Pages

Nov 22, 2012

Catatan kecil HAUL PETA 2012

He… he… he… ada saja yang tiap tahun menagih tulisan saya tentang Haul PETA yang saya hadiri seolah sudah menjadi sebuah lewajiban bagi saya, tapi ya ndak masalahlah mungkin karena beberapa kali saya pernah membuat tulisan tentang Haul tersebut dan juga ada tulisan terpanjang tentang haul yaitu di Reportase HAUL di Pondok PETA Tulungagung 2008. Alhamdulillah kala itu tanpa memakai alat rekam apa pun, cuma mengandalkan paringannya Gusti Allah, menyimak sambil nge-fly he… he… he…

Nah kalau sekarang, terutama dalam 3 tahun belakangan ini sudah banyak yang merekam sendiri rangkaian acara tersebut, apalagi Haul 18 November kemarin, acara Haulnya hari Minggu, hari Selasanya sudah lengkap terupload di 4shared [matur nuwun bagi yang sudah mengupload].

Mungkin bagi yang ingin mendengarkan secara lengkap rangkaian acara inti peringatan haul ke-43 Hadhratus Syaikh Mustaqim bin Husein, haul ke-25 Nyai Hj. Sa’diyah binti H. Rois dan haul ke-8 Hadhratus Syaikh Abdul Jalil Mustaqim di Pondok Pesulukan Thoriqot Agung (PETA) Tulungagung, bisa mengunduhnya di Drive Google saya – HAUL 2012 [yang di 4shared saya download dulu terus saya upload di Google, biar memudahkan bagi yang tidak memiliki account, begicu… OTRE kan ?!].

Sekedar intermezo, tahun-tahun sebelumnya kecuali dua tahun terakhir ini, saya selalu berhasil masuk Pondok dan langsung berdiam diri di lantai 3 mengikuti rangkaian acara Haul hinggsa selesai. Namun mulai tahun kemarin rupanya penjagaan super ketat, hingga tidak bisa menyelinap masuk, hal yang wajar karena memang kapasitas Pondok sangatlah terbatas. Namun demikian tahun lalu ada teman yang bepesan kalau mau masuk Pondok lihat saja yang jaga, kalau yang jaga Banser malah mudah masuknya asal mau memenuhi syaratnya. Syaratnya Cuma satu yaitu harus gelut dengan Banser itu he… he… he…

Yang berikut ini ndak penting…


Dimulai dari kabar terakhir bahwa saat ini kereta api ekonomi tidak memberikan karcis tanpa tempat duduk, maka antri karcisnya harus seawall mungkin agar tidak termungkinkan untuk kehabisan. Masalahnya jam berapa harus antri dan berapa karcis jatah setiap orang dalam antrian itu yang belum tahu. Maka hari Sabtu kemarin tanggal 17 Nopember 2012, selepas pulang kerja, bersama seorang kawan mencoba membeli karcis untuk esok hari di Stasiun Gubeng Baru dan Lama dan hasilnya adalah gatot alias gagal total. Kereta ekonomi tujuan lokas baru bisa dibeli pada hari keberangkatan, loket dibuka pukul 04.00 pagi di Stasiun Gubeng dan Wonokromo, sedangkan di Stasiun Semut loket dibuka mulai pukul 03.00.


Yang mengkonfirmasi berangkat bersama total sejumlah 8 orang, maka sayasarankan untuk membeli 10 karcis  agar apabila ada yang menyusul bisa berangkat bersama. Maka [lagi] saya instruksikan he… he… he… dua orang kawan untuk meluncur ke Stasiun Semut sebelum jam buka loket dan akan saya bantu doa agar kuat mêlék he… he… he… [akeh nek ngono carane].

Alhamdulillah, jam 03.15 dapat sms kalau sudah terbeli 10 karcis Rapi Doho jurusan Tulungagung @Rp. 6.000,00 murah meriah. Aman. Akhirnya kancilên alias gak bisa tidur lagi.



Jam 7.30, semua yang sudah konfirmasi bergerak ke satu titik, Stasiun Wonokromo. Alhamdulillah pula, ada dua jamaah yang tidak mendapat karcis bisa menggunakan sisa 2 karcis cadangan, hanya ada satu lagi jamaah yang kemudian pada akhirnya naik bis. Hahahaha… yang merasa tulis komentar yo….
Seperti biasanya, perjalanan diwarnai berbagai ragam pembicaraan dan juga pembahasan termasuk gojlogan, hingga tak terasa akhirnya sampai juga di Bumi Tulungagung tercinta. Saatnya uluk salam untuk Bumi Tulungagung.


Keluar dari stasiun, menyusuri jalanan Tulungagung menuju lokasi acara, sudah tampak tersebar panitia pelaksana dengan seragamnya yang khas untuk tiap bagian, yang sama adalah udêngnya, ya panitia diwajibkan memakai udêng.

Tiba saatnya melewati Kodim 0807, di setelahnya kea rah alun-alun telah menunggu penjual lêgén yang enak, tidak sepeti di Surabaya yang sudah dicampuri banyak air, lêgén yang ini rasanya manis sekali ehm… semanis yang menulis catatan ini he… he.. he… dilarang protes !!!

Dapur Umum

Setelah tersegarkan oleh liukan tarian lêgén di tenggorokan, akhirnya pasukan adêm ayêm segera berangkat lagi, ya kemana lagi kalau bukan ke Dapur Umum. Nasi, lodeh dan krengseng daging plus segelas air putih, sungguh sesuafu, nikmat dan mak nyus gitu loch

Di dapur umum itu selalu terpasang pesan Bu Nyai dalam bahasa Indonesia, Jawa dan Madura untuk menghabiskan makanan yang sudah diambil. Masya Allah… memang semua yang terhidang adalah hasil tirakatnya orang banyak ~ jamaah PETA dan di luar itu kalau dipikir semua itu adalah hasil dari peran sertanya buanyaakkk orang.

Yang jadi bahan perenungan adalah seberapa ikut memikirkankah mereka yang hadir di acara Haul itu, tentang bagaimana persiapan yang dilakukan untuk menerima sekian ribu orang, sungguh kerja yang luar biasa untuk siap menerima tamu yang sedemikian banyaknya setiap tahunnya. Tidak hanya dari segi waktu dan tenaga namun tentunya juga biaya yang luar biasa besar. Mestinya, setiap jamaah yang merasa berkait paut ruhaninya dengan Pondok tentunya juga ikut mempersiapkan dirinya masing-masing bagaimana caranya bisa ikut serta mendukung terlaksana acara itu dengan infaqnya, sebab dengan adanya acara Haul tersebut sebenarnya yang paling dimanfaati ya jamaah semua, bukan pihak Pondok, terutama jamaah model minimalis seperti saya, kalau tak mau dikatakan minus he… he… he…

Namun, jujur saya akui bahwa saya masih masuk dalam kategori biasa-biasa saja untuk bisa ikut nyengkuyung agenda rutin tahunan tersebut, saat bercermin kepada contoh nyata dari suatu kelompok jamaah yang di atas kertas sebenarnya jauh dari cukup. Ya… sebagaimana yang dikisahkan Kang Wasik, bahwa salah satu kelompok di perdesaan sana yang rata-rata pekerjaannya adalah buruh tani ada yang  karena cintanya dan sebab hormatnya kepada Guru,  terwujudlah dalam tindakan nyata ~ menabung selama setahun penuh dan itu setiap tahun dilakukan ~ hingga bisa andil membantu pembiayaan Haul tersebut hingga terkumpul sekian puluh juta, diinfaqkan untuk acara Haul dengan terlebih dahulu mengurangi sepuluh juta untuk dibelikan pêdhét yang diopeni sendiri bisa dapat 2 atau 3 ekor yang nantinya untuk haul tahun berikutnya pêdhét itu sudah menjadi sapi dan diinfaqkan juga untuk Haul. Sungguh suatu khidmah yang luar biasa, sesuatu yang tak terpikirkan bagi saya. Itulah sebuah contoh kesadaran, menyadari dengan sadar akan suatu keterhubungan denganGusti Allah dan tentu saja Guru yang mengantarkan kepada Gusti Allah. Salut.

Masjid Agung Al Munawar

Setelah tercukupkan oleh sajian di Dapur Umum, langkah berikutnya adalah menuju ke Masjid ~ ngepos di situ ~ sampai akhir acara selesai. Alhamdulillah berkesempatan menyambung silaturahiim dengan beberapa sedulur dari Nganjuk, Ponorogo, Jombang dan Blora, meski asline aku isin Rek… ketemu karo wong aliim-aliim koyo ngono.

Hujan

Baru kali ini saya mengalami turunnya hujan yang lebat disertai angin yang kencang saat acara Haul berlangsung, antara waktu Maghrib dan Isya’. Sebuah pelajaran, sebuah hikmah untuk dimengerti dan dipahami. Bukan karena saya di dalam masjid dan tidak kehujanan sebagaimana mereka yang berada di luar, namun dalam hati saya berusaha tidak bereaksi atas kejadian tersebut, tak juga berharap atau pun berdoa agar hujannya reda. KehendakNya tak pernah salah, kehendakNya yang mengatur kita, bukan kita yang mengatur kehendakNya. Berarti malaikat rahmat sedang mengepung majelis Haul tersebut, bahkan bisa jadi Kanjeng Nabi sendiri yang rawuh.

Jadi ingat bahwa orang yang hebat itu bukan dia yang mengeluarkan uang dari saku bajunya tanpa ada habisnya, namun orang yang hebat itu orang yang meskipun tahu di saku bajunya banyak uang dia tetap bersikap biasa saja saat dia tidak menemukan satu pun uang di saku bajunya saat dia mengambilnya. Tetap tenang dan biasa seolah tidak terjadi apa-apa, itulah ridho.

Namun hujan lebat itu pun tak berlangsung lama, sesaat setelah acara tahlil hujannya reda sampai akhir acara.

Riyadhoh

Satu hal yang pasti setiap menjelang acara Haul adalah adanya dawuh untuk berpuasa riyadhoh. Menurut pemahaman saya, dawuh tersebut adalah salah satu bentuk kasih sayang dan cintanya Mursyid kepada muridnya. Sebab saat Haul tersebut, saya yakin bahwa seluruh waliyullah baik yang kasat mata atau pun yang tidak kasat mata, baik yang secara fisik masih dikaruniai usia atau pun yang sudah tutup usia, semuanya ikut menghadiri, sebab yang diperingati dan yang memangku peringatan adalah presidennya para waliy. Hal itulah yang memancarkan keberkahan yang luar biasa dari Gusti Allah untuk mereka yang menyambungkan ruhaninya dengan berpuasa riyadhoh dan terutama bagi mereka yang hadir secara langsung. Bahkan hadir secara langsung itu pun termasuk salah satu bentuk riyadhoh, karena pastinya tidak mudah, harus ada kesediaan diri menjadualkan agendanya, menempuh jarak dan waktu, mengeluarkan biaya sekaligus terkuras energi fisiknnya. Makanya yang masih sekedar ingin berangkat Haul tahun depan, jangan sekedar ingin tetpi niatilah berangkat dan gak usah banyak tanya. Berangkat ya berangkat gitu loch, nanti kalau sudah sampai di lokasi kan tahu sendiri.

Adanya keberkahan yang luar biasa itulah, andai di area Haul ada yang berbuat maksiat, niscaya akan terampuni. Maka mereka yang tidak menautkan ruhaninya yang tidak mau menjalani puasa riyadhoh berarti tidak mempersiapkan wadah yang cukup untuk menampung keberkahannya Gusti Allah tersebut. Jelasnya rugi.

He… he… he… jangan ditiru, saya pernah ndableg dengan tidak menjalani riyadhoh itu saat ada Haul tiga tahun yang lalu. Akibatnya saat saya masuk Pondok, terpaksa dan dipaksa dicuci dengan merasakan diare terus menerus selama acara berlangsung. Tersiksa, tapi kan jadi ada yang bisa diceritakan.

Pulang

Acara berakhir pukul 01.45 dini hari. Ya sudah pulang, jalan kaki sampai ke terminal, lha kok terminalnya tutup, sedang direnovasi, terpaksa cari masjid dahulu soalnya perlu toiletnya.
Selesai urusan toilet, jalan lagi nyari bis jurusan Surabaya, dapat yang kosong, Alhamdulillah, Rp. 17.000,00 pas jam 03.00.

Saudara-saudara… akhirnya masuk Surabaya jam 07.00 dan sampai rumah persis jam 08.03, segera saja bergegas sarapan sedikit terus minum jamu Iboe ~ buinflu ~ pusing berat soalnya, kemudian mandi, berpakaian sambil memastikan kegantengan diriku di depan cermin he… he… he…, trus berangkat lagi. Macul rek

Meski masih mengantuk dan capai, tapi tetap semangat, bukankah bekerja merupakan salah satu kewajiban berthoriqoh sesuai dawuhnya Mursyid, bahwa orang thoriqoh itu wajib : bekerja (menafkahi keluarga), bermasyarakat (menebar rahmat bagi semesta) dan berkhususiyah (he… he… he… bagi saya sekalian nunut biar yang bolong-bolong bisa ketutup).

Jangan lupa, tak cukup dengan itu, sebab Mursyid telah mendawuhkan jalur robithoh melalui Sultan Fatah 81 yang menjadi saluran dawuh-dawuh Beliau mengenai bab kethoriqohan dan juga melalui jalur Sultan Agung 78 yang menjadi saluran dawuh-dawuh Beliau untuk mensinergikan potensi kejamaahan.

Tidak bisa tidak, harus dua-duanya ditaati agar robithoh tidak terputus dengan tidak memandang siapa yang melaksanakan Sultan Fatah 81 tetapi yang dipandang adalah Beliau, Mursyid, serta tidak usah memandang pula siapa yang melaksanakan Sultan Agung 78, kecuali hanya memandang Beliau, Sultan.

Mudah-mudahan kita semua termasuk hambanya Gusti Allah dengan dimampukanNYA nderek dawuh Beliau, Mursyid ~ Sang Sultan Agung. Aamiin.

Nov 11, 2012

Jangan diPIKIR !!!

Tiba-tiba saja sepertti biasanya, saat sedang sumpek bin ruwet, aku merindukan kehadiran si mBah yang satu itu, ya… siapa lagi kalau bukan mBah ZhudhrunH. Tapi kali ini agak susah rupanya untuk menemuinya, sebab diriku sendiri yang dalam kondisi sulit untuk bisa berhati tenang, hingga perasaanku pun galau dan pikiran kacau. Ah… tapi siapa lagi yang bisa mengkondisikan diri ini kalau bukan diri sendiri, harus dipaksa agar bisa. Sejenak berdiam diri merasakan keluar masuknya nafas sambil menguatkan kebersyukuran atasnya.

Nov 8, 2012

Ndak usah mikir !!!

Ini bukan hanya sekedar teori, tapi insya Allah sudah beberapa kali teruji dalam laboratorium kehidupan, meski terbatas pada kehidupan saya sendiri, jadi ya ndak usah protes kalau nantinya tidak terbukti kala diuji pada kehidupan Panjenengan. Ya… hitung-hitung apa yang terpapar di sini bisa dianggap second opinion dari tawaran solusi yang sudah Panjenengan pegang.

Begini Saudara… manusia itu lemah saat tidak dikuatkan oleh Gusti Allah, sebab tak ada satu pun faktor kehidupan yang bisa dikendalikannya, kalau pun toh ada, biasanya itu hanyalah seakan-akan dan bukan sesungguhnya karena manusia itu sama sekali tak punya saham apa pun atas kehidupan yang dilakoninya, semua terima jadi dari Gusti Allah. Ayo siapa yang berani mengatakan kalau punya saham atas hidupnya sendiri, kalau bisa mengendalikan jalan hidupnya sendiri ? Acungkan jarinya, pengen tahu saya orangnya…

Coba saja, masalah rejeki, banyak mana rejeki yang masuk akal atau yang tidak masuk akal ? Rejeki itu ndak hanya uang lho ya… Orang ganteng dapat isteri cantik, itu namanya wajar dan biasa, memang seperti itu dan itu termasuk rejeki yang masuk akal. Tetapi kalau orang yang ndak ganteng dapat istri yang cantik, itu yang namanya rejeki yang tidak masuk akal, rejeki yang datangnya melebihi kapasitas kemampuan diri. Saya yakin kalau mau jujur, pasti kalkulasinya lebih banyak rejeki yang tidak masuk akal bila dibandingkan dengan rejeki yang masuk akal. Itu berarti, bagaimanapun, Gusti Allah itu sangat sayang kepada diri kita, lha wong kita ini ada kan diadakan olehNya, ibarat pesta, kita ini seperti tamu yang diundang oleh si empunya pesta. Semua hidangan sudah disediakan sebelumnya, tinggal kita memilih dan memilah sesuai kadar kebutuhan kita atau mengikuti kadar keinginan kita.

Nah itulah yang menjadi dasar.

Saya yakin, bahwa bukan hanya saya saja, tetapi Panjenengan pasti juga mengalami suatu masalah atau suatu siniasi yang pelik, berat bin ruwet. [Gak usah protes kenapa kok bukan situasi.] Nah, dalam siniasi yang seperti itu, saat rasanya sudah tak ada kemampuan untuk berbuat apa pun biasanya harapan kita cuma satu semoga semuanya berjalan baik-baik saja.

Dari niténi banyak siniasi yang seperti itu dan bagaimana menyikapinya, maka setelah diformulasikan muncullah sebuah kesimpulan bahwa apa pun permasalah yang ada dan seberat apa pun kadarnya, solusinya hanya satu yaitu NDAK USAH MIKIR. Saya yakin, Panjenengan pasti tidak akan bertanya kenapa demikian, sebab saya tahu bahwa Panjenengan sepaham dengan saya.

Alhamdulillah kalau Panjenengan sudah sepaham dengan saya, berarti cukup sampai di sini saja.

He… he… he… wis ndak usah dipikir lho ya…