Coba Anda ingat-ingat, saat tubuh Anda ada yang terasa tidak enak atau bahkan terasa sakit, pernahkah Anda tanpa sadar menyentuh dengan telapak tangan atau bahkan mengusap-usap atau bahkan memberikan pijatan lembut pada bagian tubuh tersebut ?
Coba Anda amati, saat seorang anak kecil sakit dan meringkuk sakit biasanya ia merasakan lebih nyaman bila berada dalam dekapan ibunya atau ia akan merasa lebih tenang saat dibelai oleh tangan ibunya dengan penuh kasih sayang ?
Coba juga Anda ingat-ingat, saat terbangun dari tidur pernahkan anda meregangkan tubuh / “mulet” ? Dan itu Anda lakukan dengan sadar atau spontan saja ?
Kesimpulannya ? He… he... he… he… saya tidak akan menyimpulkan, pikirên déwé, pikir saja sendiri. Lebih enak menguraikan dari pada menyimpulkan, maka cobalah menguraikan.
[SELALU berusaha dan belajar mengURAI apa pun agar menemukan keINDAHan saat meSIMPULkan.]
Coba Anda ingat-ingat, saat dulu kita sekolah atau mungkin saat ini masih seperti itu, saat harus tampil di hadapan umum sedangkan kita merasa malu / takut / tidak siap atau saat harus mengikuti suatu ujian / test atau apa pun yang saat itu kita belum percaya diri akan hal itu, reaksi apa yang muncul pada tubuh kita ? Perut terasa mulas atau keringat dingin keluar dari pori-pori tubuh atau jantung berdetak lebih kencang atau yang lainnya ?
Saat tubuh mulai kekurangan cairan, terasa hauskah Anda ?
Silahkan diuraikan sendiri, kalau toh ada lanjutannya, tulisan berikutnya jangan dibaca.
Tidak usah terlalu banyak teori, tidak usah pula diilmiah-ilmiahkan, pakai ilmu kira-kira saja seperti kebiasaan saya selama ini sebab saya mewarisi ajian yang sama sekali tidak bisa dilogika, yaitu Aji Pengawuran dan yang sama sekali pula tidak bisa disanggah, yaitu Aji Pengeyelan.
Tetapi kedua ajian saya tersebut masih kalah dengan ajian-ajian yang dikuasai oleh para aparat, pejabat dan politisi negeri ini yang sudah terbukti ampuh. Nama ajiannya selalu diawali oleh Ujug-ujug atau dalam bahasa Indonesiaraya adalah mendadak, yaitu Aji Mendadak Sakit, Aji Mendadak Lupa, Aji Mendadak Minggat dan kawan-kawannya. Hingga kadang saya pun kalau sedang melihat mereka mengeluarkan ajian-ajiannya tersebut jadi ikut latah mengeluarkan ajian yang hampir sama, yaitu Aji Mendadak Neg, Aji Mendadak Dongkol, Aji Mendadak Misuh dan kawan-kawannya pula.
Tetapi… ya sudahlah… apa pun yang terjadi saya yakin Anda terus mengikuti tulisan ini BUKAN ?
Meskipun dalam hati, jangan sampai Anda menjawab pertanyaan saya dengan jawaban : BUKAN. Sebab kalau itu yang terjadi, rasanya kalau kita bersua, maka Anda dan saya insya Allah dengan sendirinya akan terjalin suatu kemesraan yang luar biasa, sebab dalam jiwa kita ada unsur yang sama, yaitu unsur SLANK alias slengekan dan juga unsur PLESETAN sebagai bahan bakar untuk mengatasi kebuntuan-kebuntuan perasaan kita dalam menghadapi problematika kehidupan. Maka dengan kemampuan dan kecerdasan kita untuk menertawakan kenyataan hidup kita sendiri melalui gurauan atau dalam bahasa Jawanya GUYON PARIKENO, akan mampu mencairkan gumpalan-gumpalan yang menyesakkan dada. Hal ini penting !!! Kita harus bisa menertawakan diri kita sendiri, namun jangan sekali-sekali menertawakan diri orang lain. Kenapa ? Jangan tanya, pikir sendiri, uraikan sendiri !
Menertawakan diri sendiri itu mungkin adalah sebuah kewajiban, sebab menertawakan [awalan dan akhiran me-kan] itu berarti sengaja untuk tertawa terhadap sesuatu. Kalau sengaja untuk tertawa berarti juga paham benar tentang obyek yang ditertawakan. Jadi, menertawakan diri sendiri berarti paham benar bahwa diri kita layak untuk ditertawakan karena kezhalimannya, karena kebodohannya, karena kehinaannya, karena kesombongannya, karena kebanggaannya, karena keputusasaannya, karena pesimisnya, karena keteledorannya dan karena-karena yang lain. Berarti sadar kalau NOL, sadar kalau sebenarnya bukan siapa-siapa, bukan apa-apa, sadar kalau sebenarnya tiada, sebab adanya karena diadakan. Akhir dari menertawakan diri sendiri itulah yang akan menerbitkan fajar kesadaran tentang DIA, Tuhan yang mengadakan kita yang hanya DIA saja yang ADA, yang kepadaNya tempat bergantung, bersandar dan melabuhkan segala doa serta harapan, yang tidak ada yang setara denganNya. Maaf terlalu panjang, silahkan didalami, dipanjangi dan diluasi sendiri.
Mereka yang selalu tampil dengan wajah licin, badan yang bersih, selalu merasa benar dan sudah merasa baik [sedangkan para Nabi dan Rasul pun selalu menyebut dirinya ZHALIM dalam setiap munajat pengakuannya kepada Tuhan], dengan kata lain mereka yang tidak mampu atau mungkin tidak mau menertawakan dirinya sendiri dan hanya fokus menertawakan diri orang lain, tunggu saja saatnya sampai tugas menertawakan diri sendiri itu akan dibagikan kepada banyak orang. Tunggu saja saatnya jika Tuhan memberitakan apa yang sudah mereka lakukan, tentu saja dengan caraNya.
Maklum saja kalau menulisnya ngelantur sebab memang tidak pernah membuat kerangka tulisannya terlebih dahulu, seadanya dan apa adanya, jadi kalau tidak setuju ya segeralah beralih ke halaman yang lain dan jangan sekali-kali melanjutkan membaca huruf demi huruf yang terangkai dalam kata yang kemudian membentuk sebuah kalimat yang merupakan wujud aksara dari apa yang terpicu dalam pikiran saya. Kenapa saya bisa berpikir ? Sebab saya dibekali Tuhan dengan software [operating system] yang berupa akal dan hardware berupa otak yang di dalamnya sebenarnya juga sudah terinstall software dasar tentang nilai-nilai kebaikan juga tentang hal-hal mendasar yang berguna untuk melangsungkan hidup [makan-minum, tidur dan seks]. Otak saja tanpa akal tidak akan bisa berpikir, seperti halnya pada hewan, ia hanya melakukan apa yang disebut sebagai insting [makan-minum, tidur dan seks], sebuah software dasar yang sangat terbatas yang sudah terinstall dalam otaknya. Software dasar untuk mempertahankan kelangsungan hidup itulah yang bila tidak terkendali kemudian diistilahkan sebagai hawa nafsu, sebab itu manusia memiliki kelebihan berupa akal untuk mengendalikan dan mengelolanya, bukan untuk menghilangkannya, karena bila dihilangkan maka kehidupan pasti akan berhenti, spesies manusia tidak akan berkembang biak.
Dari otaklah seluruh tubuh dikendalikan kerjanya baik secara sadar maupun yang tidak sadar. Otak mengelola dan mengendalikan tubuh [materi] bila di dalamnya ada energi hidup yang terus menerus bekerja. Sebab bila energi hidup ini tidak ada / tidak tersedia, maka tubuh pun tidak akan berfungsi dan otak pun mati. Otak inilah yang harus dikelola oleh akal saat otak menerima informasi berupa rangsangan-rangsangan frekuensi.
Maka di segala sesuatu sebenarnya 3 unsur tersebut di atas pasti ada di dalamnya, yaitu materi, energi dan frekuensi. Tinggal kita yang harus bisa membedakan mana yang berada di level materi, mana yang di level energi dan mana pula yang sudah menjadi frekuensi.
Akal itu matanya hati. Mata berfungsi untuk memandang, hingga kalau akal merupakan mata berarti dalam proses mengolah informasi dengan berpikir jangan sampai menghasilkan yang buruk, harus menghasilkan yang baik, agar hati tidak terbebani karena melihat yang buruk sebab hati merupakan tempat manusia berkomunikasi dengan Tuhannya. Oleh sebab itu akal harus berfungsi sebagaimana mestinya, dalam proses berpikirnya harus selalu menghasilkan suatu penglihatan yang mendekatkan diri pada Tuhan.
Nah, kalau dikatakan bahwa akal itu merupakan matanya hati [qolb], lalu apa sebenarnya yang disebut hati itu sendiri ?
Sama sebagaimana akal, hati itu merupakan software yang sangat luar biasa melebihi akal. Akal, betapa pun hebatnya tetaplah terbatas bila ditinjau dari kemampuannya dalam mengenal dan memahami Tuhan, namun hati tidaklah demikian, hati tidak mempunyai batasan dalam mengenal Tuhan, hati hanya dibatasi oleh batasan Tuhan itu sendiri dalam memperkenalkan dan memahamkan DIRINYA kepada hati seseorang. Hardwarenya hati adalah jantung.
Saat janin terbentuk dalam rahim seorang ibu, organ tubuh yang pertama terbentuk adalah jantungnya. Jantung yang langsung berdetak menandakan kehidupannya.
Dewasa ini penemuan-penemuan baru tentang teknologi otak sudah demikian majunya. Dengan mengkondisikan / menstimulasi belahan otak kiri dan otak kanan dengan frekuensi tertentu maka akan banyak kemajuan yang dicapai dalam diri seseorang. Hypnoterapi pun sudah banyak dikenal, dipelajari dan dikembangkan sampai dengan sedemikian rupa, hingga berbagai masalah kejiwaan bisa diselesaikan dengannya dengan waktu yang relative singkat, tentu saja di tangan ahlinya. Semuanya berbasis pada otak. Bahkan kemampuan-kemapuan pshikis yang di atas normal pun bisa diraih dengan cara memolakan otak pada frekuensi getar tertentu, tidak seperti dulu yang harus melakukan suatu displin tertentu seperti meditasi atau pun membaca mantra.
Namun dari semua itu, adakah yang sudah bisa melampaui kehebatan manusia-manusia generasi terdahulu yang sangat luar biasa dalam pencapaian kualitas kehidupannya baik secara material maupun spiritualnya ? Saya kira belum, walau pun manusia-manusia terdahulu sama sekali belum mengenal teknologi otak sebagaimana saat ini. Sebab saat itu yang diberdayakan adalah jantungnya, yaitu mengiringi berdetaknya jantung dengan berdzikir yang sebenar-benarnya dzikir.
Dengan berdzikir itulah, seseorang mengenal dan memahami Tuhannya dan begitu Tuhan mengenalkan dan memahamkan DIRINYA kepada seseorang, maka biasanya pula Tuhan juga akan mengenalkan dan memahamkan makhlukNya kepada seseorang itu. Jadi mengenal Tuhan melalui Tuhan dan Tuhan pun mengenalkannya kepada makhlukNya. Pengenalan terhadap makhluk spontan dan pasti lebih detil.
Sungguh berbeda dengan mereka yang mengeksplorasi otaknya. Dengan kekuatan akalnya untuk berpikir, seseorang juga akan mengenal dan memahami Tuhan, namun dia mengenal Tuhan tidak melalui Tuhan melainkan melalui makhlukNya. Jadi mengenal Tuhan melalui makhluk, pengenalan terhadap makhluk pun pasti juga lebih terbatas sesuai batasan kemampuan pikirnya saja.
Manakah yang lebih baik di anatara keduanya ? Tentu saja yang lebih baik adalah yang mengkombinasikan keduanya. Dzikirnya kuat, pikirnya pun hebat, maka hasilnya pun mantab. Tidak bisa jika hanya dzikir saja tanpa pikir, demikian juga sebaliknya tidak bisa jika pikir saja tanpa dzikir.
Mereka yang telah mengetrapkan dzikir dalam kesehariannya biasanya akan lebih kreatif, mempelajari sesuatu pun relatif lebih cepat, lebih pas dalam memetakan suatu persoalan dan lebih cepat menemukan solusi dari setiap permasalahan, sebab salah satu efek samping dari dzikir adalah tenangnya hati, yang secara fisik ditandai dengan detak jantung yang wajar. Detak jantung yang wajar ini frekuensinya akan meresonansi frekuensi otak untuk mengikutinya di kisaran frekuensi getar yang rendah. Dalam kondisi seperti itulah informasi yang diterima benar-benar optimal, lebih banyak yang diterima namun juga lebih cepat dalam memprosesnya, lebih cepat tersaji dalam porsi yang pas. Jika frekuensinya sudah pas, maka energinya pun dengan sendirinya mengikuti menjadi energi yang sangat positif dengan vibrasi yang sangat kuat yang kemudian akan wujud pada level materi. Jadi ada kebalikan proses, yang biasanya materi-energi-frekuensi menjadi frekuensi-energi-materi.
Para ahli dzikir yang sebenar-benarnya dzikir, yaitu para kekasih Tuhan, para auliya’, dikatakan bahwa cahayanya mendahului ucapannya, sebab beliau-beliau itu sudah melampaui materi. Secara keseluruhannya adalah cahaya, frekuensi cahayanya selalu berpendar-pendar memenuhi semesta. Sebelum berwujud suara, apa yang ada di hatinya sudah terpancar sedemikian kuatnya dan kita yang dalam bimbingannya, yang dalam mempelajari ilmunya walau pun tidak sejaman dengan Beliau-beliau itu, sudah pasti menerima pula pancaran frekuensi cahayanya di dalam otak kita. Banyak kemungkinan kita belum memahaminya, sebab frekuensi kita saat itu masih jauh dari frekuensi ilmu yang kita terima, tetapi yang jelas informasi itu sudah terekam dalam otak kita. Nanti pada saat frekuensi kita lebih mendekati meskipun tetap masih jauh dengan rekaman frekuensi yang telah tertanam di otak kita, maka kita pun mulai memahaminya.
Semakin meningkat frekuensi kita, tentu saja akan semakin memahami, begitu seterusnya, sebab itulah pemahaman juga selalu berubah, lebih dalam, lebih dalam dan lebih dalam lagi.
MATI tidak ada hubungannya dengan HIDUP
Yang saat ini sakit parah dan mungkin lama, belum tentu akan segera mati. Sebaliknya, yang saat ini segar bugar juga belum tentu hidupnya masih lama. Yang olah raga belum tentu hidupnya lama, yang selalu merokok pun belum tentu matinya cepat. Jadi memang tidak ada hubungan langsung antara mati dan hidup, sebab mati itu urusannya Gusti Allah, urusan kita adalah hidup. Kita dihidupkan, diberi hidup dan ditugasi hidup. Kita menyembah Gusti Allah, menjadi abdinya dan kepada Gusti Allah juga kita mohon pertolongan dalam hidup kita ini. Maksimal, sebagaimana dituntunkan sendiri oleh Gusti Allah, permohonan agung kita adalah diberi jalan yang lurus, sebab hidup itu perjalanan dari awal sampai akhir nanti yaitu saatnya Gusti Allah mematikan kita. Perjalanan yang ditempuh adalah untuk menuju kepada-Nya, tempat kembali, tempat mudik yang hakiki, sehingga kalau kita diberi jalan yang lurus, dijamin tidak akan kesasar, pokoknya jalan saja lurus ke depan, nanti pasti akan sampai saat telah tiba waktunya.
Sebagaimana dalam berbagai perintah-Nya yang lain, rupanya jalan yang lurus itu harus ditempuh dengan amal sholih, amal sholih dan amal sholih. Nandur, itulah mungkin yang bisa diibaratkan untuk amal sholih, menanam, berbuat kebaikan di semua hal, di segala tempat dan di setiap waktu. Masalah panen, itu sama halnya dengan mati, merupakan urusannya Gusti Allah. Sebab kalau diibaratkan benar sebagaimana menanam, bila secara perhitungan besok adalah waktu panen, maka bisa saja sehari sebelumnya Gusti Allah membatalkannya dengan berbagai halangan seperti hama, banjir dan sebagainya dan itu terserah DIA saja. Jadi urusan kita hanyalah bagaimana caranya bisa menanam dengan baik, sehingga kalau saatnya nanti Gusti Allah mengijinkan kita panen yang baik, maka kita memang telah pantas untuk mendapatkannya.
BerAMAL Sholih itu harus HIDUP
Ya iyalah, lha kalau sudah mati tentu tidak akan bisa beramal sholih, tidak akan bisa menanam, sebab jalan yang lurus sudah tidak lagi tersedia.
Istilah Jawa untuk Hidup itu Urip dan menurut orang Jawa pula bahwa URIP KUWI SEJATINE GAWE URUP, hidup itu untuk menghidupkan kehidupan sekitarnya dengan kebaikan. Lagi-lagi kebaikan itu amal sholih dan tak akan mungkin bisa menghidupkan hidup orang lain sebelum kita menghidupkan hidup kita sendiri. Lahir kita hidup, batin kita juga hidup, setelah itu barulah menghidupkan hidup orang lain, kehidupan sekitar kita dengan kebaikan. Itu pun tidak mungkin kita lakukan jika dalam hati kita tidak terdapat CINTA, KASIH dan SAYANG yang dalam istilah jawa disebut WELAS ASIH.
Mereka yang bisa selalu berwelas asih, menunjukkan adanya ketentraman dalam hatinya dan tak mungkin hati bisa menjadi tenteram jika tak ada kesadaran dalam berkekalan mengingat Allah di dalamnya. Hati yang tenteram jauh dari nafsu angkara, jauh dari nafsu iri, dengki, hasud, tamak, takabur, riya’ dan kawan-kawannya. Sebaliknya hati yang tenteram selalu penuh syukur, sabar dan rela. Itulan batin yang hidup, batin yang sehat.
Kalau batinnya sudah sehat, insya Allah lahirnya pun akan sehat, jauh dari penyakit, kalau toh sakit, insya Allah lebih cepat memperoleh kesembuhan karena dalam diringi banyak tertimbun energi cadangan yang dapat menyembuhkan baik menyembuhkan dirinya sendiri maupun menyembuhkan diri orang lain tentu saja dengan seijin Allah.
Mesin foto copy itu, kalau ada error mesin sehingga kertas hasil copy tidak bisa keluar dan macet di bagian tertentu maka pada panel displaynya akan menunjukkan letak kemacetannya. Robot atau mobil atau perangkat elektronik modern saat ini juga banyak yang ditanamkan kecerdasan buatan di dalamnya sehingga bias menganalisa perangkatnya sendiri jika mengalami kerusakan dan petunjuk awal untuk penyelesaian kerusakan tersebut.
Lha kalau mesin buatan manusia saja bisa seperti itu, maka manusia tentunya melebihi itu. Tubuh kita dilengkapi software dasar untuk mempertahankan kesehatan dan mengobati penyakit yang dideritanya sendiri. Tubuh kita CERDAS. Bukan hal yang ghaib, bukan hal yang aneh, setiap orang bisa melakukannya dengan mudah, tanpa prosedur yang rumit dan tanpa ritual yang sulit dan yang pasti tanpa biaya. Tapi memang terlalu teknis untuk dipaparkan di sini. Lain waktu saja atau mungkin kalau Anda ingin mengeahuinya atau mempelajarinya, bisa Anda tanyakan langsung kalau bertemu saya, kalau perlu cari EO untuk mengadakan kelas pelatihan he… he… he…