Home » » Silaturahmi MASALAH

Silaturahmi MASALAH

Written By BAGUS herwindro on Jan 7, 2013 | January 07, 2013

Mohon maaf kalau penggunakan kata silaturahmi mungkin kurang tepat dalam banyak hal pada tulisan ini, Panjenengan tidak usah protes, kan yang nulis saya, sak karepku to ? he… he… he…

Yang saya maksudkan dengan silaturahmi adalah mekanisme perhubungan atau interaksi antara sesuatu dengan sesuatu yang lainnya sesuai dengan kerangka yang telah ditetapkanNya. Kira-kira begitu.

Setiap hal pasti mempunyai silaturahminya sendiri-sendiri, seperti misalnya silaturahmi antara makanan dan mulut, silaturahmi antara minyak dan air tatkala bercampur dan sebagainya. Maka memahami bagaimana silaturahmi itu terjadi merupakan salah satu cara untuk menyederhanakan kehidupan kita. Silaturahmi itu mempersaudarakan, maka sangat memerlukan kerelaan untuk menerima bukan penolakan, tanpa itu takkan terjadi silaturahmi.

Contoh sederhana, pemain jathilan / kuda lumping / jaran kepang itu sanagt paham betul bagaimana silaturahmi antara mulutnya dengan beling / kaca atau apa pun yang dikunyahnya sehingga dia bisa selamat tanpa luka, tetapi bagi saya yang tidak menguasai silaturahminya jangan sampai menirunya biasa gazwat akibatnya, ibarat penerbit bisa dikatakan : isi di luar tanggung jawab percetakan, resiko saya sendiri bila berani menirunya tanpa keahlian.

Namun kalimat penerbit itu sering diselewengkan mereka yang kebablasan dalam mengartikan silaturahmi. Anak-anak muda dan orang-orang tua yang masih anak-anak yang mengalami cinta remaja biasanya akan kehilangan logikanya. Si cowok tanya sama ceweknya, “Wajah imoet ini punya siapa sih Beib .. ?”. “Ya punyamulah…”, jawab si cewek. Maka si cowok pun keterusan dengan menanyakan, kalau yang ini – kalau yang ini dan seterusnya, maka kejadian deh… si cewek karena ketabrak si cowok jadinya penyok ke depan. Maka saat dituntut tanggung jawabnya, si cowok dengan entengnya menjawab, “Lho… isi kan di luar tanggung jawab percetakan… !”.


Kembali ke laptop…

Satu hal yang diinginkan banyak orang termasuk juga di antaranya SAYA adalah hidup tanpa masalah, seakan masalah itu sebaiknya jangan pernah ada, keluarga tenteram damai tanpa masalah, kerjaan lancar jaya tanpa masalah, kehidupan sosial kemasyarakatan harmonis tanpa masalah dan seterusnya. Tapi kenyataannya kan tidak demikian. Semakin menjejak level kehidupan berikutnya, beban masalah itu semakain bertambah. Daftar sekolah itu masalah, menikah itu masalah baru, punya anak juga masalah baru lagi dan pasti selalu dan akan seperti itu.

Masalah itu pasti akan dan selalu menghampiri hidup kita, namun keSADARan kitalah yang membuat masalah itu menjadi masalah bagi diri kita atau tidak. SERING kita tergagap saat menyambut datangnya masalah, sebab gairah dalam diri kita untuk menyelesaikannya tak sebanding dengan kemampuan dan pengalaman kita untuk bisa antisipatif, sumeleh dan tenteram atas berbagai hal yang tidak mengenakkan diri.
Jadi kira-kira, sesuai judul tulisan ini, menurut pengalaman saya yang masih sedikit ini, mungkin bisa saya katakana bahwa cara terbaik untuk menghindari masalah itu adalah dengan bersilaturahim dengannya, masalah maksudnya, yaitu dengan kerelaan diri kita menerima kedatangannya. Hal ini sangat erat kaitannya dengan perasaan dan pikiran kita terhadap masalah.


Perasaan, pikiran dan waktu

Ada seorang kawan yang merasa masalahnya sangat banyak, selesai satu datang lagi satunya. Selesai lagi, datang lagi, demikian seterusnya. Kembali lagi ke ilmu titén, mencoba niténi hal tersebut termasuk niténi diri saya sendiri dengan memetakan proses yang terjadi.

Mungkin sebelumnya bisa dibaca di posting #6 Tadi, sekarang dan nanti.

Sekarang. Saat sedang menghadapi suatu permasalahan, karena tidak bisa rela menerima maka perasaan pun menjadi tak nyaman dan ini terekam di pikiran. Karena keliaran pikiran pula, walau berada di saat sekarang tetapi pikiran sudah mengkhawatirkan tentang nanti yang belum ada gambaran bagaimana solusinya akan membuat perasan semakin tidak nyaman dan ini pun terekam di pikiran.

Waktu terlalui, yang tadinya sekarang sudah menjadi tadi dan yang tadinya nanti sudah menjadi sekarang, saat ini. Karena keliaran pikiran pula perasaan yang tidak nyaman yang terjadi tadi masih terkam kuat karena belum bisa merelakan dan sekali lagi karena keliaran pikiran menjadi kekhawatiran di saat nanti. Takut ada masalah lagi. Inilah yang akan menarik terjadinya masalah lagi. Sebab tak baiknya pikiran, perasaan pun terserat menjadi tak baik, padahal perasaan itulah persangkaan kita pada Tuhan, maka yang kita sangkakan itulah yang akan dibuktikan olehNya untuk terjadi dalam kehidupan kita.

Kira-kira seperti itu.


Sedikit contoh nyata

Saya mempunyai seorang kawan yang kebetulan karena paparan yang disampaikan oleh salah satu agen asuransi, dia mengikuti programnya yaitu asuransi kebakaran rumah. Maka sebagaimana biasa, dia cerita ke sana ke mari tentang asuransi yang diikutinya dengan segala bumbu penyedapnya. Tanpa disadari olehnya, pikirannya takut mengalami kebakaran, menolak hal itu terjadi dalam hidupnya dan itulah terprogram dalam dirinya.

Apa yang terjadi ? Tak sampai 2 bulan mengikuti program tersebut, rumahnya terbakar sungguhan.

Semestinya tak perlu bersilaturahmi dengan kebakaran, namun karena gambaran atau bayangan tentang kebakaran diciptakannya dalam pikiran berarti dia bersilaturahmi dengan kebakaran  walau pun dia menolaknya. Maka yang ditolak akan datang, begitulah rumusnya.

Nah kalau saya, ndak punya uang itu sudah biasa, jadi ndak sampai mikir tentang asuransi dan sejenisnya itu, maka bahasa pengalaman saya ya seperti ini :

Sebab "pas-pasan" dan tak ada yang dicadangkan untuk keperluan tertentu, maka tak punya prasangka apa-apa dan harapannya selalu baik. Biasanya pas butuh, pas ada.

Yang mencadangkan untuk suatu keperluan yang dikhawatirkan terjadi, biasanya cadangannya pasti terpakai untuk sesuatu yang dikhawatirkan itu.


Menolak dan menerima

Adakah bayi yang baru lahir telapak tangannya lepas tanpa genggaman ? Lalu adakah pula manusia di akhir kehidupannya telapak tangannya menggenggam tanpa lepas ?

Bayi terlahir selalu dalam kondisi telapak tangan yang menggenggam dan manusia mati selalu dengan telapak tangan yang lepas. Sebuah pelajaran bahwa dalam kehidupan segala sesuatunya harus kita kondisikan untuk lepas dari diri kita bahkan ego kita sendiri, bahkan amal kita, sehingga nantinya benar-benar bisa menghadap Tuhan dengan tanpa embel-embel atau predikat apa pun, menghadapNya sebagai hambaNya. Uabott yo … ?

Perasaan maupun pikiran yang tidak baik atau negative memang harus segera dilepaskan agar tak merusak jalan kehidupan kita sendiri. Nah, langkah pertama melepaskan hal itu adalah dengan menerimanya terlebih dahulu. Setelah itu barulah memaknainya kembali hingga negativitas itu benar-benar terlepas dari diri kita.

Menerima itu berarti tak beralibi, jujur mengakui dan menyadari masih ada negativitas itu dalam diri kita, misalnya :

Takut. Melepas takut adalah dengan menerima takut itu sendiri, mengakui dan menyadari bahwa takut itu masih ada dalam diri kita. Tidak usah diberani-beranikan.

Marah. Melepas marah adalah dengan menerima kemarahan itu sendiri, mengakui dan menyadari bahwa diri kita masih marah dan belum bisa memaafkan. Tidak usah disabar-sabarkan.

Tidak khusyuk dalam beribadah. Terima, akui dan sadari bahwa memang belum bisa khusyuk. Tidak usah dikhusyuk-khusyukkan.


Maka, dalam hal perasaan, menerima berarti melepaskan yang akan membaikkan perasaan, sebaliknya, menolak berarti menggenggam yang akan memburukkan perasaan.

Jadi mungkin kunci memperingan masalah adalah dengan bersilaturahmi dengan masalah itu, bukan berarti menantang, namun lebih kepada menyadari bahwa hidup takkan pernah lepas dari masalah, maka menerima berarti menyiapkan hati berserah diri padaNya dan selalau memaknai dengan berbaik sangka kepadaNya dengan menggunakan rumus DI bukan ME, bahwa dengan masalah yang ada di hadapan kita berarti diri kita sedang DI-latih, DI-dewasakan, DI-tempa, DI-perhatikan, DI-sertai, DI-kuatkan dan DI-muliakan olehNya. Semoga DI-mampu-KAN.

Bismillah.
Share this article :
Comments
3 Comments

3 komentar:

IG
@bagusherwindro

Facebook
https://web.facebook.com/masden.bagus

Fanspage
https://web.facebook.com/BAGUSherwindro

Telegram
@BAGUSherwindro

TelegramChannel
@denBAGUSotre

 
Support : den BAGUS | BAGUS Otre | BAGUS Waelah
Copyright © 2013. den Bagus - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger