Setiap orang, siapa pun dia termasuk diri kita masing-masing ini [kira-kira begitu], disadari atau pun tidak, pasti memiliki kebutuhan untuk dicintai oleh orang-orang terdekatnya, entah itu orang tua, saudara, anakn, atau pun suami/isteri. Dalam diri setiap orang ada bagian yang merupakan tempat penyimpanan [tandon] getaran cinta orang-orang terdekatnya tersebut. Tandon tersebut bisa penuh, bisa hampir penuh, setengah penuh atau bahkan kosong sama sekali.
Tetapi sebenarnya isi dari tandon cinta itu tidak hanya tergantung dari realita getaran cinta yang diterima dari orang-orang terdekat melainkan juga dipengaruhi oleh persepsi dari seseorang itu dalam menanggapi cinta orang-orang terdekatnya. Maka dari itu, terkadang seorang anak memang sengaja membuat suatu kenakalan yang menggoda orang tuanya, sebab sejatinya dia sedang merasakan meskipun mungkin secara subyektif bahwa tandon cintanya kurang penuh terisi oleh cinta orang tuanya, hingga ia berusaha menarik perhatian untuk membuktikan cinta orang tuanya. Repotnya, sering para orang tua tidak menyadari tentang hal itu, sehingga respon pertamanya adalah marah.
Yang sering menjadi masalah, meskipun tanpa disadari, adalah jika seseorang secara riil benar-benar mengalami kekosongan tandon cintanya. Dia butuh untuk dicintai, disayangi, diperhatikan dan mungkin dimanjakan, namun realita yang ada tidak ada seorang dekat pun yang melakukannya. Dia sendiri. Kalau seandainya ada kesadaran tentang kesendiriannya, maka sebenarnya itu adalah sebuah anugerah, sebab banyak hikmah yang semestinya bisa dipetik di balik sebuah kesendirian. Tak adanya kesadaran itulah yang sering menimbulkan masalah, meski bagi seseorang itu mungkin memang bukan sebuah masalah sebab dia tidak menyadari bahwa sebenarnya dia sedang bermasalah, ya masalah kejiwaan lebih tepatnya [kira-kira begitu].
Tanpa kesadaran, seringkali kebutuhan akan cinta, kasih sayang dan perhatian yang tak terpenuhi menjadi sebuah obsesi. Tak adanya kendali diri sering membuat seseorang menjadi berlebih-lebihan dalam segala hal dan pada tingkat yang berat, bisa jadi seseorang seakan hidup dalam alam imajinasi. Dia mengekspresikan diri berdasarkan asumsi-asumsi pribadi tentang dirinya sendiri, sepertinya seperti sebuah kenyataan, padahal tak lebih dari sebuah angan-angan.
Pada masa yang lebih lampau, mungkin hal tersebut tidak terlalu tampak, sebab masih ada batasan rasa malu pada lingkungan sekitar yang bersentuhan langsung dalam kehidupan sehari-hari. Namun pada masa ini, saat tidak ada lagi batasan ruang dengan ketersambungan komunikasi melalui dunia maya, maka rasa malu itu berangsur berkurang. Sebab interaksi yang terjadi memungkinkan seseorang intens bekomunikasi dengan orang-orang yang sama sekali belum pernah bertemu dan belum pernah kenal sekali pun sebelumnya.
Itulah interaksi melalui media jejaring sosial yang saat ini sedang menjadi tren di seluruh dunia yang diakui atau pun tidak turut serta dalam memperparah mereka yang sebenarnya sedang mengalami ganguan kejiwaan dalam hal ini yang berkaitan dengan tandon cinta, meskipun tanpa disadari [kira-kira begitu].
Salah satu media jejaring sosial itu adalah facebook, yang diakui atau pun tidak, saat ini bukan hanya sebagai suatu kebutuhan melainkan juga ada yang menjadikannya sebagai candu hingga kecanduan.
[KETERIKATAN. Nuansa KESENANGAN SESAAT saat melakukan / mengkonsumsi sesuatu / berinteraksi dengan sesuatu / seseorang dan KEGELISAHAN saat tidak. TINGGALKAN kata kuncinya, hingga kita bisa merasa tidak beda saat melakukan/mengkonsumsi atau saat tidak, saat berinteraksi atau saat tidak. Sebab KETERIKATAN hanya untuk TUHAN. Kalau belum bisa, terikatlah pada orang-orang yang hanya terikat pada Tuhan, dengan niat agar bisa seperti mereka, bukan untuk niat yang lain.]
Lalu apa hubungannya antara mereka yang sebenarnya sedang mengalami gangguan jiwa akibat kosongnya tandon cinta dengan media jejaring sosial facebook ? He… he… he… hubungannya baik-baik saja, maksud saya, sebenarnya tidak ada hubungannya, tetapi karena sudah terlanjur menulis, maka meskipun tidak ada hubungannya akan saya hubung-hubungkan saja.
Kembali ke awal tulisan, tidak penuhnya tandon cinta, bahkan kosongnya tandon cinta berarti ada kebutuhan yang sangat akan cinta dan kasih sayang. Berarti pula ada kebutuhan untuk DIPERHATIKAN, DIRESPON dan DIAKUI. Bila hal tersebut tidak dapat terpenuhi dalam dunia yang nyata, maka melalui dunia maya, kebutuhan itu dapat sedikit terpenuhi meski tentu saja tidak riil, hanya seolah-olah sebab namanya saja dunia maya. Dunia maya dapat dijadikan ajang pelarian diri.
[Ada MASA yang lebih PANJANG. Maka bila saat ini ada masalah, HADAPI, jangan meLARIkan diri dengan mencari SENANG sesaat, GEMBIRA sesaat dan SESAAT lainnya yang hanya SEOLAH dan tak ada MANFAAT, agar hatimu tak makin terSAYAT.]
Di facebook segalanya diawali dengan menuliskan sebuah STATUS. Terlepas dari apa saja yang mendasari seseorang menulis sebuah status, tetapi bagi seseorang yang tandon cintanya kurang atau bahkan kosong dan tak ada kesadaran dalam dirinya, maka dengan menulis status dia bisa mendapat PERHATIAN sebab statusnya akan diperhatikan dengan dibaca. Dia bisa dapat RESPON dari pembaca statusnya yang berlanut pada nge-like atau pun berkomentar baik yang nyambung tau pun tidak. Nah, biasanya kalau statusnya ada yang nge-like atau pun berkomentar maka gembiralah dia, namun tidak demikian bila sebaliknya. Dari RESPON itu pulalah, kadang PENGAKUAN itu muncul yang salah satunya adanya interaksi secara lebih privat lagi melalui media INBOX. Kadang untuk meyakinkan bahwa dia diperhatikan atau tidak, seseorang dapat saja berbuat konyol dengan menutup dan kemudian membuka lagi akun facebooknya. Dia akan sangat gembira bila tindakannya menutup akun tersebut mendapat perhatian dan direspon dengan banyaknya pertanyaan yang masuk, kenapa menutup akunnya ?
Yang memprihatinkan adalah bila dengan kesendiriannya, dengan kurang penuh atau bahkan kosongnya tandon cinta itu, seseorang menjadi resah, gelisah dan bingung, maka biasanya segala sesuatu akan disikapi secara berlebihan, emosinya tidak stabil, berubah-ubah dengan demikian cepatnya.
[MUNGKIN lebih bijak rasanya untuk MENAHAN DIRI agar TIDAK LARUT, saat menghadapi suasana baru, yang membuat kita TIBA-TIBA gembira, TIBA-TIBA takut, TIBA-TIBA marah, TIBA-TIBA bahagia, TIBA-TIBA sedih dan TIBA-TIBA yang lain, sebab TIBA-TIBA biasanya SESAAT dan SESAAT biasanya HANYA seolah-olah.]
Mungkin juga, sebagaiman tulisan ini di awal, bahwa seseorang mengekspresikan diri dalam STATUS yang dibuatnya berdasarkan asumsi-asumsi pribadi tentang dirinya sendiri, sepertinya seperti sebuah kenyataan, padahal tak lebih dari sebuah angan-angan. Dia menggiring pembaca statusnya, bahwa yang dituliskan adalah sebuah kenyataan, walau pun sebenarnya belum tentu demikian.
[Orang BINGUNG biasanya NGAWUR. SELALU : ucapannya asal, sikapnya minta perhatian, pikirannya penuh sesal, tindakannya berlebihan dan mencari alasan pembenar. BerDAMAI dengan diri sendirilah obatnya. BERANI berdialog JUJUR dengan diri sendiri, untuk menguak RAHASIA hati tanpa teralingi.]
Lebih parah lagi, bila yang dituliskan pada status-statusnya adalah tentang nilai-nilai kebaikan yang diajarkan Tuhan yang bagi dia sendiri pun belum menemukan ruangnya pada hatinya. Bisa jadi statusnya akan menjadi bahan celaan bagi mereka yang sebenarnya terganggu juga jiwanya karena membutuhkan pengakuan akan ketinggian ilmu yang dimiliki, hingga komentarnya selalu menyalahkan, bukan membetulkan, melainkan lebih pada menunjukkan ilmunya.
[Bahkan memahami diri sendiri pun tak juga hendak, bagaimana bisa menapak jauh ? Bahkan menyampaikan yang tak diterapkan pun tlah jadi biasa, bagaimana takkan memelas ? Sedang waktu takkan beringsut ke belakang, sedang jiwa tak kunjung matang, sedang kesiaan slalu dihamburkan, bagaimana takkan terulang ?
Sedang yang terungkap pun berjarak dari yang tak kasat mata, bagaimana bisa tenang ? Bahkan dalam kesendirian pun, tak juga temukan arti, bagaimana bisa berserah. Nama tuhan pun diobral tanpa makna, kilauan cahya pun diumbar tanpa rasa. Takkan menapak, takkan melangkah, tak lebih dari berputar di tempat yang sama. NESTAPA.]
Kadang kesadaran juga muncul, hingga menumbuhkan penyesalan namun sayangnya tidak disertai kemauan yang kuat untuk mempertahankan kesadaran itu. Jadinya berulang terus menerus.
[Bergerak maju ke arah belakang, berputar-putar mengitari perhentian yang tetap, berulang-ulang mengulang kekeliruan yang sama. SEBAB, kekeliruan diyakini sebagai sesuatu yang benar, kesalahan selalu dicarikan alasan pembenar, MAKA keTAKSADARan merupakan CARA GEMBIRA untuk NESTAPA.]
Ya… NESTAPA itulah yang biasanya akan dituai saat diri tak kunjung dewasa. Kalau diri sendiri saja tak kunjung dewasa, lalu bagaimana mendewasakan istri-istri mereka, suami-suami mereka atau bahkan yang terpenting adalah mendewasakan anak-anak mereka.
[DEWASA seHARUSnya MATANG. Matang bisa berarti siap dalam menentukan pilihan-pilihan dan bertanggung jawab penuh atas pilihan yang telah diambilnya. Semakin matang semakin berkualitas pilihannya, memilih yang tidak menyalahi kehendak Tuhan dan memilih yang benar-benar ada manfaatnya.]
Satu-satunya obat yang paling manjur adalah BERANI, dalam arti berani untuk menahan diri, berani untuk mengendalikan diri dan berani berdamai dengan diri sendiri. Berani mengubah orientasi interaksi sosial walau pun hanya di dunia maya yang semula sekedar untuk memenuhi keinginan untuk mendapatkan perhatian, respon dan pengakuan menjadi orientasi nilai yang penuh kemanfaatan.
[BerBINCANGlah selalu dgn kePOLOSanmu, agar semakin kau PAHAMi DIRImu & temukan ARTI LANGKAHmu, hingga KATA menjadi berMAKNA & TAK SIA-SIA saat kata kau WUJUDkan dalam RUPA AKSARA atau pun SUARA, karena KATA tlah kau pendam, semaikan, tumbuh kembangkan hingga berbuah, di dalam BUMI dirimu.
Bukan SEBAB bahwa diri ini membawa manfaat, TIDAK. Namun jika dalam interaksi apa pun sudah kehilangan orientasi keMANFAATan, tak ada kebersamaan menyemaikan NILAI, hanya hura-hura sesaat, hanya ekspresi dari tak tergenggamnya kendali diri, maka DIAM menahan diri adalah LEBIH BAIK agar selamat sekaligus menyelamatkan.]
Kesimpulannya adalah bahwa sebaiknya jangan terlalu serius menanggapi tulisan ini, sebab tulisan ini memang sangat tidak serius dan memang bukan konsumsi untuk orang-orang yang serius, sebab dasarnya hanyalah kira-kira : KIRA-KIRA BEGITU. He… he… he…
[PENYANGKALAN adalah ekpresi tercepat EGO dalam merespon kebenaran / kenyataan tentang dirinya.]