaturnya, meperjalankannya dan nya-nya yang lain
adalah Gusti Allah, maka akan bisa suméléh / rela dalam menjalani hidupnya
sebab masalah apa pun tidak boleh menjadi masalah melainkan malah menjadi ilmu
baginya.
Saat susah direspon dengan kerelaan menerimanya, maka sabarlah ia
dan itu hakikinya adalah limpahan anugerah Gusti Allah. Saat kesalahan orang
lain direspon dengan kerelaan memaafkan, maka
merdekalah hidupnya, merdeka dari dendam dan merdeka dari keinginan membalasnya
serta merdeka dari kebencian yang menyakiti dirinya sendiri. Hakikinya itu adalah limpahan anugerah Gusti Allah. Saat
kekurangan diri sendiri di masa lampau direspon dengan kerelaan menerimanya,
maka optimislah ia. Keterpurukannya
menjadi awal kebangkitannya dan itu limpahan anugerah Gusti
Allah.
Saat perintah Gusti
Allah diterima dengan kerelaan, maka hanya ikhlaslah yang ada dalam
melaksanakannya, mengutamakan yang diperintah / ibadahnya (urusannya titah) bukan yang dijamin /
fadhilahnya (urusannya Gusti), tak
ada kebanggaan mengunggulkan diri karena menyadari ketaatan itu semata
pertolonganNya dan itu semua merupakan limpahan anugerahNya.
Begitu seterusnya dan
itulah jalan keselamatan hidup dunia
akhirat.
Bukan hanya
jasmaninya saja yang ditata melalui syariatnya ibadah, namun yang lebih utama
adalah sekaligus menata hatinya melalui hakikat kehambaan, menyeluruh atau kaffah. Tidak hanya islam dan iman saja, melainkan juga ihsan, kaffah. Maka
lebar, lebur dan luber adalah agama itu sendiri secara menyeluruh, kaffah, bagaikan anyaman daun kelapa
/ janur (sejatine nur) yang tidak
terpisahkan meski awalnya terpisah. Ini semua
diingatkan kembali melalui tradisi kupatan di hari ke-7 setelah hari raya Idul
Fitri. Kaffah – kapat – kupat. Sebuah
kreativitas super dari para ulama terdahulu dalam menegaskan kembali pesan
langit melalui peristiwa budaya di bumi.
Kira-kira
begitu (wangsitnya, he... he... he...).
Semoga saya dan Panjenengan
semua selalu dianugerahi terangnya hati, tetapnya iman dan keselamatan hidup
dunia akhirat, semoga pula DImampuKAN untuk selalu lebar, lebur dan
luber.