Home » » Training Akbar ..... ??? Ya.... PUASA !!!

Training Akbar ..... ??? Ya.... PUASA !!!

Written By BAGUS herwindro on Oct 24, 2007 | October 24, 2007

Siapa pun juga orangnya selama masih hidup di dunia pasti akan terus menerus, silih berganti mengalami berbagai persoalan / masalah.

Masalahnya adalah apakan masalah itu menjadi masalah dalam hidup kita atau tidak ? Bingung ya...? Podho !!!

Kadar ringan atau beratnya masalah dalam hal apa pun bagi setiap orang sebenarnya tergantung derajat ketaqwaan orang tersebut. Dalam bahasa umum, ketaqwaan dapat diartikan sebagai kesadaran atau awareness. Ketaqwaan inilah yang merupakan kunci pengendalian diri. Pengendalian diri dalam menjaga hubungan baik kita secara vertikal dalam arti menjaga kehambaan kita dihadapan Allah, menyadari bahwa sebagi hamba berarti harus ikhlas dalam melakukan apa pun yang dikehendaki Tuhan kita baik dalam aspek syariat maupun hakikatnya yang pada akhirnya akan membuahkan sesuatu yang “manis” dalam hubungan horisontal yaitu hubungan dengan sesama makhluk secara keseluruhan.

Semakin baik pengendalian diri seseorang, berarti semakin baik pula kualitas jati diri seseorang, berarti juga semakin baik ketaqwaan seseorang itu. Dapat juga dibalik bahwa semakin bertaqwa berarti semakin berkualitas jati diri seseorang yang berarti juga semakin baik pengendalian dirinya.

Nah, untuk menuju ke arah ketaqwaan itu hambatan terbesar adalah dari hawa nafsu yaitu dorongan-dorongan/hasrat dari dalam diri untuk kepentingan diri yang secara ekstrem bisa dikatakan segala sesuatu apa pun itu yang tidak ditujukan untuk Allah.

Q.S. Al Mu’minuun (23:71) : Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al Quran) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.

Dari pengajian yang saya ikuti, asuhan KH. M. Luqman Hakim, MA., hawa nafsu sifatnya liar dan tidak mau dibebani, dia mempunyai tiga perangkat, yaitu : hayawaniyah, sabuiyah dan syahwiyah. Secara singkat dalam bahasa saya yang awam dapat dijelaskan :

Hayawaniyah, dorongan yang bersifat kehewanan yaitu maunya hanya makan-minum, tidur dan ngeseks.

Sabuiyah, dorongan yang bersifat buas, contoh sederhanaya adalah misal kita mendengar berita bahwa orang yang kurang kita sukai mendapat kesusahan dan dalam hati kita berkata, “Rasain !!!”, maka hal itu sudah termasuk kategori sabuiyah.

Syahwiyah, dorongan pemanjaan diri apa pun bentuknya. Contoh sederhana adalah makan terasa enak di lidah trus kita tambah lagi itu sudah termasuh syahwiyah. Makanya industri pemanjaan diri sangat laris manis di dunia ini.

Salah satu metode pelatihan untuk peningkatan ketaqwaan ini yang bisa kita terapkan adalah melalui PUASA. Puasa ini saya sebut sebagai training akbar, sebab metodenya langsung dari ALLAH, trainernya juga ALLAH, gratis lagi.... tinggal kitanya yang mau melaksanakan atau tidak.

Q.S. Al Baqarah (2:183) : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

Nah... jelas kan, puasa itu targetnya taqwa, tetapi puasa yang bagaimana agar bisa meningkatkan derajat taqwa ?

Begini ni...... menurut pengalaman saya yang faqir ini, setelah mengalami kesekian kali puasa baik yang wajib (romadhon) maupun yang tidak wajib, puasa harus benar-benar sebagai proses riyadoh / tirakat / disiplin ruhani yang ketat, baru efek peningkatan ketaqwaan bisa kita rasakan. Tentunya sebagai sebuah proses, mestinya semakin sering kita berpuasa, semakin signifikan pula peningkatan ketaqwaan yang terjadi.

Bagi santri-santri PETA - Tulungagung, bila ada dawuh untuk berpuasa, biasanya :
1. Niatnya, ya... Lillahi ta’ala,
2. Selama puasa, secara fisik makannya yang tidak bernyawa / vegetarian,
3. Selama puasa, secara batin amalan dzikir rutinnya diperbanyak.

Yang pertama ya... harus Lillahita’ala, lha kita ini kan hamba, maka segalanya ya harus untuk tuhan kita yaitu ALLAH. Terlebih ibadah puasa kan memang untuk Allah sebagaimana dalam Hadis Qudsi.

Dari segi makanan yang masuk ke tubuh, dengan menghindari makanan bernyawa ternyata efeknya yang pertama adalah lemas karena belum terbiasa. Yang kedua tentu saja setelah sekian hari melaksanakan akan terjadi proses pembersihan secara fisik, badan terasa lebih ringan dan sehat. Qolbu juga terasa lebih hening, lebih diam karena tarikan hawa nafsu pada qolbu sangat jauh berkurang. Dengan mengurangi makan bernyawa maka tarikan hasrat hayawaniyah, sabuiyah dan syahwiyah sungguh sangat jauh berkurang yang menyebabkan panca indra tidak aneh-aneh tuntutannya dan pikiran pun lebih terkendali. Kondisi khusyuk lebih cepat tercapai, lebih mudah melakukan ketaatan dan amal sholih.

Dari segi dzikir rutin yang diperbanyak, fungsinya melatih ingatan kepada Allah, menyibukkan diri dengan berdzikir berarti mengurangi keliaran pikiran, menerangi qolbu agar lebih siap menerima limpahan cahaya ilahi. Syaikh Ibn Athaillah mengatakan bahwa salah satu fungsi dzikir adalah menghilangkan endapan berlebih dalam tubuh yang diakibatkan oleh makan berlebihan dan mengkonsumsi barang haram. Dzikir laksana api yang bekerja secara aktif dan memberikan pengaruh. Jika di dalam rumah itu bertemu dengan kayu bakar, dzikir itu akan segera membakar. Jika rumah itu gelap, ia akan menjadi cahaya penerang dan jika rumah itu memang memiliki cahaya, ia akan menjadi cahaya di atas cahaya.

Jangan ragu atau bimbang walau pun dzikir belum bisa khusyuk, mungkin saat itu memang kita belum ditakdirkan khusyuk, begitu seharusnya bahasa kesadaran kita. Syaikh Ibn Athaillah dalam Al-Hikam mengatakan : Jangan tinggalkan dzikir lantaran tidak bisa berkonsentrasi kepada Allah ketika berdzikir, karena kelalaianmu (terhadap Allah) ketika tidak berdzikir lebih buruk dari pada kelalaianmu ketika berdzikir. Mudah-mudahan Allah berkenan mengangkatmu dari dzikir penuh kelalaian menuju dzikir penuh kesadaran, dan dari dzikir penuh kesadaran menuju dzikir yang disemangati kehadiran-Nya, dan dari dzikir yang disemangati kehadiran-Nya menuju dzikir yang yang meniadakan segala selain-Nya.

Nah... bila puasa yang minimalnya seperti di atas kita lakukan paling tidak selama 10 hari, insya Allah kita akan merasakan sesuatu yang berubah dalam qolbu kita, perubahan ke arah yang lebih baik, kebarokahan dalam segala aspek kehidupan kita. Tinggal bagaimana perubahan positif tersebut dapat dijaga dan lebih ditingkatkan lagi.

Dengan ketaqwaan yang semakin hari semakin meningkat, insya Allah apa pun masalah yang kita hadapi bukan lagi menjadi masalah yang memberatkan hati melainkan menjadi ajang pengejawantahan / aplikasi ketaqwaan kita. Dari segi aspek batin atau dimensi hakikat, kita harus yakin bahwa apa pun juga yang terjadi dalam kehidupan kita detik demi detiknya adalah sudah merupakan takdir dari Allah bagi kita yang harus kita sikapi dengan sabar-syukur-ridho. Sedangkan dari segi aspek lahir atau dimensi syariat, dalam segala hal harus kita pikirkan, rencanakan, strategikan, harus dipelajari dan diusahakan secara optimal agar mencapai hasil yang maksimal.

Seberat apa pun permasalahan kita, biasanya hanya sebatas hubungan kita dengan keluarga, teman, tetangga, pekerjaan yang notabene adalah urusan dunia. Sungguh tidak bisa diperbandingkan dengan Rasulullah Muhammad SAW yang mengurusi dan memikirkan seluruh umatnya dalam skala dunia-akhirat. Jadi.... GITU SAJA KOK REPOT !!! (saya kutip dari ucapan Gus DUR yang sungguh sangat dalam maknanya).

Bukankan PUASA memang media pelatihan yang agung dari yang maha agung ?

Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

IG
@bagusherwindro

Facebook
https://web.facebook.com/masden.bagus

Fanspage
https://web.facebook.com/BAGUSherwindro

Telegram
@BAGUSherwindro

TelegramChannel
@denBAGUSotre

 
Support : den BAGUS | BAGUS Otre | BAGUS Waelah
Copyright © 2013. den Bagus - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger