SAYA

Written By BAGUS herwindro on Nov 26, 2014 | November 26, 2014

Batu itu meski hakikinya hidup namun ia terkategorikan sebagai benda mati. Ia tidak mempunyai pilihan apa pun atas dirinya sendiri. Ia bisa tetap di tempatnya, berpindah karena dipindahkan, dipecah atau dipahat indah tanpa bisa memilih sekali pun.

Beda dengan tumbuhan. Tumbuhan terdefinisi sebagai benda hidup, namun ia juga sama tidak mempunyai pilihan apa pun atas hidupnya. Tumbuh atau tidak tumbuhnya, berbuah atau tidak berbuahnya atau apa pun yang terjadi atasnya sesuai jenisnya adalah bukan kemauannya.

Berbeda juga dengan hewan. Hewan memiliki hasrat dan mempunyai pilihan hanya untuk bagaimana memenuhi hasratnya dan itu pun tanpa batasan apa pun sebab hewan memang tak memiliki akal yang berfungsi untuk memilah dan memilih apa yang baik dan tidak untuk dirinya. Ia hanya memilih apa pun yang bisa memenuhi hasratnya. Seekor ayam mungkin tak pernah menyadari kalau dirinya “ayam” sebagaimana yang didefinisikan oleh manusia. Ia mungkin tak pernah pula menyadari ke”ada”an dirinya. Kesadarannya hanya mengikuti hasratnya saja.

Yang sangat berbeda adalah manusia. Manusia di samping memiliki hasrat sebagaimana hewan, ia juga memilki akal agar otaknya mampu berpikir untuk memproduksi kebaikan-kebaikan dalam hidupnya, namun juga tak cukup saja dengan itu, manusia juga memilki hati yang semestinya membuatnya mengenal dirinya sendiri dan tentu juga mengenal siapa penciptanya sehingga kebaikan-kebaikan yang dirumuskan oleh pikirannya dipagari oleh nilai-nilai yang benar menurut GUSTInya bukan kebenaran menurut persepsinya sendiri agar kebaikan itu juga benar dan tampak keindahannya.

SAAT

Berbeda dengan ayam yang mungkin ia tak menyadari dirinya sebagai ayam atau tak menyadari bahwa ia ada di alam ini, manusia tidak. Manusia dengan akal pikirannya akan menyadari bahwa dirinya ada saat ia berinteraksi dengan yang lainnya. Seorang bayi dalam tumbuh kembangnya, mungkin akan mulai menyadari ke”ada”annya saat ia mulai bisa menjalin sebuah interaksi dengan orang lain. Saat ia mulai menyadari selalu ada interaksi dengan orang-orang terdekatnya seperti interaksi dengan orang tuanya, maka pada saat itulah kesadaran tentang eksistensi egonya mulai muncul dengan meminta pemenuhan kebutuhan egonya kepada mereka yang paling sering berinteraksi dengannya.

Bagi orang tuanya, bayi-bayi yang lain atau anak-anak yang lain sebenarnya sama dengan bayi atau anak mereka sendiri, namun di luar bayi atau anaknya sendiri semuanya akan dianggap tak ada keber”ada”annya. Bayi atau anak bagi orang tuanya pasti akan disadari keber”ada”annya karena para orang tua memiliki pamrih terhadap anaknya dalam kata lain anak-anak mereka ada manfaatnya bagi diri mereka, minimal sebagai simbol kebanggan atau simbol penerus kehidupan mereka.

Dalam lingkup yang lebih luas pun demikian juga. Seseorang akan dianggap “ada” saat dia ada gunanya, ada manfaat yang keluar dari dirinya bagi orang lain.

Coba saja diamati, dari sekian ribu orang yang kita temui dalam satu hari, berapa orang yang “ada” dalam diri kita dalam arti yang melekat dalam kesadaran kita ? Pasti tidak banyak dan itu pasti hanya yang kita kenal, yang ada hubungan dengan keseharian kita, yang ada manfaatnya bagi diri kita. Dalam beberapa kasus ada pula yang “ada” karena kezhaliman yang keluar dari dirinya.

Yang “ada” bagi kita adalah manusia yang manusia, dalam arti lengkap dan berfungsi perangkat  kemanusiaannya yaitu selain memiliki hasrat juga berakal dan berhati. Yang juga “ada” meski biasanya terpaksa meng”ada” dalam kesadaran kita adalah manusia yang mungkin belum memanusia, karena mungkin hasratnya saja yang begitu kuat atau hasrat dan pikirannya saja yang berjalan tanpa kendali dari hatinya. Mungkin kesadaran manusia semacam itu (boleh jadi itu saya sendiri) adalah kesadaran batu atau tumbuhan atau hewan.

Kalau batu itu sendiri selain bisa dipecahkan berkeping-keping ia juga bisa dipahat indah dan semua itu ada manfaatnya bagi manusia, namun kalau manusia yang membatu yang tidak bisa diajak berpikir, tidak bisa menerima nasehat, tidak bisa diajak musyawarah atau apa pun juga, apalagi kalau tidak dipecahkan saja ?

Tumbuhan pun, sebusuk-busuknya malah bisa menyuburkan tanah, lha kalau manusia yang membusuk kemanusiaannya ? Demikian pula hewan, masih ada manfaatnya buat manusia, lha kalau manusianya menghewan ?

MANFAAT

Bila melihat dari hal itu, maka sebenarnya nama kita tidaklah perlu, jabatan kita, profesi kita, pekerjaan kita atau predikat apa pun yang melekat pada diri kita pun tidaklah penting karena itu semua bukan menunjukkan adanya kita. Diri kita “ada” bagi yang lain jika ada manfaat yang keluar dari diri kita bagi yang lain.

Itu semua berarti bahwa dalam konteks interaksi antara sesama manusia atau yang lebih luas yaitu antara sesama makhluknya Gusti Allah, yang perlu dipertanyakan adalah “manfaat saya apa” bukan “siapa saya”. Bukankah demikian yang dituntunkan oleh Kanjeng Nabi, bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat ? Bagi saya, jareku, bermanfaat itu paling minim adalah tidak merugikan siapa pun atau apa pun juga dalam keseharian diri kita masing-masing.

Manfaat saya apa ? Itu yang saya rasa harus terus kita cari dan itu juga yang rasanya sampai saat ini saya belum menemukan. Saya yakin masing-masing kita terlahir di dunia ini dengan mengemban sebuah misi dari Gusti Allah untuk menyerap berkat dariNYA untuk menjadi rahmat bagi semestaNYA, hamemayu hayuning bawono, sesuai kadar, komposisi dan koordinat ruang waktu yang kita tempati. Dalam proses pencarian itu, jareku, mungkin ada dua hal yang bisa kita jadikan parameter ketepatan kita menemukan misi hidup kita, yaitu kalau kita rasakan bahwa kita mendapat fasilitas dari Gusti Allah berupa apa pun itu, bisa jadi fasilitas itu berupa keluasan ilmu, kelapangan rejeki, pinjaman kekuasaan, daya juang dan seterusnya, maka di dalam fasilitas itu berarti ada amanat dariNYA dan itulah perintahNYA untuk diri kita. Sebaliknya, kalau kita diberi amanat olehNYA seperti misalnya dihadapkan dengan berbagai hal yang harus kita bantu untuk mencari solusinya, maka kita harus meyakinkan diri kita sendiri bahwa Gusti Allah akan memfasilitasinya.

SIAPA SAYA

Manusia yang berfungsi hatinya, biasanya akan selalu terusik untuk terus menerus mencari jati dirinya hingga akhirnya menemukan ke”tiada”an dirinya di dalam ke”ada”annya di antara sesama makhluk. Meski seseorang telah menemukan misi hidupnya dan begitu luar biasa kemanfaatannya bagi sesamanya, namun begitu dia menyadari hakikat GUSTInya, maka dia akan menemukan “belum” meskipun telah lama “sudah”, karena “sudah”nya semata-mata adalah fasilitas dari Gusti Allah.

Di hadapanNYA lebur segala benda. Di dalam cintaNYA sirna segala macam rasa. Di kehendakNYA hilang segala daya. Manusia bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa, maka agar mengerti makna diturunkanlah agama olehNYA. Karena cintaNYA yang mendalam, diajarkan olehNYA segala hal dari manusia harus bermuatan DIA, tak boleh ada yang lain termasuk eksistensi diri manusia itu sendiri. Namun karena kasihNYA yang juga meluas, maka dianugerahilah manusia dengan rahmatNYA atas peniadaan dirinya dan diperintahkanNYA untuk menjadikan rahmat itu sebagai berkah bagi sesamanya.

Sederhananya, saya shalat atau pun tidak sebenarnya bukanlah hal yang penting dan bukan masalah bagi orang lain, sebab itu adalah urusan saya dengan Gusti Allah. Yang menjadi penting bagi orang lain adalah apakah saya bisa memberi manfaat untuk mereka ataukah malah menebar mudharat sehingga mereka tidak selamat dan aman dari kejahatan saya.

LUPA LUPA INGAT

Bagi yang ingat, kesadarannya selalu menyatakan ~ siapa sih saya ini, eksistensinya diletakkan di belakang esensinya. Namu bagi yang lupa, ketaksadarannya selalu mengatakan ~ belum tahu ya siapa saya ini, esensinya diletakkan di belakang eksistensinya.

SEMOGA

Semoga Panjenengan dan saya selalu digerakkan oleh Gusti Allah untuk selalu kembali memanusia yang selalu memproduksi kebaikan, kebenaran dan keindahan agar rahmatNYA menjadi berkah bagi seluruh semestaNYA.

Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

IG
@bagusherwindro

Facebook
https://web.facebook.com/masden.bagus

Fanspage
https://web.facebook.com/BAGUSherwindro

Telegram
@BAGUSherwindro

TelegramChannel
@denBAGUSotre

 
Support : den BAGUS | BAGUS Otre | BAGUS Waelah
Copyright © 2013. den Bagus - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger