Tiba-tiba saja sepertti biasanya, saat sedang
sumpek bin ruwet, aku merindukan kehadiran si mBah yang satu itu, ya… siapa lagi
kalau bukan mBah ZhudhrunH. Tapi kali ini agak susah rupanya untuk menemuinya, sebab diriku sendiri yang
dalam kondisi sulit untuk bisa berhati tenang, hingga perasaanku pun galau dan
pikiran kacau. Ah… tapi siapa lagi yang bisa mengkondisikan diri ini kalau bukan
diri sendiri, harus dipaksa agar bisa. Sejenak berdiam diri
merasakan keluar masuknya nafas sambil menguatkan kebersyukuran atasnya.
.:: Ada satu hal yang terdekat yang
selalu dapat disyukuri, meski tengah berada di berbagai masalah dan di beragam
persoalan. Satu hal itu adalah nafas, sebab pada detik ini pun ada banyak
manusia yang nafasnya telah terhenti. ::.
Sejenak kemudian melontarkan sinyal keterhubungan dengan mBah
DhrunH ke seantero jagad gêdhé agar
si mBah berkenan datang atau telpon atau sms atau syukur-syukur langsung
transfer sejumlah dinar emas ke bawah bantalku atau sejumlah dollar ke
rekeningku he… he… he…
Baru beberapa detik terasa sliyat-sliyut, tiba-tiba saja tercium
aroma Carolina Herrera 212-nya mBah Dhrunh dan tak lama kemudian terdengar suara
tawa khasnya yang serak-serak baritone nggilani itu, “He… he… he… he…”.
Dan tiba-tiba juga dia sudah duduk bersila di hadapanku sambil
jari telunjuknya disentuhkan pada titik di antara kedua alisku, maka seketika
itu juga rasanya melayang ~ nggliyeng
~ sekejap terasa khusyu’ dengan lupa terhadap apa pun
yang sebelumnya aku pikirkan, badanku jatuh ke belakang rebah diam tak bergerak,
rileks. Sejenak kemudian, badanku terasa segar bugar.
Ouw… rupanya si mBah tadi me-reset tubuhku.
Aku terbangun, terduduk diam sambil tersenyum, senyum yang
selalu manis bagi mereka yang jatuh hati padaku he… he… he…, “mBah, aku kok dah gak sumpek lagi mBah ?”
“Ciyus aku mbok kongkon muni WOW ngono ?!”, jawab
mBah DhrunH sedikit alay, “Itu
sementara, berikutnya ya terserah dirimu sendiri, apakah engkau mau tetap sumpek bin ruwet ataukah engkau
memutuskan untuk bebas dari keruwetan dan kesumpekan masalahmu. Itu”
“Bagaimana mBah caranya ?”,
tanyaku.
“Gampang, mudah dan sederhana, semua masalah itu solusinya cuma
satu : JANGAN
DIPIKIR!!!”
“Kok bisa begitu, mBah, masa kita diperbolehkan apatis, diam
saja, apa itu tidak putus asa namanya dan bukankah putus asa itu berarti ngenyek Gusti Allah, jauh dari Tuhan ?”, jawabku tidak terima.
“Dasar bocah
gemblung, siapa yang nyuruh
apatis, siapa yang nyuruh putus asa,
siapa yang nyuruh diam saja !!!”, bentak mBah Dhrunh.
“Lha itu tadi !” sergahku.
“Makanya to… kowe kuwi sudah lama aku ajari ilmu titén kok ya masih gak titén - titén terhadap dirimu
sendiri. Kamu dan juga banyak
orang yang lain mengalami sesuatu yang sama seperti
istilahmu sendiri ~ sumpek bin ruwet
karena suatu masalah. Tapi bagiku, akau tidak perlu tahu masalahmu dan masalah
banyak orang lain itu apa, sebab bagiku solusinya satu, jangan dipikir !!! Eits… jangan bantah dulu, dengerin…. !!!”
Senyap tanpa suara beberapa lama, hingga aku pun tak tahan lagi,
“mBah apa… katanya disuruh ndengerin… ?!”.
“Hoahahahaha….. lha kowe dari tadi
nunggu itu to… he… he… he…”, jawab mBah DhrunH tanpa dosa.
Dalam hatiku berkata, “Dasar wong gemblung gitu kok aku yang dibilang
bocah gemblung, cape deh…”.
“Sekarang coba, kalau kamu bilang sumpek, sumpek itu bagaimana sih menurutmu ?”.
“Ya.. perasaan
suntuk, tidak enak, gelisah atau kata anak sekarang itu galau gitu lho mBah…”, jawabku.
“Berarti yang suntuk itu pikiranmu atau perasaanmu ? Ini penting agar kamu bisa memahami dirimu
sendiri.”, Tanya mBah DhrunH sekaligus memberi
penegasan arah pembicaraannya.
“Ya perasaan mBah.”, jawabku.
“Ciyus yang ruwet
apamu ?”, tanyanya lagi.
“Lha kalau yang ruwet itu pikiranku mBah, gak bisa jernih, rasanya gak bisa buat berpikir.”, jawabku lagi.
“Nah, itu dia !”, mBah DhrunH berkata
sambil mengacungkan jari telunjuknya, “Kowe harus tahu yang mana perasaan dan
yang mana pula pikiran. Pikiranmu jangan kau rasakan dan
sebaliknya perasaanmu jangan kau pikirkan, itu sangat membuat tidak nyaman,
meski sebenarnya kalau engkau memahami kedua hal tersebut malah bisa menimbulkan
kenyamanan. Tapi nantilah, engkau akan paham
sendiri saat waktunya tiba, yang penting engkau telah pernah mendengarnya
dariku. Sekarang ayo coba kita telusuri…”.
“Pertama, sesuatu akan menjadi
masalah bagi seseorang saat sesuatu itu berat untuk dipenuhi atau berat untuk
dilaksanakan atau bahkan tidak mungkin dilakukan berdasarkan analisa pikiran
yang memperbandingkan antara kemampuan atau sumber daya yang dimiliki seseorang
dengan kemampuan atau sumber daya yang dibutuhkan untuk sesuatu yang kemudian
dianggap masalah itu. Kalau yang dimiliki kurang dari
yang dibutuhkan berarti hasilnya negatif dan itu direspon oleh pikiran sebagai
awal dari masalah. Hal itu akan semakin parah
bila nafsu membonceng pikiran dengan sifatnya yang tidak mau dibebani, bisa jadi
masalah kuadrat itu. Benul begicu ?”
“Benul mBah.”, jawabku ikut polanya.
“Kedua, saat pikiran mejadi negatif,
bukankah lalu perasaan pun ikut berpikir tentang apa yang ada di pikiran atau
dengan istilahku tadi perasaan merasakan pikiran hinga perasaan menjadi negatif
pula sehingga terasa tidak nyaman, gelisah, sumpek atau galau. Nah, kacaunya lagi kalau negatifitas perasaan tadi direspon oleh
pikiran yang masih kacau dengan memikirkan tentang perasaan yang sedang
bergejolak itu. Kacau tentunya. Kalau sudah seperti itu, seseorang biasanya lebih mudah untuk
kehilangan pengendalian diri. Keliru dalam bersikap,
ngawur dalam bertindak dan asal dalam berucap. Itu bisa memicu masalah
baru, jika hal itu menimbulkan konflik dengan orang lain.”
“Benul mBah.”, tanggapku.
“Tuh kan… stress ya kamu, bilang betul saja gak becus, kok malah benul.”, kata si mBah.
Wis sing waras ngalah he… he… he…
“Terus hubungannya apa dengan solusi semua masalah yang tidak
boleh berpikir ?”, tanyaku tak sabar.
“Aku, engkau dan dia pasti pernah mengalami
sesuatu yang realitanya kita semua tidak memiliki cukup kemampuan untuk
menyelesaikan, menuntaskan dan melampauinya, hingga kita pun hanya bisa berharap
bahwa segalanya akan berjalan dengan baik-baik saja dan tentunya juga berharap
bahwa segalanya akan berakhir dengan baik pula. Itu kan yang namanya masalah, seberapa pun level kerumitannya. Jangan dipikir, itu adalah sebuah
solusi, kira-kira seperti itu menurutku, maksudnya
:
Perasaanmu jangan mikir, perasaanmu
harus engkau jaga agar tidak merasakan pikiranmu yang kalut karena masalah.
Perasaanmu haruslah dijaga dan diberi kesibukan untuk
merasakan kebahagiaan dengan mengedepankan akhlak syukurmu, akhlak sabarmu dan
akhlak ridhomu pada Gusti Allah. Kalau perasaanmu bisa terkondisikan
bahagia, maka insya Allah hal itu akan pula
mempengaruhi pikiran agar kembali jernih serta terkendali, dan itu merupakan
modal yang luar biasa untuk menyelesaikan masalahmu.
Jangan mikir tentang sesuatu yang
belum engkau ketahui apa dan bagaimananya atau dengan
kata lain jangan mikir tentang akhirnya atau
hasilnya. Datamu negatif, pikiranmu pun menjadi negatif dengan
memprediksi ketidakmampuanmu menyelesaikan masalahmu. Lha penyelesaian
itu kan nanti, jangan dipikir, kalau yang nanti yang engkau belum mengetahui
bagaiman cara melampauinya itu engkau pikirkan sekarang, habislah energimu,
ibarat dalam permainan catur engkau terkena skak ster. Jadi bukan berarti diam dan
apatis, sebab yang sekarang harus tetap engkau pikir, tetap bergerak melakukan
apa pun yang masih bisa engkau lakukan, jangan terpaku pada ketidakmampuanmu
terhadap satu masalah, bukankah masih banyak kewajiban lain yang juga harus
engkau laksanakan ?
Masalahmu pasti terjadinya tadi dan yang tadi
adalah sebuah kepastian. Akhirnya akan
bagaimana, itu adalah nanti dan nanti adalah masih menjadi kemungkinan karena
itu jangan dipikir. Yang penting adalah sekarang, sebab sekarang ada banyak pilihan,
maka pikirkanlah, laluilah agar semoga dengan demikian yang nanti masih
kemungkinan bisa menjadi sebuah kepastian. Maka pula,
selalu, selalu dan selalulah berharap agar tak sempat tipis apalagi putus
harapan.”
.:: Kita jalani hidup dengan sikap kristal: kerjakan
yang baik di mana pun dengan apa atau siapa pun. Dipacu dengan rasa syukur dan
sangka balk terhadap hari esok sehingga yang kemarin masih kita sangka, hari ini
menjadi doa, besok menjelma fakta. #EAN ::.
“Ndak mikir tentang nanti yang masih
berupa kemungkinan berarti pasrah total pada kehendaknya Gusti Allah dan itu
sebuah solusi, sebab itu berarti kita sama sekali tidak membatasi kemungkinan
adanya pertolongannya Gusti Allah dari jalan yang tak disangka-sangka. Tak
disangka itu kan tidak masuk akal, itulah ajaib,
mungkin bisa diistilahkan begitu. Maka yang ajaib tak akan pernah menghampiri mereka yang selalu saja memakai
akalnya alias terus berpikir tentang ketidakmampuannya menyelesaiakn suatu
masalah. Itu juga berarti penyerahan diri kita ke Gusti Allah terhadap
kehendakNya, jadi apa pun yang terjadi nantinya meski tidak sesuai dengan
keinginan kita insya Allah akan terlihat indah, baik dan penuh hikmah, sebab
sudah kita hayati prosesnya dengan sungguh-sungguh dengan berusaha merasakan
pengaturanNya. Wis,
intinya kira-kira seperti itu. Kalau engkau bisa seperti itu, insya Allah
ringan ngan… ngan… ngan….”, kata si mBah dengan efek echo.
“Oooo… jadi begicu ya mBah……”, sekejap tiba-tiba
terasa mengantuk dan tiba-tiba saja si mBah DhrunH telah ghaib dari hadapanku,
padahal aku masih ingin menanyakan cara dia mereset tubuhku dan mekanismenya hingga
sesaat berikutnya rasanya sumpekku hilang. Tapi ya sudahlah…
lain kali saja.
melu wes
ReplyDelete@Awin Ubaidillahhe... he... he...
ReplyDelete