Home » » Dunia Anak

Dunia Anak

Written By BAGUS herwindro on Jan 4, 2011 | January 04, 2011

Alhamdulillah diriku sudah dikaruniai amanah anak-anak, tiga lho perempuan-perempuan-laki. Sungguh merupakan suatu tanggung jawab yang berat. Tapi dunia anak-anak sering membuatku malu saat aku bercermin melaluinya.

Setiap anak mempunyai suatu keunikan tersendiri yang pasti berbeda dengan yang lainnya meski terlahir dari orang tua yang sama. Potensi yang terpendam dalam diri mereka sungguh luar biasa, hanya tinggal bagaimana kita sebagai orang tuanya saja yang harus pandai-pandai mengeksplornya tetapi tanpa membebani mereka. Dunia anak adalah dunia bermain, apa pun bisa menjadi bahan permainan mereka. Hal ini yang sering terlupakan oleh para orang tua sehingga terkadang [tapi sering] banyak orang tua [termasuk diriku] yang kurang sabar dalam membiarkan / memberi ruang serta kesempatan kepada anak-anak mereka untuk bermain dan mempermainkan apa saja sepuasnya dengan alasan berbagai alasan.

Sebab tidak terpuaskannya anak-anak kita dalam bermain dan mempermainkan apa pun dalam dunia mereka sendiri, bisa jadi berakibat serius pada diri mereka saat usia menginjak dewasa.

Bila anak-anak bernar-benar puas bermain dalam dunianya sendiri, maka dia akan siap menjadi pribadi dewasa yang benar-benar matang dalam kedewasaannya, dewasa usianya serta matang jiwanya. Sebab kematangan bisa berarti kesiapan dalam menentukan pilihan-pilihan dan bertanggung jawab penuh atas pilihan yang telah diambilnya. Semakin matang akan semakin berkualitas pula pilihannya, memilih yang tidak menyalahi kehendak Tuhan dan memilih yang benar-benar ada manfaatnya.

::: Waktu adalah milik Tuhan, hinga kita takkan pernah tahu rahasia di balik perjalanan waktu. Maka saat memutuskan sesuatu yang menyangkut masa yang panjang di depan sana, PERTIMBANGKAN adakah kemungkinan Tuhan berkenan dengan apa yang kita putuskan dan apakah niat kita berselaras dengan kehendak Tuhan untuk memuliakan kita di hadapan-Nya ? :::

Tetapi bila sebaliknya, bermain serta mempermainkan apa saja dalam dunianya selalu dibatasi dan tidak terpuaskan, maka bisa jadi mereka nanti akan tumbuh menjadi pribadi dewasa yang kekanakan, dalam arti dewasa usianya tetapi belum matang jiwanya sehingga masih suka bermain-main dan mempermainkan sesuatu terutama komitmen. Lebih fatal lagi adalah bila yang dipermainkan adalah komitmen dalam pernikahan, dalam mebina keluarga. Dia telah memilih tetapi tidak bertanggung jawab atas pilihannya itu dan lebih senang bermain-main atau mempermainkan yang di luar sana. Akibatnya pasti akan timbul banyak masalah. Bisa jadi saat ada masalah yang dicari bukannya solusi melainkan malah pelarian diri tanpa arti. Banyak yang seperti itu.

::: Ada MASA yang lebih PANJANG. Maka bila saat ini ada masalah, HADAPI, jangan meLARIkan diri dengan mencari SENANG sesaat, GEMBIRA sesaat dan SESAAT lainnya yang hanya SEOLAH dan tak ada MANFAAT, agar hatimu tak makin terSAYAT. :::

::: Bertambah bilangan usia, itu pasti. Namun, kematangan jiwa dalam bilangan usia adalah sebuah kesadaran. Maka, perluaslah kesadaran untuk menempa jiwa agar kematangan tidak tertinggal dari bilangan usia. :::


Tetapi bukan hal itu yang saya bahas.

Punya tiga anak yang umurnya masing-masing terpaut dua tahun, yang sama-sama usil [seperti ayahnya] dan luar biasa tingkahnya, sering membuat jantung ini berdetak kencang karena khawatir. Sering juga membuat bibir ini tidak berhenti bergerak karena terpaksa harus marah. ‘Umpama dudu gaweanne gusti Allah ngono, paling wis cuwil lambeku.’

Satu hal yang selalu kurasakan saat aku memarahi anakku adalah bahwa wajah dan lisan memang terlihat marah, tetapi dalam hati ingin tertawa dan malu, menertawakan diri sendiri karena seakan-akan saat aku marah itu sedang diperolok oleh gusti Allah,”Itu lho kamu beserta nafsumu !”.

Mengapa demikian ? Karena sesuatu pada diri anak-anakku yang menyebabkan aku terpaksa memarahi mereka itu hakikinya adalah karakter nafsuku sendiri yang aku terpaksa bercermin dengannya : tidak mau diatur, tidak mau dibebani, tidak mau menunggu - keinginannya harus segera dipenuhi [sak deg sak nyet], selalu menyalahkan orang lain, sulit untuk berbagi, punyaku ya punyaku – punyamu kalau bisa ya jadi punyaku, sesaat-sesaat tanpa berpikir panjang, maunya enak, ingan mudahnya saja, tidak mau berjuang dan seterusnya dan sebagainya. He…he… penyakitku masih banyak rupanya.


Tetapi bukan hal itu juga yang saya bahas.

Mumpung harinya hari Minggu [26.12.2010], jadual kerja off, maka inginnya bersih-bersih rumah. Anak-anakku pun asyik dengan dunia mereka sendiri, kaadang guyon, bermain bersama, tertawa, tetapi sesaat kemudian bertengkar, ada yang nangis, main lagi, bertengkar lagi terus begitu. Kebetulan si kecil Aji lagi bermain dengan hadiah dari produknya SO*G**D [sensor, nyebut merek soalnya], mainan yang ada pelontarnya, di bagian bawah ada semacam kelereng kecil / gotri yang membuat bisa meluncur saat dilontarkan. Nah karena dibanting maka pecahlah mainan itu dan kemudian diambil oleh si Tara. Sulungku, Tara, dia sudah kelas 6 SD empat tahun lagi,  adiknya yaitu si Alia malah sudah kelas 1 SMP tujuh tahun lagi sedangkan ragilku, si Aji, baru berusia satu tahun pada saat tiga tahun yang lalu, he….he….

Entah bagiamana awalnya gotri / semacam kelereng yang terlepas itu tertelan olehnya. Weleh lumayan panik aku, takut kalau nyangkut di tenggorokan yang menyebabkan dia tidak bisa bernapas. Terpaksa aku marahi dia, tetapi kan tak ada gunanya juga, lha wong sudah terjadi. Semula mau kubawa ke IRD RS Haji, tetapi akhirnya tidak jadi, tunggu besok saja, siapa tahu bisa keluar kalau dia beol.

Saat-saat seperti itulah selalu terpikir olehku, dosa apa ya aku ini sampai ada cobaan seperti itu. Maka sering aku memohon pada Allah, seandainya ada dosaku apa pun itu semoga langsung aku sendiri yang merasakan jangan sampai dilewatkan keluargaku untuk mengingatkanku. Saat-saat seperti itu pulalah, saat ada masalah pada anakku sepertinya rasa sayang apada anak itu bisa termurnikan, bahwa aku memang sayang sama anakku, bahwa memang anakku merupakan amanah bagiku sehingga apa pun masalahnya harus siap kapan pun juga dalam mencarikan solusinya.

Saat itu kususruh dia langsung minum susu cair yang kebetulan belum habis di kulkas satu gelas penuh, biar kalau ada racun bisa ternetralisir oleh susu itu, sambil aku doakan keselamatan dan perlindungan untuknya, wis tak pasrahno gusti Allah. Setelah hati tenang, kuajak pergi aja silaturahmi ke famili di daerah Wedoro. Pulangnya mampir makan di Mie Mapan. Bagi yang belum tahu, ada lho pangsit enak di daerah Rungkut Mapan, namanya ya itu tadi Mie Mapan, mie dengan segala variannya, ada juga berbagai macam penyetan dan menu baru yang terpampang di situ adalah ‘otot penyet’. Wuenak tibakno, pitulas ewu seporsi. Harga yang pas untuk rasa yang puas.

Besoknya hari senin, perburuan dimulai, mencacah ‘eek’nya Tara untuk mencari si gotri itu, namun belum mau keluar juga rupanya. [Aku jadi ingat lagi kalau manusia gagal jadi hambanya Allah,maka tak lebih dari kotoran, sisa tak terpakai dari proses pemurnian, sebagaimana sampahnya sampah yang hanya layak dibakar.] Mungkin si gotri ini masih menunggu hari baik untuk keluar, masih dihitung dulu katanya. Rupanya, hari baik bagi si gotri untuk keluar itu baru pada Rabunya. Wis lega, alhamdulillah bisa keluar sendiri dan tiadak ada keluhan apa pun.

Yang punya anak kecil hati-hati lho jangan sampai mengalami kejadian seperti yang dialami anakku. Kalu pun toh terlanjur seperti itu, jangan panik, asal benda asing itu tidak tajam dan menghalangi jalan napas. Usahakan diberik asupan makanan yang mengandung serat tinggi agar terbantu menggelontor biar bisa keluar dari pencernaan.


Jadi ingat juga kejadian dua tahun lalu [Rabu, 11.02.2009], saat aku sedang repot-repotnya mempersiapkan grand openingnya kantor baru di Mulyosari [Minggu, 15.02.2009]. Siang sekitar jam satuan kok perasaan agak gak nyaman, trus aku pulang, kebetulan rumah kan dekat banget tinggal nyeberang jalan dan terus sedikit kurang lebi tujuh ratus meter. Sampai rumah, benar rupanya, dilapori mamanya adiknya kakaknya anakku yang nomor dua [bingung yo ?] kalau si Alia tadi habis main sama si mbak Tara plus guyon plus tengkar trus jatuh. Habis jatuh nangis trus katanya tangannya sakit. Dia nangis terus sampai akhirnya tertidur.

Saat aku pulang si Alia terbangun trus langsung nangis lagi. Aku lihat sekilas, rasanya yang ada masalah di tangan sebelah kanan, aku cek aku sentuh ringan, dia menangis, wis langsung ketemu masalahnya tetapi kelihatannya bukan tulangnya yang patah atau retak.

Segera cari solusi, ada dua pilihan, rumah sakit atau ahli urut langgananku. Akhirnya kuputuskan datang ke ahli urut langgananku setelah sebelumnya menelpon dia dulu. Dia seorang perempuan paroh baya. Badannya besar, kalau ngomong kasar khas suroboyoan, tapi memang aku akui ahli urut, hebat. Biasa dipanggil dengan sebutan Wak Amah. Rumahnya di daerah Ngemplak. Kalau ada yang bermasalah, pasti waktu dipijat terasa sakit, bisa-bisa ‘njarem’nya dua tiga hari, tetapi habis itu badan terasa nyaman. Pijatnya selruh  badan, mulai dari ujung kaki, terus naik ke atas sampai ke kepala, kurang lebih satu jam lima belas menit, biasanya aku dan keluargaku untuk sekali pijat per orang lima puluh ribu rupiah. Kelebihannya, pijatan Wak Amah tidak membuat menjadi ketagihan, kalau toh harus kembali biasanya disuruh setelah dua atau tiga minggu berikutnya.

Sampai di rumah Wak Amah, dengan tetap menangis karena sakit dan takut dipijat, si Alia langsung dilepas baju atasnya dan dipijat punggungnya, ada otot yang tertarik, juga tangannya, tetapi saat tangannya menyentuh daerah sendi antara lengan atas dan bahu kanan, Wak Amah langsung berhenti dan dia bilang sendinya bergeser dan dia tidak berani melanjutkan karena tidak punya keahlian tentang itu. Wak Amah menyarankan agar dibawa ke Pak Muhajir, ahli tulang di daerah Surabaya Utara. Aku juga pernah mendengar namanya, sebab dulu pun adikku pernah bermasalah dengan kakinya setelah loncat dari lantai dua di kampusnya. Masalahnya adalah tidak ada alamat yang jelas, hanya ancer-ancer di daerah sana.

Tanpa membuang waktu, langsung berangkat ke sana dengan tujuan pertama ke daerah Ampel. Tanya ke sana ke mari sampai berapa kali, akhirnya ketemu tempat prakteknya, tetapi Pak Muhajir sudah pulang, jadi harus ngejar ke rumahnya. Masalahnya, alamat rumahnya pun tidak ada yang tahu, hanya sekedar ancar-ancar. Yo wis gak opo-opo, berangkat lagi dengan dalam hati mohon dimudahkan, terus menggunakan rasa untuk mendekatkan arah perjalanan agar tidak terlalu jauh nyasarnya. Tanya sini tanya sana, kira-kira mulai awal perjalanan tadi sudah lebih dari dua belas kali aku bertanya dan hanya memperoleh petunjuk jalan alias ancar-ancar. Dalam hati tertawa, sebab ini adalah contoh nyata beda antara pemberi peta / arah /petunjuk dengan pemandu. Kalau pemandu pasti membawa langsung kita, mendampingi dan menjaga mulai awal perjalanan sampai ke tujuan, itulah tugas seorang mursyid.

Singkat cerita, akhirnya sampailah di tujuan, rumah Pak Muhajir. Sebuah rumah di gang kecil di daerah Kedung Mangu Timur. Di depan rumah itu ada semacam lahan kosong seukuran satu kapling rumah yang dipasang paving stone, biasa digunakan untuk tempat parkir. Di sebelah kanannya terdapat mushola. Saat aku masuk ke dalam rumah Pak Muhajir, terlihat ada satu pasien, seorang anak SMP yang patah tangan kirinya saat berolah raga di sekolah, main basket. Aku belum ditanya sama sekali oleh Pak Muhajir, mungkin masih repot untuk menyiapkan terapi bagi si pasien itu. Ternyata alat yang digunakan cukup sederhana saja. Untuk menyangga tulang yang patah, cukup menggunakan bekas kardus yang digunting memanjang terus diikat begitu saja. Dia tadinya sudah sempat ke Rumah Sakit Pelabuhan (PHC) Surabaya, harus operasi dengan biaya dua puluh lima juta rupiah, wuiihhhhh… sebuah biaya yang mahal untuk kebanyakan orang biasa macam aku ini. Karena itu akhirnya dia tidak jadi mendapat tindakan medis melainkan memilih alternatif. [Kalau aku pikir-pikir sama. Mestinya kalau sakit ya harus berobat ke dokter, tapi kebiasaanku kalau anakku sakit ‘tak suwuk dhisik’ sambil minum obat bebas, kalau belum sembuh baru ke dokter, he…he…. dokter mahal soalnya.


::: Ora tinêmu nalar, ora kabéh sing bisä dinalar, mulané äjä sok ngêndêlké akal. :::


Tak lama setelah menunggu, terdengar adzan Ashar berkumandang dari mushola serong depan kanan rumah Pak Muhajir. Pak Muhajir pun bergegas meninggalkan pasiennya untuk melaksanakan shalat Ashar. Aku pun juga ikut shalat sekalian di mushola itu, ternyata yang mengimami ya Pak Muhajir itu. Selesai shalat, kembali ke ruang tamu Pak Muhajir untuk menunggu giliran. Terbersit di pikiranku kok lama, trus aku kirim Fatihah kepada Mursyid. Begitu selesai membaca Al Fatihah, Pak Muhajir menoleh ke arahku menanyakan, “Opok’o iku ?” Aku bilang ke Beliau kalau tangganya. Alia sudah langsung menangis karena takut. Di suruhnya mendekat dan tanpa bilang apa-apa sepertinya langsung tahu di posisi mana yang salah. Ibu jari dan jari telunjuk Pak Muhajir dicelupkan ke minyak dan langsung menyentuh sendi bahu tangan kanan Alia dengan gerakan seperti menjentikkan ibu jari dan jari telunjuk yang di antaranya ada bahu si Alia. Cuman sedetik. Lalu Pak Muhajir bilang, “Uwis.” Pikirku, cuma gitu ? Begitu sederhananya danbegitu nyata hasilnya.

Setelah mengucapkan terima kasih sambil salam tempel, aku pun dengan perasaan lega berpamitan dan pulang ke rumah. Alhamdulillah, akhirnya selamat, untungnya lagi itu hari Rabu bukan Kamis. Sebab bila hari Kamis, Pak Muhajir tidak mau menerima tamu. Karena memang baru kejadian, maka tangan kanannya belum kuat digerakkan dan untuk memastikan semuanya tidak ada masalah, hari kamisnya Alia aku bawa ke Laboratorium Medis ayang ada di Mulyosari untuk rontgen, Alhamdulillah pengambilan rekaman dari berbagai sisi tidak menunjukkan adanya kelainan / retakan / patahan tulang. Wis lego, isine Alhamdulillah tok.


::: Sekali pun, kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di hadapan kita walau hanya berjarak satu detik ke depan. Sekali pun, tidak akan pernah bisa kita merencanakan kapan akan tersenyum, kapan akan tertawa, kapan akan menangis, kapan akan gembira, kapan akan celaka, akan akan bahagia dan seterusnya. Maka bersiaplah, karena HIDUP INI PENUH KEJUTAN. :::


Juga bukan hal itu yang saya bahas.

Jadi orang tua itu memang repot dan memang harus menyediakan diri untuk direpoti anak-anaknya. Kalau gak mau repot, ya gak usah punya anak, gak usah menikah. Gitu aja kok repot ?!

Sebagai anak, adabnya memang harus taat dan hormat pada orang tua, demikianlah aturan Tuhan yang telah digariskan untuknya. Tetapi saat menjadi orang tua, jangan pernah meng’undat-undat’ semua yang telah kita lakukan dan berikan pada anak-anak kita, apa pun itu. Misalnya, saat jengkel lalu kita berkata, “Kamu itu …. ! Ibu [ayah] ini sudah membesarkan kamu mulai dari kecil sampai sekarang, kerja banting tulang untuk kamu…. [dan seterusnya] !!!”

Lha kalau gak mau repot ya gak usah punya anak. Bukankah kehadiran anak itu dulu orang tuanya yang menghendaki ? Bukankah merawat, mendidik, menjaga dan menafkahi itu kewajiban orang tua, terlepas akan menjadi bagaimana anak itu kelak ? Lalu mengapa harus minta ganti kepada anaknya ???

Hal lain. Bila diperhatikan, di mana saja yang namanya anak-anak itu kalau bermain sama saja. Tidak pernah memikirkan resiko, tidak pernah memikirkan bahaya bagi dirinya, sebab anak-anak memang belum berakal dalam arti penggunaan akal masih kecil proporsinya. Yang penting bermain ya bermain, fokus pada permainannya. Hatinya pas banget. Para orang tua yang sangat-sangat sering khawatir. Seperti itu ya mungkin seharusnya Tauhid yang lurus itu, FOKUS.

Hal lain pada dunia anak yang kurasakan khususnya pada anak-anakku sendiri adalah bahwa saat mereka belum banyak menggunakan akalnya untuk berpikir maka yang dominan pada diri mereka adalah rasa. Rasa yang membuat mereka ‘ngeh’ terhadap sesuatu meskipun tanpa komunikasi secara verbal, walau tanpa informasi formal yang disampaikan. Maka pesan-pesan kebaikan mungkin bisa disampaikan kepada mereka walau pun tanpa kata, asalkan kebaikan yang disampaikan memang sudah menjadi keseharian kita. Sampaikan dari hati, insya Allah anak-anak kita pun menerimanya dengan hati.

Semoga semua anak-anak kita, anak-anak negeri ini sampai akhir jaman kelak, selalu diberikan tetapnya iman, terangnya hati serta keselamatan dunia akhirat. Menjadi generasi yang lebih baik dari generasi kita saat ini, generasi yang mampu untuk mengoptimalkan segala potensi yang telah dikaruniakan-Nya, generasi yang menentramkan hati dan menyejukkan mata serta menjadi generasi yang mau mensyukuri serta menghargai sekaligus meneruskan dan memperbaiki perjuangan generasi sebelumnya dalam kebaikan. Aamiin
Share this article :
Comments
2 Comments

2 komentar:

IG
@bagusherwindro

Facebook
https://web.facebook.com/masden.bagus

Fanspage
https://web.facebook.com/BAGUSherwindro

Telegram
@BAGUSherwindro

TelegramChannel
@denBAGUSotre

 
Support : den BAGUS | BAGUS Otre | BAGUS Waelah
Copyright © 2013. den Bagus - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger