Home » , » KeSEMPATan itu masih ada …

KeSEMPATan itu masih ada …

Written By BAGUS herwindro on Jun 9, 2012 | June 09, 2012

Sebuah catatan tentang TURBA THORIQOH SYADZILIYYAH PONDOK PETA TULUNGAGUNG.

Alhamdulillah, alhamdulillah dan alhamdulillah…

Malam Rabu kemarin, tanggal 5 Juni 2012, saya berkesempatan menghadiri undangan TurBa Thoriqoh Syadziliyyah Pondok PETA Tulungagung yang bertempat di Mushola Abi Hasan, Jl. Karangan II/38 Wiyung Surabaya. Purbo waseso thoriqoh, demikian kemarin diistilahkan berada di tangan Kyai DIAN yang menjadi sayap kanan Mursyid, untuk menata dan membenahi semua murid Syadziliyyah PETA. Sepengetahuan saya, dalam bahasa Jawa, kalau utusan sudah diberi purbo waseso berarti utusan itu mempunyai wewenang mutlak dalam tugasnya sebagaimana yang mengutusnya. Atas seijin Mursyid pula Beliau membentuk sebuah tim yang membantu secara penuh tugas-tugasnya. Namun nama-nama beliau-beliau yang di Tim Turba itu, saya tidak hapal dan tidak akan saya sebutkan dari pada salah. Yang jelas beliau-beliau itu hebat-hebat semua, putra kyai / tokoh sepuh Syadziliyyah PETA. Yang saya hapal cuma satu, Kang Wasik. [Tulisan ini juga seijin Kang Wasik] Secara teknis, penataannya apa saja, saya kira masing-masing ketua kelompok atau pun imam khususiyah yang nantinya akan menyampaikan kepada jamaah semua.

Acara diawali dengan pendataan tiap-tiap kelompok khususiyah yang ada. Setelahnya, acara tersebut dibuka dan diawali oleh Kang Wasik tentang maksud dan tujuan Turba tersebut. Sebagaimana yang sudah sering disampaikan oleh Kang Wasik, yang kali ini disampaikan lagi sebagai bentuk pengingat dan penegasan adalah tentang robithoh, yaitu menyambungkan ruhani murid kepada Mursyidnya. Kunci berthoriqoh ada di robithoh ini, maka siapa tidak paham tentang robithoh berarti tidak paham pula tentang thoriqohnya. Di Syadziliyyah PETA sebagimana yang sering didawuhkan oleh Mursyid, robithoh hanya ada 2 macam, yaitu yang pertama adalah robithoh di dalam dzikir, dimana saat tawasul – fatihah, tidak boleh membayangkan wajah Mursyid. Robithoh yang kedua adalah mengingat-ingat apa yang pernah didawuhkan oleh Mursyid, mengingat-ingat itu sendiri dalam arti luas juga termasuk didalamnya adalah melaksanakan dawuh itu sendiri. Sehingga kalau robithoh ini tidak dilakukan, berarti putuslah hubungannya dengan Mursyid. Kang Wasik, juga menyampaikan sebagimana dawuh gurunya, bahwa semestinya kita ini harus sangat bersyukur mempunyai Mursyid orang Jawa, yang welas asihnya begitu luar biasa, hingga bagaimana pun muridnya tetap dinanti, ditanya apa maunya dan diberi kesempatan. Coba kalau bukan orang Jawa, bisa jadi lain. Di sana, bahkan murid itu halal darahnya bagi seorang Mursyid, kalau murid tidak ada manfaatnya baik di dunia atau pun di akhirat ya lebih baik dibuang saja, dibunuh. Dawuhnya Yai juga, tanda seseorang itu thoriqohnya jalan atau tidak bisa dilihat dari akhlaknya. Semakin baik berthoriqohnya, maka akhlaknya pun akan semakin baik pula. Bila tidak demikian, berarti thoriqohnya tidak jalan, bisa jadi karena sambungannya putus, sehingga ilmunya Mursyid tidak bisa diterima.

.:: Saya jadi ingat kisah Nabi Khidir dan Nabi Musa, saat Nabi Khidir membunuh seorang anak kecil yang kemudian diprotes oleh Nabi Musa yang berpegang pada kaidah syariat. Mungkin seperti itu. ::.

Setelah pembukaan yang intinya sebagaimana di atas, acara dilanjutkan oleh Tim TURBA (kalau tidak salah Kyai Subkhan) dengan menyampaikan beberapa dawuh YAI yang sangat erat berkaitan dengan dilaksanakannya TURBA tersebut.

YAI sudah menunggu selama tujuh tahun, namun rupanya kok masih belum ada perbaikan yang berarti dari para murid dalam menyambungkan ruhaninya kepada Mursyid. YAI itu tahu persis dan menerima semua Al-Fatihah yang dikirimkan oleh para muridnya. Semuanya itu ditampung oleh YAI dan kemudian diangkat ke langit menghadap Gusti Allah. Oleh Gusti Allah, semua itu diganti dengan limpahan NUR yang luar biasa. Namun saat NUR itu oleh YAI dikembalikan kepada semua murid yang telah mengirimkan Fatihah, ternyata limpahan NUR itu banyak yang tidak sampai, sebab murid putus hubungan ruhaninya dengan Mursyid. Hal itulah yang membuat YAI sangat berprihatin. Sebab rasa cinta dan welas asih YAI yang begitu besar itulah, maka YAI masih memberi kesempatan kepada semua murid, untuk menyambungkan kembali ruhaninya kepada Beliau. Hakikinya, manakala sambungan itu putus, maka terputus pula dengan mursyid-mursyid sebelumnya, berarti pada akhirnya putus juga sambungannya dengan Kanjeng Nabi Muhammad dan berarti pula putus juga sambungannya menuju kepada Gusti Allah.

.:: MENYERAMKAN, semoga saya dan Panjenengan termasuk yang segera menghubungkan dan terhubung, menyambungkan dan tersambung kepada MURSYID. Saya jadi ingat, sepengetahuan saya bahwa dalam thoriqot itu tidak hanya dijanjikan, namun bahkan murid itu dijamin oleh Mursyidnya. Lha kalau muridnya sendiri yang memutuskan hubungan, ya tentu saja tidak akan menerima jaminan itu. Seperti yang disampaikan, bisa kita lihat bahwa Mursyid tidak pernah memutuskan hubungan itu, muridnya selalau dibimbing, dipandu dan didoakan, sebab cinta dan kasih sayangnya yang begitu besar kepada para muridnya. Murid itu sendirilah yang sadar atau tidak, tahu atau tidak telah memutuskan hubungan itu. Saya jadi ingat juga, bahwa Kanjeng Nabi Muhammad itu tahu persis dan menerima shalawat dari ummatnya, sekaligus membalas shalawat itu kepada ummatnya juga. Pewaris ruhani Beliau, Kanjeng Nabi Muhammad pasti juga seperti itu juga. Mursyid yang kamil mukammil, pasti tahu persis kondisi semua muridnya, tahu persis siapa yang menghadiahkan Fatihah kepadanya, mampu mengangkatnya di hadapan Gusti Allah dan mengembalikannya lagi dengan limpahan cahaya dari gusti Allah. ::.

Ada seorang muslim dan mukmin yang taat pada masanya Nabi Isa a.s. Kemudian Nabi Isa mengabarkan tentang akan turunnya Nabi setelah Beliau yaitu Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Nah pada saat Kanjeng Nabi Muhammad sudah diangkat oleh Allah menjadi Nabi dan Rasul, kemudian si muslim dan mukmin taat tadi tidak mau mengikuti syariat Islam yang dibawa Kanjeng Nabi Muhammad, apakah masih bisa dia disebut seorang muslim dan mukmin ? Tentu saja tidak, sebab dia telah mengingkari apa yang telah digariskan oleh Gusti Allah.

Mursyid dan penggantinya, dalam arti Mursyid berikutnya demikian juga adanya. Tidak usah diperbandingkan, sebab merupakan penerus dan tentu saja membawa risalahnya sendiri sesuai kewenangannya.

YAI juga dawuh kalau santrinya itu banyak yang ngerasani bahwa YAI itu ke mana saja, sedang ngapain, kok ditemui sulit sekali, kenapa kok tidak ada baiatan dan sebagainya. Nah... berbagai pertanyaan itu dibalik oleh YAI, "Lha kamu sendiri lagi ngapain ?".

.:: Sebuah pertanyaan yang telak bagi yang SADAR. Kalau YAI begitu tidak usah ditanya sedang apa dan ada di mana. Sebab PASTI dan JELAS sedang bersama Gusti Allah dan ada di hadapannya Gusti Allah. He... he... he... yang sama sekali tidak jelas itu kan kita sendiri. Kira-kira begitu. ::.

Beberapa pertanyaan sederhana dari YAI disampaikan oleh Tim TURBA. Pertanyaannya sederhana, namun untuk menjawabnya saya kira perlu kejujuran dari laku thoriqoh saya dan Panjenengan selama ini.

Sesungguhnya di PETA itu diajari apa ?
Sudah berapa lama ?
Hasilnya apa ?
Thoriqoh itu apa ?

YAI itu setiap hari rutin treadmill, dawuhnya, setahun saja umpamanya, ototnya pasti terbentuk / dempal dan perutnya six pack. Thoriqoh semestinya ya sama, harus ada hasilnya, tidak hanya kelak di akhirat naum juga di dunia ini bisa dirasakan hasilnya.

Kembali ke pertanyaan tersebut di atas, silahkan dijawab sendiri, namun ada beberapa contoh jawaban yang terlontar. Kalau hasil thoriqoh itu bisa terbang, bukankah di luar sana banyak juga yang bisa terbang tanpa berthoriqoh ? Bisa nyuwuk ? Dukun-dukun itu juga bisa nyuwuk tanpa berthoriqoh. Berarti bukan itu hasilnya. Ada yang menjawab, hasilnya adalah hati bisa tenang. Dijawab oleh YAI, “Itu kan kamu ? Lha istrimu ?”.

.:: Rasanya pertanyaan itu harus terus kita lanjutkan sediri, lha anakmu, tetanggamu, ummatmu, bosmu, karyawanmu dan seterusnya. Dari pertanyaan lanjutan itu, menurut saya, berarti bahwa berthoriqoh itu tidak hanya untuk membaikkan diri kita sendiri tetapi harus berpengaruh juga secara nyata kepada orang-orang terdekat kita dan terus melebar ke lingkup yang lebih luas dan semakin luas. Salah satu tanda thoriqoh seseorang itu jalan adalah akhlaknya yang semakin baik dan berarti, menurut saya, pada level yang lebih dalam lagi, kebaikan akhlak itu mampu mempengaruhi orang lain untuk lebih baik juga akhlaknya. ::.

Kemudian disampaikan bahwa semestinya berthoriqoh itu mampu membuat hatinya semakin cerdas, akalnya semakin cerdas, akhlaknya semakin baik hingga ke maqom Ihsan, semakin sabar, semakin syukur, semakin tawadhu’ dan seterusnya sebagaimana yang dicontohkan oleh YAI.

Kanjeng Nabi Muhammad itu mestinya tahu, bahwa perang Uhud akan menerima kekalahan. Namun karena Ihsannya itulah tetap dijalani, waktunya kalah ya kalah, begitu saja. Coba kalau kita yang perang, kemudian diberitahu Gusti Allah bahwa akan menerima kekalahan, apa yang akan kita lakukan ? Tetap maju perang atau malah mundur ? Kalau Kanjeng Nabi, tetap maju perang meskipun tahu kalau akan kalah, sebab ridhonya Gusti Allah ada di kekalahan yang harus dijalani itu. Lha kalau kita ? Jangankan perang, tidak punya uang saja tidak bisa sabar, terus mengeluh, setiap orang diberitahu kalau sedang tidak punya uang. Makanya belajar sabar. Sabar itu ngêmpêt (menahan).

Kembali lagi ke pertanyaan di atas, thariqoh itu apa ? Thoriqoh itu jalan. Jelan ke mana ? Jalan menuju Allah. Siapa yang tahu jalan itu ? Tentu saja Mursyid. Maka singkat kata, thoriqoh itu manut/taat pada Mursyid. Semua dawuh Mursyid jangan disanggah, jangan dibantah dan jangan pula dipertentangkan dengan kitab. Semua dawuh Mursyid mutlak menjadi hukum.

Syaikh Abil Hasan asy-Syadzili itu sejak masih kecil sudah menjadi wali, ahli fiqih, ilmunya tinggi, namun Beliau tetap mecari dan membutuhkan Mursyid untuk membimbingnya. Maka saat pertama mau sowan kepada Mursyidnya, yaitu Syaikh Abdus Salam al-Masyis, semua keilmuannya ditanggalkan dan kewaliannya diletakkan.

Dikisahkan pula dalam TURBA kemarin, kisah salah seorang Kyai besar [tidak saya sebutkan namanya] yang tergerak mencari Mursyid saat membaca Q.S. Al Kahfi 17. Kyai ini menacri petunjuk ke seorang Kyai juga di Kediri dan ditunjukkan untuk meminta baiat kepada Syaikh Mustaqim di Tulungagung. Namun saat sowan ke Syaikh Mustaqim, Beliau mengatakan bahwa tidak bisa mengajarkan yang diminta, tetapi kalau mengajar silat bisa. Kyai itu kemudian diminta menemui seorang kyai salah satu murid Syaikh Mustaqim yang dikenal bodoh, mantan dukun santet. Kyai besar ini sambil nggerundel di hatinya mengatakan masa kyai pinter kok disuruh menemui kyai bodoh. Namun demi mendapatkan mursyid tetap dijalani juga. Yang membuat terkejut, saat bertemu kyai yang ditunjukkan oleh Syaikh Mustaqim, kyai murid Syaikh Mustaqim itu langsung mengawali pembicaraan dengan kalimat, “Ada apa kyai pinter kok menemui kyai bodho ?” Maka kemudian dijelaskanlah bahwa sesungguhnya Syaikh Mustaqim itulah gurunya, lalu kenapa Kyai besar tadi tidak diterima oleh Syaikh Mustaqim disebabkan bahwa saat itu masih membawa ilmunya, masih membawa kekyaiannya. Tapi akhirnya Kyai besar tersebut berbaiat kepada Syaikh Mustaqim setelah menanggalkan kekyaiannya dan keilmuannya.

Jadi jangan sampai merasa wah jadi ketua kelompok, merasa wah jadi imam khususiyah, merasa wah karena menjadi tokoh dan jamaahnya banyak. Karena baru merasa itu saja bisa menyebabkan berkaratnya hati yang akhirnya bisa menyebabkan putusnya sambungan kepada YAI. Sebab thoriqoh itu miliknya YAI, bukan milik ketua kelompok, bukan milik imam khususiyah dan juga bukan milik tokoh tertentu.

Ayat Qur’an itu tidak pernah dan jangan pernah dibatalkan, namun diserap sesuai kadar ilmu masing-masing. Maka saat suatu ayat itu diserap oleh ahli fiqih, bisa jadi dalil syariat. Di sisi yang lain, ayat yang sama bisa jadi mejadi suwuk bila diserap seorang ahli ilmu hikmah. Begitu juga kalau yang menyerap orang lain sesuai dengan kadar keilmuannya sendiri.

Dawuhnya YAI jangan pernah dibatalkan, jangan disanggah, jangan dimentahkan dan jangan dipertentangkan dengan kitab. Dawuhnya YAI menjadi hukum yang mutlak bagi semua muridnya.

Zakat itu sederhana, cuma memindahkan sebagian harta ke tempat lain, tanpa berwudhu tetap sah, tanpa meutup aurat pun sah, jadi ini kelihatannya urusan duniawi, namun karena yang membawa risalah zakat itu adalah Kanjeng Nabi Muhammad yang diutus oleh Gusti Allah, maka zakat itu bukan hanya urusan duniawi namun juga ukhrowi. Meski sederhana dalam pelaksanaannya, zakat tetap ada prosedur hitungannya dan itu harus dilaksanakan.

Sultan Agung 78 itu dawuh dari YAI, mutlak menjadi hukum yang harus dilaksanakan, bukan semata urusan duniawi. Sebab ada juga tokoh yang mengatakan SA78 itu urusan duniawi, tidak penting, yang penting adalah thoriqohnya yang harus dijalani. Itu keliru dan bisa menyebabkan putusnya hubungan dengan Mursyid. Kalau ada ketua kelompok / imam khususiyah / tokoh yang membatalkan dawuhnya YAI berarti memutus hubungan dengan Mursyid dan kalau sebab itu ada jamaahnya yang mengikuti berarti ikut terputus juga hubungannya kepada Mursyid. Jamaah yang seperti itu ibarat naik di dalam gerbong kereta, dimana di dalamnya masih bisa merasakan fasilitas yang ada dalam gerbong dan seakan-akan berjalan bersama gerbongnya Mursyid, namun kenyataannya tidak. Gerbongnya terputus dan tertinggal dari rangkaian gerbong Mursyid yang terus melaju.

YAI itu ibarat samudera [cahaya, ilmu, barokah, dll] yang kemudian mengalirkan airnya ke telaga-telaga ketua kelompok dan imam khususiyah yang kemudian mengalirkannya lagi ke persawahan para jamaah. Manakala telaga-telaga itu menutup aliran air dari samudera, maka bukan hanya telaga itu sendiri yang akan menjadi kering, namun juga persawahan yang menginduk kepadanya. Jadi kalau mencari sumber air, jangan berhenti hanya sampai di telaga saja, nanti dapatnya ya hanya sebatas yang ada di telaga itu saja yang nantinya pasti akan kering.

Inilah saat terbaik untuk kembali menyambung kembali hubungan ruhaniah dengan Mursyid, senyampang Mursyid masih menunggu dan memberi kesempatan dengan memerintahkan menata kembali baik wirid thoriqohnya maupun wirid SA78-nya. Bagi yang akan atau yang sudah berbaiat, diperiksa kembali pondasinya, dikuatkan dulu dan diriyadohi. Nanti setelah kurang lebih satu tahun baru boleh berbaiat, yang diibaratkan seperti bangunannya, baru nanti dipagari dengan hizb-hizb yang ada. Demikian juga dengan wirid SA78-nya, dijalani dan ditaati prosedurnya sebagaimana yang telah ditetapkan.

.:: Mengingat kembali dawuhnya Mursyid sebagaimana yang pernah dan sering disampaikan oleh Kang Wasik, bahwa orang thoriqoh itu harus : 1. Bekerja, 2. Bermasyarakat dan 3. Ber-khususiyah. Berkaitan dengan terputusnya hubungan ruhaniah murid dengan Mursyidnya karena tidak melakukan robithoh sebagaimana disampaikan pada awal acara TURBA tersebut, saya jadi ingat apa yang pernah disampaikan Kang Wasik saat khususiyah tanggal 7 Agustus 2011 yang lalu, bahwa dulu Bu Nyai pernah bertanya kepada almarhum Syaikh Abdul Jalil tentang bagaimana bila seorang murid tidak menjalani thoriqohnya ? Syaikh Abdul Jalil pun menerangkan bahwa bila ada murid yang tidak menjalankan thoriqohnya itu biasanya kalau diberi sakit oleh Allah akan sulit sembuhnya dan bila diberikan musibah oleh Allah akan sangat sulit pula hilangnya. Itu namanya KUALAT dan Kang Wasi’ pun pernah dipesan oleh almarhum Yai Wahid Zuhdi bahwa kalau ada seorang murid yang KUALAT terhadap Mursyidnya, jangan pernah ditolong, jangan pernah dibantu, sebab yang menolong biasanya juga akan ikut terkena imbasnya, yaitu juga ikut kualat itu sendiri. YAI tidak pernah mencari murid. Meneguhkan komitmen adalah sebuah pilihan bagi kita. ::.

Semoga ada manfaatnya. BISMILLAH.
Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

IG
@bagusherwindro

Facebook
https://web.facebook.com/masden.bagus

Fanspage
https://web.facebook.com/BAGUSherwindro

Telegram
@BAGUSherwindro

TelegramChannel
@denBAGUSotre

 
Support : den BAGUS | BAGUS Otre | BAGUS Waelah
Copyright © 2013. den Bagus - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger