Memperlambat waktu ? Memangnya waktu
bisa diperlambat atau pun dipercepat ? Tentu saja tidak, namun begini Saudara, lambat atau cepatnya waktu
itu merupakan salah satu fenomena yang direspon oleh rasa kita.
Misalnya, seseorang yang sedang menunggu apa pun itu seperti
antri di bank, menunggu rekannya datang, di tengah kemacetan lalu lintas dan
sebagainya, maka waktu akan terasa begitu lambatnya berjalan, terlebih lagi bila
dia sedang terburu-buru. Namun sebaliknya mengerjakan suatu aktivitas yang
disukai, maka biasanya dia akan merasa waktu begitu
cepat berlalu.
Sebelum dilanjut, ada baiknya kita menyamakan
persepsi dulu tentang ketergesaan dan penyegeraan. Apakan bedanya antara
menyegerakan dengan tergesa-gesa ? Kalau menurut saya pribadi, menyegerakan itu adalah tidak menunda
suatu aktivitas atau suatu perkara yang kita sudah dan cukup mampu untuk
melakukannya, seperti menyegerakan shalat di awal waktu atau menyegerakan
menikah. Tetapi kalau tergesa-gesa itu lebih bernuansa
nafsu, sebab salah satu watak nafsu adalah tidak mau dibebani. Maka ketika ada suatu kewajiban yang harus dilaksanakan, biasanya
nafsu menolak, atau pun kalau melaksanakan, nafsu ingin segera menyelesaikan
dengan segera bukan karena ingin memberikan yang terbaik kepada yang member
kewajiban, melainkan karena ingin segera terbebas dari beban
kewajiban.
Maka, waktu pasti akan terasa sangat
lambat bagi mereka yang tergesa-gesa oleh nafsunya. Nafsu kita
sendiri inilah yang sepanjang hidup selalu menjadi lawan tanding yang
hebat. Saya sendiri sering begitu kewalahan menghadapi
nafsu saya sendiri. Tetapi seperti biasanya saya selalu
beralibi dengan meyalahkan setan.
Nafsu memang merupakan sebuah resiko bagi
manusia sebagai konsekuensi dari diambilnya pilihan untuk menjadi
kholifah. Namun demikian Gusti Allah juga
mengkaruniakan software
penyeimbangnya yaitu akal. Maka nafsu memiliki dua
fungsi bagi manusia yaitu sebagai peMULIA dan juga sebagai pengHINA derajad
manusia dihadapan Gusti Allah, tergantung pilihan yang diambil oleh manusia itu
sendiri.
BERANGKAT DAN
PULANG
Jalan Cinta dan
Cahaya
Gusti Allah sangat cinta untuk dikenal, maka
semesta ini pun dihamparkan Gusti Allah dengan CINTA-NYA agar nantinya
makhluk-Nya juga mencintai-Nya. Gusti Allah telah memilih “kekasih-Nya”
Kanjeng Nabi Muhammad sebagai “bahan baku” pertama bagi terciptanya semesta
berikutnya, yaitu Muhammad yang belum berupa tubuh biologis manusia melainkan
masih merupakan CAHAYA. Ya… Nur Muhammad namanya.
Jalan Cinta telah dihamparkan Gusti Allah
untuk keberangkatan manusia, maka jalan cinta itu pula yang harus ditempuh oleh
manusia untuk menuju kepulangannya kembali kepada-Nya. Cinta kepada DIA dan tentu
saja kepada KEKASIH-NYA.
Cahaya telah diawalkan-Nya dalam penciptaan
semesta-Nya termasuk di dalamnya adalah manusia, maka tidak bisa tidak, jalan
pulang kembali kepada-Nya juga harus ditempuh melalui cahaya.
Penggoda Mulia
Tak bisa dikatakan taat kalau tak ada yang ingkar, tak bisa
dikatakan mulia jika tak ada yang hina, pun demikian dengan cahaya. Cahaya tak dikenali sebagai cahaya bila tak berada di
kegelapan. Demikianlah, agar manusia mengenal cahaya
dan pantas disemati kemuliaan oleh Gusti Allah maka DIA yang sangat mencintai
manusia menokohkan salah satu makhluk-Nya sebagai sosok anti Cinta dan anti
Cahaya yaitu Iblis dengan segala kesombongannya. Iblis
dan bala tentaranya inilah yang berperan sebagai Penggoda Kemulian
manusia.
Ringkasnya
DariNYA kita berangkat, kepadaNYA pula kita pulang. Dengan AKAL
dariNYA kita diberi pilihan jalan pulang mana yang akan kita tempuh : jalan CAHAYA atau Anti Cahaya, dengan CINTA atau
Anti Cinta. IBLIS pun diberi peran sebagi tokoh Anti CAHAYA yang mengajak Anti
CINTA untuk memuliakan manusia, agar manusia mengenal CAHAYA dan menjadi DEWASA
dengan melalui jalan CINTA. Takkan kenal cahaya kalau tak ada
gelap.
CAHAYA
Cahaya didefinisikan sebagai gelombang
elektromagnetik sekaligus sebagai bentuk energi. Konon
katanya cahaya memiliki kecepatan tertinggi. Maka materi apapun jika
bergerak dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya, maka materi itu akan lenyap dan berubah menjadi energi, mencahaya. Cahaya itu abadi lho… sejak awal terbentuknya dunia dia tak pernah
musnah.
Demikian pula yang dikiaskan dengan
ruhani. Sebab ruhanilah yang sampai dan kembali kepada
Gusti Allah, bukan bentuk jazadnya. Semua yang
mempunyai jazad mempunyai kecenderungan untuk diberhalakan, dipuja-puja dan
diandalkan. Maka, misalnya rejeki kita yang berbentuk
materi, jangan semua dijazadkan adalam arti jangan semua yang dibelanjakan untuk
kepentingan kita sendiri namun harus ada yang diruhanikan agar mencahaya,
seperti misalnya disedekahkan atau dizakati. Yang mencahaya itulah yang
akan sampai kepada Gusti Allah dan akan kekal dalam
kekekalanNya.
Ringkasnya
Materi jangan semua dijadikan jazad yang berpotensi untuk diberhalakan,
namun harus selalu ada bagian yang dirohanikan agar mencahaya dan mengabadi
dalam keabadianNya.
Setahu saya, bahan baku asal semua
makhluk ya cahaya itu tadi, namun mungkin setelah itu ada empat usur dasar yang
terbentuk setelahnya, yaitu api, air, udara dan tanah. Kalau jin sudah jelas
dari api, manusia dari tanah namun itu jazadnya, lha kalau ruhnya ? Ada yang tahu dari unsur apa
?
Saya juga tidak tahu, ini hanya kira-kira
saja, bahwa Kanjeng Nabi itu tubuhnya harum walau tanpa parfum dan itu bukan
dalam kiasan melainkan asli harum yang bisa terindra oleh para sahabat.
Bau yang harum yang terindra oleh hidung, pastilah melalui
udara. Maka mungkin saja ruh itu berasal dari unsur
udara. He… he… he… makanya jangan sok suci kalau baru
tidak mandi sehari saja badan baunya sudah luar biasa. Semakin tua
ruhnya, semakin matang dan berkualitas ruhnya, bau badannya pun akan semakin harum walau tanpa parfum. Cukuplah tidak bau saja sudah Alhamdulillah.
MEKANIKA
QUANTUM
Yang saya pahami sebagai orang awam adalah bahwa intinya semua
yang bersifat materi bila terus dibagi atau dipecah-pecah menjadi bagian yang
paling kecil, yang ada hanyalah “kosong” karena hanya berbentuk gelombang yang
kemudian disebut dengan nama quark.
Jadi sebenarnya semua wujud materi ini tidak
ada sebab semua materi disusun oleh sesuatu yang bukan materi, yaitu
gelombang.
Hal lain adalah fenomena yang sangat nyata, meskipun belum dapat
diterangkan oleh para ilmuwan, akan tetapi bisa diamati
dan dimungkinkan sekali untuk mengembangkan teori lanjutannya tentang hal itu,
bahwa kecepatan cahaya adalah tetap untuk semua pemantau / pengamat tanpa
tergantung dari kecepatan dan arah dari pengamat itu. Einstein
menerangkan bahwa ketika sebuah benda bertambah kecepatannya hingga mendekati
kecepatan cahaya, maka panjang fisiknya berkurang dan massanya bertambah.
Seperti yang kita kenal dengan nama black hole massa tak terbatas namun
tanpa ukuran.
Ketika sebuah benda mendekati kecepatan
cahaya, waktu menjadi melambat namun kecepatan cahaya tetap konstan.
Bahkan jika sesuatu bisa bergerak mencapai kecepatan cahaya yang 186,000
mil/detik, maka waktu berhenti sama sekali baginya.
Cahaya
tidak memiliki waktu, karena mereka sendiri bergerak pada
kecepatan cahaya sehingga waktu berhenti untuknya. Sebab itu
mereka berada di mana-mana sepanjang jalurnya pada saat yang bersamaan, yaitu
alam semesta ini. Begitu sebuah gelombang dilepaskan, dia akan hadir dimana-mana pada saat yang bersamaan. Dinyatakan
secara lain, segala sesuatu di dalam alam semesta masa
lalu, masa kini dan masa datang tersambung dengan segala sesuatu lainnya, dalam
sebuah jejaring radiasi elektromagnetik yang melihat segala sesuatu pada saat
yang bersamaan.
Maka misalnya memancarkan suatu radiasi dalam bentuk apapun,
maka apa yang dipancarkan itu akan tersedia ke setiap titik di dalam alam
semesta ini secara bersamaan, karena sebuah gelombang bergerak ke segala arah
dan karena gelombang itu tidak mengalami waktu apapun maka gelombang itu akan
langsung tersambung dengan tiap dan masing masing “sudut” alam semesta ini.
BERKEBALIKAN
Melihat fenomena bahwa cahaya tidak mengalami waktu alias waktu
berhenti, maka semestinya hal tersebut bisa berlaku juga kebalikannya, yaitu
bahwa semakin waktu bisa diperlambat bahkan mendekati berhenti maka kecepatannya
akan semakin mendekati kecepatan cahaya. Apalagi kalau
waktu bisa menjadi berhenti, maka pasti kecepatannya akan sama dengan kecepatan cahaya dan wujud fisik materi akan
hilang dan berubah menjadi gelombang yang saat itu akan tersedia di setiap sudut
alam semesta, tinggal di posisi mana di alam semesta ini yang dikehendaki oleh
kesadarannya.
Kalau Kanjeng Nabi sudah tidak usah diomongkan, sebab Beliau
adalah hakikatnya Cahaya itu sendiri dari Gusti Allah yang Maha Cahaya, maka
tidak hanya dalam wilayah alam semesta yang ada realita ruang dan waktu tetapi
Kanjeng Nabi bisa juga melipat dimensi ruhaniah dunia akhirat yang melingkupi
dimensi alam semesta, bahkan dalam sekejap saja bisa sampai di hadapan Gusti
Allah.
Ringkasnya
Kanjeng Nabi sudah mendengar
langkah kaki Bilal di surga, bahkan Kanjeng Nabi pun sudah sampai di hadapan
Gusti Allah.
Ruang dan waktu itu relatif, tak
ada masa lalu, kini dan akan datang, selesai sudah,
begitu berawal, saat itu juga berjalan sekaligus juga berakhir, bagai film dalam
keping VCD - track mana yang sedang ditampilkan. Kesadaran
yang meluas menjangkau itu semua, tak ada jarak yang jauh, tak ada waktu yang
lama, bahkan para orang suci - tak ada waktu dunia tak ada waktu akhirat,
sekejap saja sampai di hadapan Tuhan yang sejatinya TUHAN.
MemperLAMBAT WAKTU,
memperCEPAT menCAHAYA
Kembali lagi ke awal-awal kalimat tulisan ini, bahwa nafsu bisa
menjadi faktor yang menghinakan manusia atau bahkan bisa juga menjadi faktor
yang memuliakan manusia, tergantung pilihan apa yang
diambil oleh manusia itu sendiri. Di sinilah akal mempunyai
peran pentingnya untuk menimbang sisi baik dan buruknya. Untuk menjadi mulia tidak bisa tidak, nafsu harus dikendalikan,
harus diredakan dan dilemahkan agar tidak mendominasi.
Agama yang merupakan muatan informasi jalan
mulia dari Gusti Allah mengajarkan berbagai metode untuk pengendalian nafsu
tersebut, di antaranya melalui metode dzikir dan puasa.
Dzikir merupakan metode untuk fokus merasakan
dan menyadari serta meleburkan diri dalam penyaksian terhadap Gusti Allah, yang
berarti saat dzikir itu nafsu dilemahkan dengan tidak diberi perhatian.
Begitu pun dengan puasa. Puasa merupakan metode
melemahkan nafsu dengan cara mengurangi dan bahkan
menahan segala hal yang disukai oleh nafsu meski dalam batas kewajaran hal
tersebut boleh dipenuhi, namun saat berpuasa, yang diperbolehkan itu ditahan
pemenuhannya. Bahkan bagi yang berpuasa sejati sepanjang hidupnya cakupannya
lebih luas lagi, apa pun yang bisa menguatkan
eksistensi dirinya pasti akan dijauhi, dia lebih memilih untuk menyusuri jalan
sunyi untik mengabdikan hidupnya.
Karena godaan nafsulah, mereka yang berpuasa merasa
sangat lama untuk menunggu berbuka. Pun demikian dengan berdzikir. Nonton TV
satu jam tak ada artinya, namun berdzikir 10 menit saja sudah terasa lama,
shalat lima menit saja sudah luar biasa. Ternyata di situlah kuncinya. Harus sabar untuk menahan diri
dan waktu pun akan terasa bergerak demikian lambatnya.
Itulah jalan cinta sekaligus jalan cahaya yang diteladankan
Kanjeng Nabi dan itulah yang harus ditempuh untuk kepulangan yang
sejati.
[Banyak sebenarnya laku memperlambat waktu ini, yang bisa kita
lihat efek sampingnya berupa berbagai keistimewaan, tetapi sekali lagi bukan itu
yang dituju, sebab yang dituju hanyalah kembali menyatu dengan Gusti Allah,
Tuhan Semesta Alam]
Ringkasnya
Salah satu makma SABAR adalah me-TAHAN DIRI dalam arti sempit maupun
luas. TerNYATA, menahan diri berarti memperLAMBAT waktu
pribadi yang berefek memperCEPAT gerak "quark atom" menuju kecepatan
cahaya. SABAR
merupakan salah satu stasiun SPIRITUAL. Makin SABAR
-> makin berCAHAYA -> makin SPIRITUAL -> me-SATU dengan
TUHAN.
Kira-kira begitu.