Home » » Pertolongan Allah : antara keras dan lembut

Pertolongan Allah : antara keras dan lembut

Written By BAGUS herwindro on Dec 28, 2010 | December 28, 2010

Tiba-tiba
saja di sepanjang perjalanan berangkat kerja tadi pagi teringat dua kejadian dalam waktu yang lalu yang mengingatkanku tentang perlindungan dan pertolongannya gusti Allah, meski jadi ingat juga banyak kejadian sepanjang perjalanan waktu yang kulalui yang telah membuktikan bahwa pertolongan dan perlindungannya gusti Allah itu tak ada duanya. Tapi nanti saja di bagian akhir tulisan ini apa dan bagaimananya kisah pertolongan gusti Allah yang kumaksud itu.


Kesimpulannya adalah bahwa tak ada satu pun kekuatan, tak ada satu pun makhluk dan tak ada sesuatu apa pun juga yang dapat melindungi diri kita secara mutlak, kecuali hanya perlindungannya gusti Allah. Perlindungan mutlak dari gusti Allah tidak akan bisa tertembus oleh apa pun dan siapapun juga dari makhluk-Nya kecuali memang ada ketentuan takdir dari-Nya.

Maka, jangan sekali-sekali mengandalkan yang selain Allah, yang kita anggap bisa melindungi dan menolong kita, sungguh itu merupakan kategori menduakan Tuhan. Hanya saja memang secara akal [apalagi manusia biasa macam aku ini yang pastinya masih dan selalu berada dalam kausalitas, hukum sebab akibat dunia / linear] pertolongan dan perlindungan Allah itu tidak mungkin hadir secara tiba-tiba melainkan harus ada faktor penyebabnya. Maka harus selalu ada ikhtiar sebagai penyebab bagi kepantasan kita menerima perlindungan dan pertolongannya gusti Allah, serta yang terpenting adalah bahwa keyakinan terhadap perlindungan dan pertolongan gusti Allah haruslah berbanding lurus dengan ikhtiar yang kita lakukan.
 
Maka semakin yakin harusnya semakin disempurnakan pula ikhtiarnya agar kita memang benar-benar pantas untuk menerima pertolongan dan perlindungan gusti Allah. Kecuali pada kondisi-kondisi tertentu yang memang tidak memungkinkan kita untuk berikhtiar, ibarat mau lari sudah tidak bisa sebab ada tembok tinggi di belakan kita, apa mau dikata, ya sudah bondho yakin saja, insya Allah selamat.

Sebab di antara orang-orang yang kukenal banyak juga yang mengandalkan sesuatu yang mereka punyai untuk melindungi mereka hingga menjadi berani. Aku pernah kenal dengan seorang anggota garda keamanan negeri ini, sudah pamen pangkatnya, weleh bangga sekali dengan pangkatnya dengan statusnya, isi ceritanya tak lepas dari mukulin anak buahnya, menghajar orang yang bermasalah dengannya dan sebagainya, sebab dia punya sambilan juga di wilayah abu-abu, ya sudahlah urusan dia, tapi apakah dia tidak merenungkan bagaimana seandainya anaknya kelak yang dibegitukan orang, bukankah keluarganya notabene juga orang sipil ?
 
Pernah kenal juga dengan adik salah seorang tokoh organisasi massa, kalau yang ini yang diandalkan ya massanya itu, pernah nawarin aku juga bahwa kalau perlu masa dalam semalam siap datang mau minta berapa truk, tapi ya itu harus ada biaya operasionalnya, he… he….
 
Ada juga kenal seorang Bos yang dengan uangnya bisa membayar ‘anggota’ untuk jadi centengnya, ya tentu saja karena dia kenal juga dengan pimpinan si ‘anggota’ ini. Yang lain-lain banyak jugalah yang kusaksikan langsung, tetapi pada umumnya mereka jadi berani walau salah sekalipun, sebab mereka merasa terlindungi dengan uang yang mereka punya, dengan jabatan yang mereka sandang, dengan senjata yang mereka pegang, dengan massa yang siap dikerahkan, dengan ilmu atau ajian yang mereka katamkan dan dengan-dengan yang lain.

Maka, bagi orang-orang biasa macam aku ini, harusnya lebih banyak bersyukur karena tidak punya apa-apa, tidak punya siapa-siapa, tidak menyandang jabatan apa-apa yang bisa diandalkan. Sebab dengan kondisi biasa, insya Allah lebih besar kemungkinan untuk selamat menjaga kesadaran kehambaan kita karena kalau mohon perlindungan, yang diandalkan ya gusti Allah, kalau memohon pertolongan, yang diandalkan ya gusti Allah. Hanya yang sering membuat kacau itu kan masalah keyakinannnya, yakin tapi kok tak kunjung yakin. Sudah ikhtiar, sudah berdoa, tetap saja was-was, tetap saja khawatir, bimbang dan ragu-ragu, lha kapan bisa berserahnya ? He… he… ini yang namanya penyakit dan tugaskulah yang harus mencari penyembuhnya.

Sebagaimana judul di atas, ternyata pertolongan Allah itu tak selamanya keras atau tampak tetapi ada kalanya sangat lembut, sampai-sampai sering tak sadar kalau Allah itu sudah menolong diriku. Inilah pentingya berdiam, mengambil jarak dari diri sendiri untuk memaknai kejadian sehari-hari, agar tak luput untuk merasakan pengaturan-Nya yang indah. Di balik segala ikhtiar, semestinya harus dikaitkan ke gusti Allah, harus ingat Allah, setidaknya agar kita bisa memaknai kehadiran-Nya.

::: Maka Kaitkan dan pasti TERKAIT, maknai dan pasti BERMAKA, terima dan pasti BAHAGIA. INGATlah dan pasti akan diINGAT. :::

::: BAHAGIA. Sederhana semestinya. MAKNAI setiap detik yang kita lalui, temukan serta rasakan pengaturan-NYA yang indah. Sederhana dan teramat sederhana, memang, hingga banyak yang tak percaya, hingga bahagia dicari di luar sana, hingga nestapalah yang tiba dan bahagia hanya seonggok fatamorgana. :::

Dari sekian pengalaman merasakan perlindungan dan pertolongan Allah, ada dua kisah yang kali ini akan kusampaikan :

Kisah pertama, terjadi kalau tidak salah [berarti benar] pada tahun 1994 yang lalu. Saat itu kayu atap bangunan rumah sudah harus diganti akibat dibuat camilan oleh rayap, maka digantilah kayu-kayu itu secara bergantian. Saat itu siang hari aku sedang tidur di kamar. Kamar yang aku tempati saat itu berukuran kurang lebih 3 m X 3,5 m, ada dua tempat tidur di kamar itu, satu berukuran single [sisi barat] dan satu lagi berukuran double [sisi timur]. Pada saat tidur itu memang sedang ada tukang yang mengerjakan di atas atap dan mungkin karena hentakan palu ketika berusaha melesakkan paku ke dalam kayu membuat getaran yang merambat di permukaan kayu begitu kerasnya hinga memaksa salah satu genteng beton yang masih bertengger di rangka atap meloncat turun. Turunnya sang genteng beton [ukuran 30 cm X 50 cm] itu pun memilih tempat pas sejajar di atas bantal yang saat itu aku letakkan kepalaku ketika tidur. Ya…benar-benar tidur, bukan tiduran.

Andaikan saja saat itu tidak ada perlindungan Allah, maka pasti IRD-lah tempatku selanjutnya.
 
Tetapi Alhamdulillah, saat genteng itu mendarat di atas bantal, ternyata diriku tanpa aku sendiri menyadarinya, sudah melenting sekitar 2,5 meter ke sudut tempat tidur satunya dalam posisi berdiri dengan arah ke bantal yang di atasnya sudah teronggok sebuah genteng, tumpuan berat badan di sebelah kiri, kaki kanan jinjit sedikit dengan tangan kiri sendekap menyilang di dada dan tangan kanan membentang ke kanan setinggi bahu, kepala menoleh ke kanan [sikap putri berhias, he… he…. yang satu perguruan pasti ngerti maksudnya.]

Itulah salah satu bentuk perlindungan dan pertolongan Allah dalam bentuk yang keras, yang tampak nyata, meski dalam keadaan tidur, Gusti Allah memunculkan gerak refleksku yang secara akal merupakan hasil latihan rutin saat masih aktif berlatih silat kala itu.

Kisah kedua, terjadi saat tahun 1996. Kala itu ada suatu persoalan yang harus segera diselsaikan, aku berdua dengan kakak perempuanku terpaksa malam-malan sekita jam satuan harus ke terminal Purabaya [Bungurasih]. Singkat cerita, masalah sudah beres, tinggal pulangnya, pukul 2:15.
 
Aku berjalan menuju tempat parkir sepeda motor di sebelah barat terminal, dalam keadaan gelap, di tepi berem yang menuju ke arah parkiran tampak empat orang sedang duduk jongkok di atasnya. Naluriku langsung memberikan sinyal waspada, maka kakak perempuanku kusuruh berjalan dulu agak jauh di depanku. Benarlah nyatanya, salah seorang dari mereke langsung berjalan menghampiriku, yang tiga orang langsung memposisikan diri di belakangku dan ternyata ada satu orang lagi muncul dari balik kegelapan terminal. Badan mereka tinggi besar semua, aku hanya sepundak mereka, dalam hatiku cuman berkata : wis opo jare, bismillah.

Seorang yang menghampiriku langsung berada di sebelah kananku, dengan berteriak dia berkata, “Cak njaluk duwike !” [bang, minta duitnya]. Aku dengan mengulur waktu ganti bertanya ke dia, “Ha..? Njaluk duwik ?” [ha..? minta uang]. Jawabnya lagi, “Iyo, njaluk duwike satus ae, iki lho duwikku cumak satus gawe tuku mie.” [Iya minta duinta seratus saja, ini lho uangku cuman seratus, buat beli mie]. Sambil berkata begitu, dia memang mengeluarkan uang seratus rupiah lembaran merah itu. Kebetulan di saku memang ada koin seratus rupiah, ya sudah aku kasih saja ke dia dan pergilah mereka semua.
 
Ini lho pertolongan dan perlindungan Allah juga, secara halus dan tidak masuk akal. Masak orang lima, maksa minta uang kok cuman seratus rupiah ? Uang dia sendiri seratus ditambah minta uang ke aku seratus, dua ratus kan ? Masa ada mi harganya dua ratus rupiah ? Ha….ha…. gak sebanding sama sangarnya. Tapi memang itulah kenyataannya. Alhamdulillah.

Kisah-kisah lain tentang penyelamatan, perlindungan dan pertolongan Allah yang lain masih banyak semestinya, tapi cukuplah itu saja, karena yakin Anda semua juga sering mengalaminya, tinggal bagaimana kita bisa selalu mengaitkan itu dari Allah, tinggal bagaimana kita bisa memaknai kehadiran Allah, tinggal bagaimana kita bisa menerima pengaturan Allah, insya Allah akan bahagia. Menengok ke belakang, yang ada kenangan-kenangan membahagiakan dan memandang ke depan pun yang terlihat jaminan yang menentramkan jiwa. Semoga demikian, aamiin.

A’UDZU BI KALIMAATILLAHI TAAMAATI KULLIHA MIN SYARRI MA KHOLAQ

BISMIL­LAAHIL LADZII LAA YADHURRU MA'ASMI­HII SYAIUN FIL ARDHI WALAA FISSAMAAI WAHUWAS SAMII'UL `ALIIM

Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

IG
@bagusherwindro

Facebook
https://web.facebook.com/masden.bagus

Fanspage
https://web.facebook.com/BAGUSherwindro

Telegram
@BAGUSherwindro

TelegramChannel
@denBAGUSotre

 
Support : den BAGUS | BAGUS Otre | BAGUS Waelah
Copyright © 2013. den Bagus - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger